Cerita Sex Sekretaris Berhijab – Perkenalkan, namaku Karina atau biasa di panggi Ririn. Orang tua-ku memang sudah membiasakan-ku untuk mengenakan hijab semenjak kecil.
Walaupun mengenakan hijab, aku merupakan tipe wanita yang tidak bisa ketinggalan mode. Oleh karena itu aku selalu memperhatikan penampilan-ku, mulai dari pakaian mode terbaru sampai merawat tubuh.
Sebagai wanita normal, aku merasa senang apabila penampilanku membuat orang lain atau lawan jenis memperhatikanku dan memujiku. Tetapi aku bukanlah wanita nakal atau murahan, membuat diriku menjadi pusat perhatian memberikan-ku kepuasan tersendiri dan menjadi lebih percaya diri.
Walaupun kini aku sedang berada di puncak karierku sebagai seketaris direktur di salah satu perusahaan ternama, Aku tetap menghormati suamiku. Apalagi usia kami yang tepaut cukup jauh yaitu 9 tahun.
Tersange Penghasilan suamiku yang jauh lebih kecil, tidak menjadikan-ku istri yang membangkang. Kehidupan keluarga kami cukup harmonis dan sudah dikaruniai seorang anak laki-laki.
Sudah hampir dua tahun belakangan ini, aku diangkat sebagai seketaris dari direktur utama di perusahaan trempat-ku bekerja. Aku memang termasuk wanita yang rajin dan ulet dalam bekerja, oleh karena itu Pak Simon mengangkatku sebagai seketaris-nya langsung.
Pekerjaan-ku sebenarnya tidaklah terlalu sulit, hanya membantu mengatur dan mengurus segala keperluan administrasi dari Pak Simon. Namun profesi ini mewajibkan-ku untuk selalu ikut kemana-pun Pak Simon pergi mengurusi perusahaan, oleh karena itu profesi ini sungguh menyita waktu-ku.
Tentunya aku terlebih dahulu meminta pendapat suamiku, sebelum menyetujui pengangkatan jabatan tersebut. Dan untung-nya suamiku sangat pengertian dan memaklumi bila terkadang aku harus pulang malam atau pergi keluarkota bersama Pak Simon karena meeting atau pertemuan bisnis.
Pak Simon adalah pria paruh baya keturunan, berusia 48 tahun. Dengan kulit yang putih dan mata yang sipit membuat siapa saja yang melihatnya langsung tahu kalau dia adalah pria keturunan.
Walaupun terkenal dengan pribdi yang tegas, sebenarnya Pak Simon adalah orang yang cukup humoris dan asik untuk diajak komunikasi. Candaan-nya yang apa adanya serta tawanya yang khas, seringkali menghiburku saat penat bekerja.
Sebenarnya penampilan Pak Simon tergolong biasa layaknya bos, dengan rambut yang selalu disisir ke samping dan klimis, perut buncit yang terlihat lucu di tubuh pendeknya. Pakaian mahal dan jam mahal selalu menempel di tubuhnya.
Pak Simon memang sangat menghormatiku sebagai wanita berhijab, dan tidak pernah melakukan hal yang kurang ajar kepadaku. Walau kadang becandaan kami sering menyerempet-nyerempet ke arah Fulgar, itu pun masih dalam batas wajar layaknya obrolan antara orang dewasa.
Hingga saat ini, pagi ini aku langsung sibuk merapihkan pakaian ke dalam koper. Tentu saja setelah selesai dengan kewajiban pagi-ku untuk melayani suamiku dan anak-ku yang tengah bersiap pergi kerja dan bersekolah.
“Mah.. jadi pergi ke Bali?” Tanya suami-ku yang kembali masuk kamar setelah mengantar anak-ku untuk naik jemputan sekolah.
“Jadi Pah.. paling dua sampai tiga hari aja kok sayang” Jawab-ku sambil terus merapihkan isi koper di atas tempat tidur.
“Jangan diforsir kerjanya yah mah!!” Ujar Suamiku yang kini duduk pinggir tempat tidur.
Melihat suamiku yang sepertinya agak berat untuk melepas aku pergi, aku pun duduk dipangkuannya dan melingkarkan tangan-ku di lehernya.“Iya Pah.. Papah juga jangan lupa makan yah” Ucapku manja.
Aku saat ini memang belum mengenakan hijab-ku dan hanya mengenakan tangtop putih dan celana kerja panjang bahan yang senada dengan blazer coklat yang nanti akan aku kenakan untuk menutupi bagian atas tubuh-ku.
“Papah mau..kok liatin nenen mamah gitu?” Tanya-ku manja karena melihat pandangan suamiku yang terus menatap belahan di atas tangtopku.
“Pakaian kamu kok seperti itu mah?”
“Iya.. kan nanti ditutup blazer dan kerudung pah”
“Udah ah jangan diliatin terus nanti kita telat” Ujar-ku yang langsung bangkit dan mengenakan blazer seta penutup kepala.
Kami pun berangkat ke tujuan masin-masing. Singkat cerita setelah janjian bertemu di Air port, Aku dan Pak Simon pun langsung terbang ke Bali. Sebenarnya aku cukup senang jika harus berkerja menemani Pak Simon ke luarkota, karena bisa jalan-jalan geratis dan menjadikan pekerjaan tidak membosankan.
Seperti biasa setelah kami check in di salah satu hotel bintang lima, kami langsung berangkat untuk meeting di salah satu cabang perusaan disana. Dan baru kembali ke hotel setelah acara makan malam bersama karyawan dan jajaran direksi di sana.
Tentu saja kami menginap di kamar hotel yang berbeda namun bersebelahan. Setelah mandi dan merapihkan beberapa dokumen. Aku menyempatkan diri untuk mengubungi anak dan suamiku. Tak beberapa lama kemudian Pak Simon menelefon untuk membahas jadwal besok.
Setelah kembali mengenakan pakaian yang sedikit santai, aku pun turun menyusul Pak Simon yang telah siap menunggu di lobi hotel. Dan akupun ikut duduk dan mulai menjelaskan beberapa rincian pekerjaan yang akan dikerjakan selama di Bali.
“Hmm.. sepertinya akan sibuk kita Rin” Ujar Pak Simon yang hendak menyeruput secangkir expresso. Pak Simon memang terbiasa memanggilku Ririn, mungkin agar lebih akrab dan tentu saja aku tidak mempermasalahkan hal tersebut. Toh umur kami memang tepaut cukup jauh.
“Iya pak.. Walau cabang kecil tapi transaksi disini cukup ramai” Jawab-ku
“Bisa gak sempat saya jalan-jalan sambil liat-liat cewek disini..Hahaha” Ucap-nya santai sambil diikuti tawanya yang khas.
“Kan bisa liat saya pak..” Jawab-ku mengikuti candaan-nya.
“Bosen ah..Hahahahha”
Tawa kami pun meledak seketika, memang tidak aneh bagiku dan Pak Simon untuk bercanda seperti ini. Obrolan kami pun berlanjut dengan bahasan yang lebih santai dan banyak diselingi candaan dan tawa.
Setelah selesai berdikusi dan melepas penat, kami pun kembali ke kamar masing-masing. Setibanya di kamar akupun langsung membersihkan diri dan berganti baju tidur. Tak berapa lama memejamkan mata, tiba-tiba aku terbangun karena mendengar televise yang tiba-tiba menyala.
Aku pun kaget karena melihat remote yang masih tergeletak di atas meja kecil disampingku. Awalnya aku hanya menganggap ini adalah kebetulan dan kembali mematikan televise tersebut dan kembali memejamkan mataku. Namun kembali aku terbangun akibat suara televise yang kembali menyala.
Aku yang memang penakut sejak kecil, mulai merasa takut. Ku pandangi seluaruh isi hotel yang tiba-tiba terlihat seram. Mungkin karena aku yang penakut, aku mulai merasakan bulu kuduku merinding. Dengan cepat aku raih handphone di samping tempat tidurku dan menelefon suamiku. Namun setelah beberapa kali panggilan, tidak ada juga jawaban dari suamiku.
Semakin lama rasa takut-ku semakin menjadi-jadi, dan aku tidak bisa tidur. Ku lihat jam di meja sudah menunjukan jam 00.30, namun aku juga belum bisa tidur karena masih dilanda rasa takut. Tidak biasanya aku mengalami hal ini, kali ini memang sungguh lain.
Sampai akhirnya aku memutuskan untuk menelepon Pak Simon yang berada disebelah-ku. Aku sadar betul kalau itu akan mengganggu waktu istirahatnya, namun aku sudah tidak punya jalan lain.
“Halo.. Ada apa Rin?, tengah malam begini…” Tanya suara yang berasal dari handphone-ku
“Eh..anu Pak.. Bapak sudah tidur? Maaf nih saya jadi ganggu.. Begini pak..” Aku pun mulai menjelaskan kejadian yang baru saja aku alamai dan alasan-ku meneleponnya tengah malam begini.
“Kamu kebanyakan nonton film horror saja Rin.. “ Ujar Pak Simon menenangkan-ku dengan nada sudara mengantuk.
“Tapi pak.. saya tidak berani sendirian dikamar..”
“Lalu..?
“Eh..anu pak.. kalau boleh saya numpang tidur di kamar bapak malam ini saja.. “ Pinta-ku memohon.
“Yasudah.. kalau kamu mau-nya begitu”
“Eh.. boleh pak?”
“Sudah.. cepat kalau mau kesini.. saya mengantuk sekali”
“Ba…baik pak”
Setelah menutup telepon aku pun langsung memakai kembali pakaian dalam yang sempat-ku lepas sebelum tidur. Karena tanpa Bh, putting payudaraku akan terlihat menonjol di balik dasater tipis yang kini aku kenakan. Tidak lupa aku kembali mengenakan penutup kepala dan sweater untuk menutupi lengan-ku yang tidak tertutupi daster tanpa lengan.
Dan aku pun membunyikan bell kamar Pak Simon, dengan wajah mengantuk Pak simon yang saat itu mengenakan kaus putih polos dan celana pendek, terlihat sedikit terbengong melihatku saat membuka pintu. Mungkin karena wajah-ku yang tanpa make-up fikirku.
Setelah mempersilahkan aku masuk Pak Simon langsung mengunci kembali pintu kamarnya.“ Kamu nih tumben ketakutan, tidak seperti biasanya” Ujar Pak Simon
“Maaf Pak.. saya juga heran.. sepertinya ada yang aneh dengan kamar itu”
“Sudah-sudah.. sekarang lebih baik kamu tidur, karena besok jadwal kita masih sibuk”
“Eh..iya pak” Jawab-ku yang menjadi meraasa tidak enak sendiri, dan masih berdiri terpaku di kamar Pak Simon.
Setelah rasa takut-ku perlahan mulai menghilang, tiba-tiba aku tersadar kalau kini aku harus tidur seranjang dengan Bos-ku. Tapi biarlah ini lebih baik dari pada tidak bisa tidur semalaman, lagian Pak Simon tidak pernah bersikap kurang ajar dan selalu menghormatiku sebagai seketaris-nya.
Dengan mencoba berfikir positif aku mulai merebahkan diriku disamping Pak Simon yang sudah terlebih dahulu tidur membelakangiku. Baru kali ini aku merasakan tidur seranjang dengan pria yang bukan suamiku. Walaupun keberadaan Pak Simon membantu menghilangkan rasa takut-ku, namun perasaan adanya pria lain disamping-ku sunggu tidak bisa ku hilangkan begitu saja.
“Rin.. Kamu sudah tidur?” Tanya Pak Simon yang tidur membelakangiku.
“Be..belum..” Jawab-ku.
Mendengar jawaban dariku, tiba-tiba Pak Simon membalikan badannya kearah-ku. “Kamu masih takut?” Tanya-nya dengan lembut.
“Ti..tidak Pak.. Saya hanya menjadi tidak enak mengganggu bapak malam-malam begini” Jawab-ku sambil menoleh kearahnya. Tentu saja aku berbohong karena bukan itu alasan utama aku belum juga bisa memejamkan mata-ku.
“Kenapa harus tidak enak..saya malah senang bisa ditemani kamu” Jawab Pak simon
“Maksud Bapak?” Tanya-ku tidak mengerti.
“Yah.. ini seperti mimpi jadi kenyataan” Ujar Pak Simon dengan tatapan penuh arti.
“Maaf pak.. saya tidak mengerti maksud Bapak”
“Rin.. kalau boleh saya jujur, Saya sangat senang dengan cara kerja kamu yang rajin dan ulet. Tapi…”
“Tapi pa pak?”
“Hmm.. “ Pak Simon pun menghela nafas panjang.. “Begini loh rin.. sudah hampir dua tahun belakangan ini waktu banyak menghabiskan waktu bersama kamu.. Entah mengapa saya semakin lama semakin mengagumi mu” Ujar Pak Simon dengan lembut.
“Maaf Pak.. saya masih tidak mengerti maksud perkataan Bapak.”Perkataan Pak Simon membuatku sunggu tidak dapat menemukan kata-kata yang tepat untuk menanggapi kata-katanya.
“Kamu cantik Rin, pintar, rajin, jujur dan senang tiasa menemani saya… Jujur saja sebagai pria normal saya mulai menaruh perasaan kepadamu.”
Mendengar pujian dan pengakuan Pak Simon yang terlihat tulus, membuatku merasa kaget. Walau sebenarnya diriku juga mengagumi sosok Pak Simon yang tegas dan berwibawa, namun itu hanya sebatas sebagai atasan dan panutan. Sehingga pengakuan Pak Simon tentang perasaannya kepadaku sunggu membuatku terkejut dan tidak tahu harus bagaimana.
Sebenarnya bisa saja aku menamparnya dan menolak perasaanya, karena setatus kami yang bukan lagi single. Namun aku benar-benar bingung harus merespon seperti apa. Bukan karena setatusnya sebagai atasan-ku, sehingga aku takut akan dipecat bila menolah dan memakinya saat ini. Namun Pak Simon terlalu baik dan bayak berjasa untukku, dan aku sama sekali tidak ingin menyakitinya.
“Pak.. Saya mengerti.. mungkin ini karena kita yang sudah sering bersama, saya rasa itu hal yang wajar karena saya juga mengagumi bapak, namun Bapak kan tahu kalau saya sudah memiliki suami dan anak, begitupun dengan bapak” Jelas-ku dengan sangat hati-hati.
“Iya.. Rin saya juga berfikir demikian, terima kasih kamu sudah tidak marah dan mau mengerti.. Maafkan kelancangan saya” Balas Pak Simon
“Tidak perlu minta maaf pak.. Mungkin saya yang sebaiknya lebih menyadari posisi saya dan mulai menjaga jarak dengan Bapak” Ujar-ku merasa bersalah melihat ekspesi wajah Pak Simon.
“jangan-jangan,.. Menjaga jarak hanya akan membuat saya merasa bersalah dan lebih menyesal..”
“Baiklah Pak.. Saya mohon maaf karena tidak bisa membalas kebaikan perasaan Bapak”
“Tidak apa-apa Rin. Itu salah saya yang tidak bisa menahan diri terhadap wanita sebaik dan secantik kamu..”
Jujur saja pujian yang terus Pak Simon ucapkan, entah mengapa begitu mengena dihatiku. Dan hati kecilku malah merasa bersalah karena menolak perasaan Pak Simon.
“Rin.. Boleh saya meminta sesuatu yang sepertinya agak berlebihan?” Tanya Pak Simon dengan tatapan yang dalam.
“Meminta apa pak.. ?kalau saya bisa pasti akan saya akan saya lakukan”
“Boleh saya melihat-mu tanpa mengenakan penutup kepala?” Mohon Pak Simon memelas.
Entah mengapa walau tahu betul itu adalah sebuah permintaan yang tidak layak diucapkan kepada wanita berhijab sepertiku. Aku sunggu tidak bisa membuat Pak Simon lebih kecewa dan menetapkan diri untuk memenuhi permintaannya.
“I..ya..bo..boleh..” Jawab-ku dengan sedikit gemetar
Aku pun bangkit terduduk dihadapan Pak Simon yang terus menatapku. Dengan jantung berdebar, pelahan akupun meraih ujung penutup kepalaku dan menariknya melewati leher jenjangku yang mulus dan putih.
Setelah penutup kepalaku terlepas, aku melihat wajah Pak Simon yang terlihat terpesona menatapku. Seketika aku merasa pipiku panas menahan malu, karena belum ada pria lain selain ayah dan suamiku yang melihatku tanpa penutup kepala. Kini Pak Simon pasti sudah dapat melihat rambut hitam-ku yang selalu dipotong sebatas punduk.
“Kamu cantik Rin.. sungguh benar-benar cantik” Puji Pak Simon
“Jangan dilihatin terus pak, saya malu..”
“Maafkan Bapak Rin, tapi kamu benar-benar cantik… Boleh Saya menecup kening-mu sebagai tanda sayang?”
Aku yang mulai terbuai dengan pujiannya, hanya mampu mengangguk lemah dan tidak mampu menolak permintaanya. Dengan perlahan Pak Simon bangkit dan menatap wajah-ku dalam-dalam.
Dengan amat perlahan Pak Simon mengarahkan wajahnya mendekati wajah-ku. Sementara aku hanya mampu terpejam pasrah. “CUP” Aku pun merasakan sebuah kecupan yang penuh dengan kasih sayang di keningku. Bibir Pak Simon terasa begitu basah di dahiku.
“Terima kasih Rin.. Saya senang sekali saat ini.. “
Sasat membuka mataku, aku dapat melihat raut bahagia Pak Simon, yang terpampang di hadapan-ku.
“Kita tidur saja Rin.. besok kita harus bangun pagi..”
Aku pun kembali merebahkan tubuhku yang masih terasa gemetar. Dengan sengaja aku tidak mengenakan kembali penutup kepalaku. Aku berfikir mungkin itu bisa membalas sedikit rasa bersalahku karena telah menolak perasaan Pak Simon, yang selalu baik terhadap-ku.
Kami pun tidur dengan saling berhadapan, aku dapat melihat jelas kalau mata Pak Simon terus memandangi wajah-ku. Sampai entah kenapa ide itu muncul.
“Pak.. Kalau bapak mau.. bapak boleh kok pegang tangan saya”
“Benar boleh RIn?” Tanyanya memastikan apa yang aku ucapkan.
Aku pun mengangguk sambil tersenyum.“Iya boleh…”
Dengan amat lembut aku merasakan, jemari gemuk tangan Pak Simon mulai menggenggam tangan-ku. Entah kenapa aku langsung merasakan kenyamanan ketika tangan Pak Simon menggenggam tangan-ku, dan akupun tanpa sadar tertidur lelap.
Bersambung…