Thursday, November 21, 2024

Pramugari Kereta Eksekutif

News Online Itil

Cerita Sex Pramugari Kereta Eksekutif – Malam itu aku berangkat ke Bandung dengan kereta eksekutif. Rasanya malas harus pergi malam-malam, tapi karena tugas kantor besok harus bertemu klien di sana, maka akupun berangkat juga.

Suasana gerbong malam itu tidak terlalu ramai, memang bukan waktu liburan, jadi tak banyak penumpang. Kusetel tempat dudukku agar aku bisa tiduran. Tetapi baru saja aku mau memejamkan mata, pramugrari mengantarkan makanan kecil dan minuman hangat.

“Mau teh atau kopi, Mas?” tanya pramugari itu.

Aku mengusap wajahku sebelum menjawabnya,”Teh saja.” Sesaat kudongakkan wajahku, seperti kukenali wajah pramugari yang menawarkan kopi itu.

Cerita Sex Pramugari Kereta Eksekutif
Cerita Sex Pramugari Kereta Eksekutif

Tersange “Maaf, Neng. Apa kita pernah bertemu ya?” tanyaku sebelum ia beranjak ke kursi berikutnya. Ia menatapku lekat-lekat lalu tersenyum riang.
“Ya ampun, Bagas. Apa kabar?”
“Santi, kan?”

“Iya. Sebentar ya, aku selesaikan dulu tugasku.” Tanpa menunggu jawabanku, Santi bergegas menyelesaikan tugasnya. Beberapa menit kemudian ia lewat sambil meletakkan secarik kertas di meja makanku. “Ke gerbong mesin saja, tugasku sudah selesai. Letaknya dua gerbong di depan gerbong ini.” Pesan Santi dalam kertas itu.

Aku menggeliat sebentar sebelum bangkit dan beranjak dari tempat dudukku. Tak ada yang memperhatikanku. Di samping hanya lampu tidur yang dinyalakan, ternyata beberapa penumpang yang ada di gerbongku sudah terlelap semua. Aku bergegas menuju ke gerbong mesin dengan berhati-hati agar tidak menimbulkan curiga orang lain.

Santi sudah berada di sana, duduk di atas kotak kayu. Gadis itu langsung menghambur dalam pelukanku begitu aku menghampirinya. Aku pun membalasnya dengan pelukan yang erat. Kurasakan buah dadanya yang besar mengganjal di dadaku. Sesaat darah laki-lakiku berdesir.

“Sudah lama sekali sejak kita lulus SMA ya. Senang rasanya aku bisa bertemu kamu lagi,” kata Santi di telingaku.
“Aku juga. Kangen deh rasanya sama kamu?”
“Ah, gombal. Kamu memang nggak berubah dari dulu, masih pandai merayu.”

Suara bising mesin membuat kami harus berbicara dekat-dekat telinga. Kesempatan itu kugunakan untuk menggodanya. Aku pura-pura akan membisikinya, tapi bukan itu yang kulakukan, aku malah mengecup pipi gadis itu.

“Ahhh, Bagas nakal,” gerutunya dengan suara manja.

Bukannya berhenti, aku malah memindahkan bibirku mengecup bibirnya. Kali ini Santi tak bisa berbicara lagi, karena aku telah mengulum bibirnya beberapa saat lamanya. Ia sampai gelagapan dibuatnya. Kulepaskan ciumanku sesaat saja, selanjutnya kembali kupagut bibirnya yang tipis merah merekah itu.

Santi membalasku. Gadis itu memelukku erat-erat, terasa sepasang payudaranya mulai mengencang. Aku tahu, dia sedang bergairah.

Kupindahkan mulutku menjelajahi lehernya yang jenjang. Hanya beberapa saat saja di situ. Aku turun lagi sambil membuka kancing kemeja dinasnya. Kujilati pangkal buah dadanya yang masih tertutup BH berwarna putih. Kutarik Bhnya ke bawah sehingga buah dadanya terlihat semakin mengencang.

Kujilati putingnya yang mengacung. Santi menggelinjang berkali-kali. Kuremas-remas sepasang daging kenyal itu dengan lembut. Santi mendesah-desah perlahan.

“Ohhh…aahhhh….terusin, sayang…ohhhh….enak sekali….”

Berganti-ganti mulutku mengulumi puting kedua payudaranya. Sesekali kuhisap dan kugigit-gigit lalu kuusap-usap dengan lidahku. Santi merintih lirih. Aku tahu birahi gadis itu semakin meninggi, terlihat dari buah dadanya yang semakin mengeras dan putingnya yang semakin mengacung.

Kuhentikan permainanku di sana. Sepasang buah dada Santi tampak memar dan memerah karena permainanku tadi. Kubopong tubuh dan kududukkan di atas kotak kayu yang tadi ia duduki. Kutarik sebelah kakinya agar berada di atas kotak sedangkan yang satu lagi tetap menjuntai ke bawah.

Kusingkapkan rok spannya ke arah perut. Kini selangkangan gadis itu terbuka lebar. Pangkal pahanya masih tertutup celana dalam berwarna merah muda. Aku jongkok di hadapan selangkangannya. Kuremas-remas kemaluannya yang masih tertutup celana dalam dengan ujung-ujung jemariku.

“Oh, ah..” Santi kembali menggelinjang.

Aku semakin tak tahan. Kuperosotkan celana dalam gadis itu, lalu kumasukkan celana dalamnya ke saku celanaku. Kini bisa kunikmati pemandangan yang indah terpampang di hadapanku. Tanganku pun segera beraksi pada pangkal paha gadis itu.

Kemaluan Santi tampak bersih dan mulus tanpa sehelai rambut pun yang menghiasi sekitar bibir kemaluannya. Rupanya ia begitu memperhatikan bagian yang sangat pribadi itu. Kusibakkan bibir kemaluannya dengan jemari tangan kiriku. Lalu telunjuk tangan kananku mulai menggelitik klitorisnya.

“Ohhh….Ohhh….Ahhhh…” Santi mendesah lirih. Tubuh gadis itu meliuk-liuk seperti cacing kepanasan. Ia memejamkan matanya sambil menggigit bibir bawahnya. Rupanya Santi sudah tak sanggup lagi menahan gejolak birahinya. Aku semakin bersemangat untuk mempermainkan kemaluannya.

Kugelitik bibir dalam kemaluannya yang lembut dan terasa basah. Kemudian dengan lembut telunjukku menerobos masuk lubang kemaluannya yang basah dan licin oleh lendir birahi gadis itu.

“Ahhhh….Uhhhh….Ssshhhh…” Kembali Santi mendesah-desah kenikmatan ketika telunjukku menekan-nekan G-spot yang ada di dalam kemaluannya. Kurasakan otot-otot seputar lubang kemaluannya berkontraksi menjepit jemariku.

Itil V3

Aku ingin membuat Santi semakin melayang. Maka mulutku pun tidak tinggal diam. Kukecup bibir kemaluannya dengan lembut diiringi lidahku yang kemudian menari-nari sekitar klitorisnya. Kurasakan jari telunjukku yang masih di dalam lubangnya semakin basah oleh lendirnya yang semakin deras mengalir.

Lidahku terus bermain-main di sekitar klitoris dan bibir kecilnya. Sesekali kutekan klitorisnya dengan lidahku dan kurasakan bagian itu semakin menonjol dan mengeras. Yang kubaca di buku, bila wanita sudah begitu, berarti birahinya sudah memuncak.

“Ohhhh….Bagassss…Aku sudah nggak tahan lagi…” bisik Santi dengan suara serak.

Aku belum mau berhenti. Bisikan Santi justru membuatku semakin bersemangat untuk merangsang birahinya. Kini kutarik jari telunjukku dari dalam lubang kemaluannya. Kuhunjamkan mulutku pada kemaluannya. Kuhisap, kugelitik dan kujilati semua yang ada di sana. Santi semakin histeris.

“Ouww!!” pekik Santi tertahan. Gadis itu meremas-remas rambut kepalaku sambil kedua pahanya menjepit kepalaku. Mulutku semakin terbenam dalam kemaluannya dan membuatku sulit bernafas. Aku pun semakin menggila. Kuhisap klitorisnya dengan keras.

“Ouwww!!” Santi menjerit lagi. “Ohhh..Bagas, ayolah…aku sudah nggak kuat lagi..”

Santi melepaskan jepitan pahanya. Aku tahu isyarat itu. Kuangkat kepalaku dari pangkal pahanya. Kusapu mulutku yang basah dengan punggung tanganku. Kupandangi sebentar wajah Santi yang pucat karena menahan birahinya yang semakin memuncak.

Aku jadi kasihan melihatnya. Kubuka ikat pinggangku dan kuperosotkan celanaku sebatas lutut berikut celana dalamku. Penisku sudah tegang dan mengacung pertanda siap untuk bertempur.

Santi segera menggenggam kemaluanku, membelai-belainya sebentar, kemudian menariknya dan mengarahkannya pada lubang kemaluannya sendiri. Aku merapatkan ujung kemaluanku pada permukaan lubang kemaluan gadis itu.

Setelah tepat, kutekan perlahan sehingga batang penisku menerobos lubang vaginanya perlahan-lahan. Kutekan lebih dalam lagi sampai seluruh kemaluanku amblas dalam lubang kemaluannya.

“Ohhhhhhh…..” Santi mendesah panjang ketika batang kemaluanku menerobos masuk lubang vaginanya.

Santi merebahkan tubuhnya 45 derajat bertumpu pada kedua sikunya. Kutarik kedua kaki gadis itu ke atas pundakku sebelum aku mulai menggerakkan kemaluanku.

Dengan posisi itu kemaluanku terasa semakin dalam menembus vaginanya. Itu juga membuatku merasa nikmat. Dengan teratur aku mulai menggerakkan pantatku maju mundur. Kemaluanku pun keluar masuk lubang vaginanya dengan teratur dan berirama.

“Ohhh…yaaahhh….ayo sayang bergerak makin cepat, aku sudah nggak tahan lagi,” bisik santi diiringi desahan dan desisan nikmat.

Aku pun semakin bersemangat mengocok. Saking bersemangatnya suara kemaluan kami yang beradu sampai mengeluarkan suara berdecak-decak. Tetapi semua teredam oleh bunyi berisik suara mesin kereta.

Aku terus memacu menuju ke puncak dan agaknya Santi akan sampai lebih dulu. Kurasakan tubuh Santi semakin menegang. Otot-otot di seputar lubang kemaluannya juga semakin terasa kencang menjepit kemaluanku. Lendir yang ia keluarkan juga semakin deras.

“Ayo Bagasss….aku sudah mau keluar nihh…” kata Santi dengan nafas tak beraturan.

Aku justru menghentikan gerakanku. Kutarik tubuh Santi agar berubah posisi. Kusuruh ia menungging dengan paha terbuka. Kuarahkan penisku pada lubang kemaluannya yang terbuka lebar. Sesaat saja langsung amblas ditelan lubang vaginanya. Sesaat kemudian aku sudah kembali bergerak maju mundur. Kali ini gerakanku semakin tak beraturan.

“Yahhhh….ayooo…terus sayang…aku mau keluar nihh…” kata Santi lagi.

“Sabar, sayang. Aku juga mau keluar. Kita keluarin sama-sama,” sahutku.

Kucengkeram pinggang gadis itu dan kugerakkan kemaluanku semakin cepat. Kurasakan dinding-dinding vagina Santi semakin mengeras dan menjepit kemaluanku. Kurasakan tubuhku juga semakin menegang. Ada sesuatu yang seolah bergerak dari sekujur tubuhku menuju satu titik pada kemaluanku.

Aku menekan dengan hentakan keras. Kupeluk tubuh Santi dari belakang dengan erat, sehingga kemaluan kami berpaut erat sekali. Tubuhku mengejan dan muncratlah berkali-kali air maniku menyembur dalam vagina gadis itu. Kurasakan Santi pun mengejan dan membanjirlah lendirnya menyambut air spermaku.

Sesaat kemudian tubuhku terasa lemas. Kupeluk tubuh Santi dari belakang tanpa melepaskan kemaluanku dari dalam lubang kemaluannya. Kurasakan juga tubuh Santi yang tadi tegang, sekarang sudah kembali normal.

“Ouw!” pekik Santi manakala batang kemaluanku kucabut dari dalam lubang kemaluannya.

Aku duduk di atas kotak itu dan kutarik tubuh Santi ke atas pangkuanku. Kutatap wajahnya yang memerah dengan titik-titik keringat menghiasi dahinya. Kukecup dengan mesra bibirnya yang basah.

“Thanks ya, Bagas,” bisik gadis itu. Aku hanya tersenyum membalasnya.

Kupeluk tubuh gadis itu dengan erat lalu kukecup puting susunya. Ia menggelinjang.

“Ahh, kamu memang nakal. Mau lagi?” tawarnya. Aku hanya mengangguk.

“Sudah satu jam. Nanti aku dicari teman-temanku,” sahut Santi sambil merapikan pakaiannya. Aku seolah menunjukkan wajah kecewa.

“Jangan marah dong. Nanti kan kita bisa ketemu lagi. Hari ini aku off, besok pagi aku baru kembali ke Jakarta. Kamu nginap dimana?” tanya Santi sambil mengecup pipiku.

Aku pun memberikan alamat Hotel tempat aku akan menginap yang rupanya tak jauh dari mess pegawai kereta api tempat ia menginap. Setelah terlihat rapi, Santi pun meninggalkanku.

Aku baru sadar setelah ia tak kelihatan lagi, kalau celana dalamnya masih kukantongi. Aku pun segera merapikan pakaianku lalu kembali ke tempat dudukku. Biarlah celana dalam itu kusimpan sebagai kenangan kalau nanti malam ia tak jadi datang.

Bersambung…

1 2 3
Itil Service

Related Posts

Leave A Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *