Wednesday, November 20, 2024

Pikiran Mama Melayang

News Online Itil
Cerita Sex Pikiran Mama Melayang – Saat pulang, Raffa menyadari mamanya sedang memasak. Beberapa tahun lalu, ayah Raffa -yang terbilang keras- meninggal. Meski terbilang keras dan suka memaksa, namun tetap saja menimbulkan luka yang mendalam di hati Raffa dan mamanya. 
Mamanya memutuskan untuk menjual rumahnya dengan alasan terlalu banyak kenangan. Beberapa bulan kemudian mama Raffa menikah kembali. Namun Raffa memutuskan untuk mengontrak rumah sendiri daripada ikut ke ayah tirinya.
Belum juga setahun, mama Raffa sudah cerai. Setelah itu, berkali – kali gonta – ganti pacar, namun ternyata tak ada yang tahan lama.
Cerita Sex Pikiran Mama Melayang

Cerita Sex Setiap kali kembali sendiri, mama Raffa selalu ikut di kontrakan Raffa. Sebenarnya Raffa tak keberatan, namun ia merasa mamanya benar – benar kelewatan. Masa dari beberapa pria, kagak ada yang cocok sama sekali.
“Kenapa lagi sih mah?”
“Biasalah.”
Raffa menghela nafas mendengar jawaban mamanya. Entah pria – pria yang mendekati mama yang bermasalah ataukah mamanyalah yang bermasalah. Namun, melihat anaknya menghela nafas, tiba – tiba mama memeluk Raffa.
“Ya sudah, Raffa mandi dulu deh ma.”
“Iya. Mama lagi buatin pepes peda kesukaan kamu nih.”
Setelah makan, mama langsung membersihkan meja, menyiapkan jus dan mengantarkan ke Raffa yang lagi nonton bola. Raffa tersenyum.
“Mungkin bentar lagi ada pria yang bakalan bawa mama,” pikir Raffa.
Tak terasa telah sebulan mama tinggal di kontrakan Raffa. Tiap pagi, selalu tersedia sarapan. Tiap Raffa pulang, kontrakan pun selalu rapih. Malam pun selalu tersedia masakan buatan mama. pokoknya, kini urusan perut Raffa sudah terjamin.
Saat pulang, sebuah vacum cleaner baru mengingatkan Raffa akan sesuatu. Vacuum cleaner yang gak begitu berguna di kontrakan Raffa, telah dibeli mamanya. Meski harganya mahal, jika berguna sih Raffa takkan mempermasalahkannya. Namun Raffa ingat, mamanya sedari dulu kadang suka beli barang mahal yang tak berguna.
Di dapur Raffa melihat mamanya entah sedang ngapain.
“Buat apa tuh di depan ma?”
“Tadi pas mama jalan – jalan, mama liat di mall. Kamu kan belum punya, ya mama beli deh.”
“Raffa gak punya karena memang gak butuh mah.
“Lagian, mama punya duit dari mana tuh?”
“Mama liat ada duit di lemari.
“Daripada nganggur, ya mama pake aja.
“Kan itu juga buat kamu juga.”
“Jadi, mama pake duit Raffa?
“Mama tau gak, tuh duit Raffa kumpulin buat yang lain mah.”
“Jaga kelakuanmu Raffa!”
“Lho, ini kan duit Raffa. Lagian mama pake tanpa ngomong dulu. Mestinya mama yang mesti jaga kelakuan!”
Raffa memelototi mama agak lama hingga akhirnya mama pun menunduk.
“Ntar mama ganti deh.”
Meski emosi namun Raffa tiba – tiba memeluk mamanya sesaat lalu pergi. Mandi. Di dapur, mama merasa sangat kesepian. Mama pun mulai memasak. Setelah makan, mama langsung ke kamar. Raffa merasa tak ada lagi yang mesti dilakukan. Pun Raffa ikut ke kamarnya.
Di akhir pekan, Raffa mengajak Leni (bagian konsultan di kantornya) makan malam. Sambil makan, leni mengelus kaki Raffa dengan kakinya sendiri. Setelah itu, Raffa mengajak leni ke kontrakannya naik taksi. Di dalam, leni santai di ruang tv. Raffa mengetuk lalu masuk kamar mamanya.
Mama sedang berbaring sambil baca buku di ranjang dengan hanya memakai tanktop.
“Ma, malam ini ada temen nginap.”
Menurunkan kacamata, mama menatap Raffa lalu mengangguk. Mengerti.
Raffa pun kembali ke ruang tv menemui leni.
“Abis ngapain lu?”
Tanpa jawaban, Raffa langsung mencium sambil melepas kancing baju leni. Selanjutnya, permainan birahi Raffa dan leni pun mulai makin seru. Saat Raffa sedang asik melahap memek, leni tiba – tiba mengencangkan pahanya hingga kepala Raffa agak terjepit.
“Ow… Lu siapa?” teriak leni.
“Raffa, siapa dia?”
Raffa menoleh. Raffa melihat mamanya berdiri. Ternyata, mama memakai babydoll putih dan celana dalamnya hitam. Sungguh terlihat kontras. Sesaat, Raffa bingung mesti jawab apa. Haruskah ia jawab mamanya sedangkan setahu leni, Raffa tinggal sendiri di kontrakannya.
“Udahlah. Gak usah dijawab.”
Leni pun berpakaian dan langsung pergi.
“Maaf,” kata mama sambil menunduk menatap lantai.
Raffa menatap mamanya sambil geleng – geleng. Hening. Saat mamanya terlihat akan beranjak, tiba – tiba Raffa bersuara.
“Maaf?
“Raffa kan udah bilang ada tamu. Mama gak ngerti atau gimana sih?”
Suara Raffa makin meninggi. Namun mama tak berani menatap anaknya.
“Jawab ma!
“Apa mama pikir ‘Sebaiknya keluar ah dan menyapa’”
Akhirnya mama menatap Raffa. Wajahnya penuh kemarahan dan tangannya tak diam menunjuk – nunjuk.
“Sebenarnya ada apa sih dengan mama?”
Raffa pun bangkit dan berdiri di depan mama. nafas Raffa terasa hangat menyentuh kulit mamanya.
“Kenapa tak ada pria yang tahan lama sama mama?
“Kalau saja papa dulu tak tegas, mungkin papa juga takkan tahan.
Mama mengalihkan pandangannya dari wajah Raffa. Raffa menatap mamanya dari ujung kaki hingga ujung rambut. Kontolnya masih tegang belum tersalurkan. Pentil susu mamanya terlihat mencetak babydollnya. Kakinya pun semulus kaki leni, meski usianya beda jauh.
“Ayo ikut!” kata Raffa sambil menarik tangan mamanya.
Raffa duduk di sofa. Lalu menarik mama hingga tengkurap di pangkuan Raffa. Pantatnya menungging. Tangan Raffa menyingkap rok hingga kini hanya terlihat cd mamanya saja.
“Apa-”
Mama mulai protes tapi kemudian berteriak saat tangan Raffa menampar pantatnya. Meski tak terlalu sakit, namun tetap saja mama terkejut.
“Hentikan!” teriak mama sambil mencoba menutupi pantat dengan tangannya.
Tapi tangan mama langsung dipegangi oleh Raffa. Raffa kembali menampar pantat mama. mama mencoba tegar tak menangis, namun ketegaran mama malah membuat Raffa semakin marah. Lalu Raffa menarik cd mama ke bawah hingga pantatnya benar – benar telanjang. Tiga kali tamparan membuat mama akhirnya menangis dan meronta – ronta.
“Mama memang mesti dihukum!”
Tamparan Raffa kembali mendarat di pantat mama. kini, mamanya hanya terdiam sambil menangis. Tangan Raffa melepas tangan mamanya lalu menyeka dahinya. Mama pun jatuh dari pangkuan Raffa dan kini meringkuk di lantai dengan cd melorot. Melihat keadaan mamanya, kontol Raffa malah makin menegang dan makin sange. Raffa tak ingin mama menyadari betapa ia sungguh menikmatinya. Raffa pun bangkit ke kamar lalu membanting pintu kamar hingga tertutup.
Di kamar, Raffa membasuh wajahnya. Melepas pakaian hingga telanjang. Lalu berbaring di ranjang.
“Raffa? Raffa?” Mama berbisik di pintu.
Raffa tak menjawab. Setelah itu, Raffa mengira mamanya langsung ke kamarnya sendiri. Ia mencoba mereka ulang adegan tadi dalam benak hingga akhirnya tertidur.
Di alam mimpi, kejadian tadi terulang. Namun, saat mamanya saat tangannya selesai menampar pantat mama, Raffa melebarkan paha mama. Raffa lalu meraba dan mengelus – ngelus memek mama hingga ia masuka satu jari ke dalam memek mama. Mama menangis memohon agar Raffa berhenti namun tangannya tetap menikmati memek mama.
Esoknya saat bangun Raffa merasa lelah. Raffa teringat mimpinya. Raffa merasa tak sanggup menatap mamanya. Untungnya saat Raffa keluar kamar, mama masih di kamarnya. Hari itu di kantor Raffa mengira – ngira apa yang kan terjadi ketika ia dan mama ntar bertatatapan lagi di rumah.
Saat pulang, rumah telah bersih dan makanan telah tersedia. Mamanya terlihat tenang seolah – olah tak ada sesuatu semalam. Raffa terus menunggu namun tak ada sesuatu yang terjadi. Saat malam, mama mencium pipi Raffa lalu beranjak ke kamarnya.
Akhirnya hari – hari telah berlalu hingga suatu saat teman – teman mengajak Raffa karaoke. Teringat mama yang kadang ngeluh tak pernah keluar rumah, Raffa pun sekalian ngajak mama agar ikut.
“Gak ah. Ntar mama ganggu lagi.”
“Ya enggak dong ma. Pasti seru deh. Banyak orang lagi.”
Raffa benar – benar ingin mama ikut. Akhirnya mama menyerah setuju. Dua jam kemudian, saat akan pergi mama masih mengurung diri di kamarnya. Raffa mengetuk pintu kamar.
“Ayo ma, udah mau mulai nih.”
“Mama gak jadi ikut.”
Raffa cemberut lalu membuka pintu kamar. Terkejut, mama mencoba menutupi tubuhnya yang hanya terbalut bh dan cd hitam. Sedang beberapa gaun terlihat berserakan di kasur.
“Ayo cepet pilih satu!”
Raffa terkejut menyadari betapa suara dan intonasinya mirip ayahnya. Pun mama menyadari apa yang Raffa sadari. Punggung mama langsung kaku, namun langsung memungut gaun hitam. Raffa menunggu di ruang tamu. Mama datang sambil memakai anting.
“Mama gak yakin nih.” Sambil bercermin.
Raffa melihat tak ada yang salah dengan pakaian mama.
“Mungkin mama mestinya gak ikut.” Rengek mama.
“Ayo pergi!” Raffa bersemangat.
“Mama gak jadi ikut,” kata mama sambil mencoba kembali ke kamarnya.
Raffa tak habis pikir. Ia ajak mama menemaninya dengan tulus. Tapi rupanya itu tak cukup. Apa lagi yang mesti Raffa lakukan. Raffa lelah dengan semua ini. Akhirnya Raffa menangkap tangan mama lalu menariknya hingga mama menempel ke dinding. Tangan Raffa yang bebas menarik rok dan dipegang oleh tangan lain yang menekan tubuh mama hingga terlihatlah pantat mama yang berbalut cd hitam.
“Oh.” Ucap mama. Tak terasa air mata mama jatuh saat pantatnya ditampar berkali – kali. Setelah selesai, mama merasa make up nya pasti kacau lagi. mama merasa takkan bisa duduk.
“Ayo pergi.” Kata Raffa.
Mama pun menyambar tas kecilnya. Di taksi, mama kembali merias dengan make up. Raffa sama sekali tak berbicara. Ia terus memperhatikan jalan yang terkena hujan. Raffa memikirkan hubungan mama dengan pria – pria semenjak papa meninggal. 
Mama memang mengakui mamalah penyebab rumah tangganya tak seharmonis orang lain. Tapi mama tak pernah memberi tahu kenapa setelah dengan papa, mama selalu gagal mencoba membina hubungan lagi. Apa mungkin papa sering menyiksa mama? memukul mama? Setidaknya saat mama tak menurut. Apa mama menyukai hukuman atau siksaan papa?
Mama tersenyum manis saat Raffa menatapnya. Mama mencoba terlihat senang meski sulit. Saat taksi berhenti dan mereka keluar, mama menatap ke jok dan mendapati jok agak basah.
Acaranya sendiri di lantai atas sebuah restoran. Meski minim cahaya, namun lantai dansa terlihat meriah. Mama memegang tangan Raffa yang menuntunnya ke meja yang kosong. Saat Raffa menawari minuman, mama mengangguk dan tersenyum.
Sambil menunggu, Raffa merenungkan tamparan yang telah ia berikan pada mama. pandangan pantat mama yang hanya berbalut cd membuat celananya makin sesak. Sebuah senyuman muncul di wajah Raffa.
Tiba – tiba, seorang wanita muda mengajak Raffa dansa. Tanpa pikir panjang Raffa pun setuju. Saat mereka di atas lantai dansa, pikiran Raffa melayang. Betapa nikmatnya perasaan saat menampar pantat mama. Meski Raffa tahu itu tak pantas dan tak boleh. Apa yang terjadi seandainya Raffa tak hanya menampar pantat saja. Apakah mama akan berteriak?
Raffa menguatkan pelukannya hingga menyadari wanita itu terkejut merasakan betapa celana Raffa serasa menekan lebih jauh. Wajah wanita itu terlihat terkejut sekaligus takut. Lalu wanita itu pun melepaskan pelukannya dan pergi. Raffa hanya bisa melihatnya.
“Mama lihat kamu dansa sama seseorang,” kata mama saat Raffa datang sambil bawa minuman.
Sesaat, Raffa merasa kecemburuan, namun wajah mama datar saja.
“Mana gadis itu?”
Raffa tertawa.
“Hehe… ternyata masih ada perawan disini. Ia tadi takut sama Raffa.”
Mama terlihat bingung tapi tak bertanya lebih lanjut.
“Mau dansa?” tanya Raffa setelah mereka minum.
“Oke.” Kata mama cepat.
Raffa menatap mama sesaat. Apakah mama setuju karena ingin menari atau karena takut ditampar lagi pantatnya jika menolak? Raffa sadar takkan mendapat jawabnya.
Raffa memegang lengan mama mengikuti pasangan yang lain. Untuk pertama kali Raffa menatap mama cukup lama. Wajah mama masih bersih. Pipinya bulat dan ada sedikit keriput di sudut mata. Rambut mama disisir ke belakang hingga atas bahu. Raffa menunduk saat mama mengalihkan pandangan. Raffa menghela nafas melihat susu mama.
Mama makin erat memeluk Raffa. Susunya makin menekan dada Raffa. Raffa merasa kontolnya makin menegang. Tangan Raffa makin menekan hingga mereka makin erat. Aroma rambut mama memenuhi hidung Raffa. Raffa dan mama menari. Mama lalu menyadari betapa anaknya ternyata sangat tertarik padanya. Tangan mama menekan pantat Raffa hingga diantara keduanya terganjal sesuatu yaitu kontol Raffa.
Alunan musik makin membuat Raffa menyadari betapa kontolnya kini berdenyut – denyut. Raffa yakin mama pun pasti menyadarinya. Sambil senyum, Raffa melepas pelukannya dan bergerak agak mundur.
Mama tenganga melihat tingkah anaknya lalu menjauhi lantai dansa. Raffa melihat mama menjauhi, jangan – jangan kedekatannya telah menyinggung mama. Raffa ucapkan untuk pamit pada teman – teman lalu menyusul mama. Di dalam taksi Raffa dan mama memilih diam. Raffa tak berani menatap mama takut mama marah. Sampai di rumah, mama langsung ke kamar sedangkan Raffa nonton tv sebentar, lalu ke kamar.
Raffa kembali memimpikan mama. Kali ini, Raffa dan mama pun sedang berdansa. Namun, alih – alih memakai gaun, mama malah dansa dengan memakai baby doll. Tangan Raffa menekan pantat mama agar makin menempel. Tiba – tiba, Raffa telah telanjang dan dengan ditekannya pantat mama, maka amblaslah kontol Raffa di memek mama.
Mama mendengar Raffa bersuara seperti menangis. Entahlah. Mama memutuskan mengintip. Mama buka pintu kamar Raffa pelan – pelan. Perlahan, mama sibakkan selimut Raffa hingga terlihatlah kontol Raffa yang tegang tersembul keluar dari boxernya. Ujung kontolnya terlihat cairan bening.
“Oh… mama.” Raffa berucap dalam tidur. Pinggulnya bergerak tak bisa diam. Tiba – tiba mama merasakan kegembiraan melihat tingkah laku anaknya. Mama senang tahu bahwa dirinyalah objek dalam impian Raffa. Seutas senyum tersungging di bibir mama. Pelan, mama keluar lalu menutup pintu kembali ke kamarnya.
Sarapan ada di kamarnya saat mata Raffa membuka, namun mama tak kelihatan batang hidungnya. Di baki ada catatan berisi ” mama belanja dulu, biar kalau kamu pulang kerja masakan udah siap.” Raffa bersyukur membaca catatan itu. Ternyata mama tidak marah.
Sore pun tiba. Raffa pulang kerja. Begitu tiba di rumah, wangi masakan memenuhi hidung Raffa. Ternyata mama sedang menata meja. Mama memakai gaun kuning dengan rok selutut. Begitu menyadari kehadiran Raffa, mama mencium pipi Raffa dengan lembut. Lipstik di bibir mama meninggalkan noda kecil di pipi Raffa. Setelah mama menyekanya, mama tersenyum dan menyuruh Raffa duduk. Melihat Raffa telah duduk, mama menyerahkan bir yang langsung diterima Raffa.
Baru saja Raffa mau minum bir, tiba – tiba ia melihat catatan di sebelah piring. Setelah dilihat, diraba dan diterawang ternyata catatan itu adalah Struk. Struk sebotol parfum seharga satu juga tiga ratus ribu rupiah.
Seluruh nafsu makan Raffa pun lenyap entah ke mana.
“Apa – apaan ini?” teriak Raffa.
Mama menoleh terkejut. “Apa sayang?”
“Ini!” kata Raffa sambil menunjukan Struk.
“Apa sih maksud mama?”
Meski gelisah, mama menatap Raffa. Sambil terus menatap, mama mendekati ujung meja lalu membungkuk ke meja hingga pantat mama membusung. Raffa terkejut melihat aksi mama. ternyata mama ingin di tampar pantatnya. Mama tahu beli parfum mahal bakal bikin Raffa marah, apalagi menunjukan struknya. Jangan – jangan parfum belum dibuka sama sekali. Bahkan belum dikeluarkan dari kantong belanja. Kenyataan ini membuat emosi Raffa menghilang. Raffa pun menghirup udara agak panjang.
Mama melihat Raffa duduk ternganga sambil menatap. Sepertinya Raffa sedang berpikir. Mama pun memutuskan untuk diam menunggu. Mama merasa memeknya mulai berkedut – kedut. Raffa berdiri. Mama melihat benjolan di celana Raffa. Raffa terlihat mulai terangsang. Mama kembali menatap mata Raffa hingga Raffa beranjak ke belakang mama. saat mama kembali menatap ke depan mama merasa Raffa mulai menaikkan roknya.
Raffa ternganga melihat memek mamanya ditumbuhi bulu bulu halus. Kontol Raffa makin mengeras hingga celana pun mulai terasa sesak.
Raffa menyentuh pantat mama. Jari – jarinya mengusap dengan lembut. Saat jari Raffa mulai menyentuh sisi memek mama, jari Raffa ternyata basah. Raffa merasa mendengar desahan mama. Raffa tarik tangannya lalu menampar pantat mama dengan keras.
“Owww.”
Mata mama membasah. Namun tubuh mama tetap diam tak bergerak. Mama menggigit bibir saat pantatnya ditampar lagi dan lagi. Bergantian Raffa menampar pantat kiri dan kanan mama. Namun, tangan Raffa pun mulai merasa sakit.
Raffa menghentikan aksinya. Membuka laci lalu mengeluarkan susuk kayu untuk memasak. Kini, susuk kayu itu yang menggantikan tangan Raffa menampar pantat mama. Erangan mama kini memenuhi dapur saat mama sedang dihukum oleh anaknya. Setelah beberapa saat mama mulai berteriak sambil menangis. “Maafkan mama. Maafkan mama.”
Saat mama akhirnya menutupi pantat dengan tangan, Raffa pun menghentikan aksinya. Raffa mencoba mengatur nafas. Saat menatap pantat mama, Raffa tiba – tiba merasa kasihan. Pantatnya terlihat sangat merah. Jangan – jangan mama tidak akan bisa duduk. Raffa membelai pantat merah mama. Elusan jari – jari Raffa pada memek membuat mama melenguh. Lalu Raffa eluskan jarinya yang agak basah pada pantat merah mama.
“Oh…” tangis mama sambil menahan getar tubuh. Mama menutup mata. Saat mendengar suara sleting diturunkan, mama bersukur senang. Mama lalu melebarkan paha dan mengangkat pantatnya.
Raffa melorotkan celana hingga selutut. Raffa menyentuh memek mama hingga tangannya basah. Lalu menyentuh kontolnya.
“Mama mesti diginiin. Raffa tahu mah.” Kata Raffa sambil menyentuhkan kontol ke memek mama. Raffa lalu mendorong pantatnya.
“Ahh…” erang mama saat kontol Raffa memenuhi memek. Perihnya pantat mengingatkan mama betapa dulu suaminya sering melakukan ini padanya. Setelah memukul mama, suaminya selalu ngentot baik dengan lembut ataupun dengan keras. Sentakan kontol membuat mama menutup mata dan berbaring pada meja. Pikiran mama melayang menikmati sensasi seorang pria. Nafas mama makin terengah disertai nafas Raffa. Meja pun bersuara akibat didorong oleh dua insane yang sedang memadu nafsu terlarang.
Raffa menatap kontolnya yang sedang menggenjot memek mama. Cairan putih terlihat samar di kontolnya.
“Mama selalu bikin masalah. Mama memang pantas dihukum.”
Mendengar suara anaknya membuat mama orgasme. Tangan mama meraih sisi meja dan memegangnya erat – erat sambil mengerang penuh kenikmatan. Raffa merasa memek mama berdenyut – denyut seperti memeras kontolnya. Tak pelak, perlakuan ini membuat Raffa merasa orgasmenya kian dekat. Suara daging beradu memenuhi ruangan.
Akhirnya Raffa merasa orgasmenya sudah didepan kontol. Dengan erangan keras, Raffa tusukan kontolnya dalam – dalam sambil menyemburkan lahar panas ke memek mama. gelombang kenikmatan melanda mama hingga memeknya memeras kontol anaknya.
Setelah selesai, Raffa melihat pantat merah mama. Saat dicabut, kontol Raffa terdapat cairan – cairan putih menetes. Tangan Raffa meremas pantat mama, kanan dan kiri. Lalu melebarkan pantat hingga anus mama terlihat. Setelah mengelus anus mama, Raffa mencoba menusukan jempol ke anus mama.
Mama hanya bisa berbaring pasrah di atas meja saat anusnya dimainkan jempol anaknya. Tak pernah ada kontol yang pernah memasuki anus mama. Lalu Raffa mundur menjauh dari mama lalu kembali memakai celana. Mama bangun hingga roknya kembali menutupi memek dan pantat mama.
“Bersihin dulu tuh badan terus makan.”
Setelah Raffa pergi, mama pun mandi. Saat Raffa kembali, mama menyiapkan makanan lalu memberikannya ke Raffa. Setelah itu mama menyiapkan makanan untuknya sendiri. Dalam diam Raffa makan. Sambil mengunyah, Raffa memikirkan apakah mamanya akan membicarakan apa yang baru saja terjadi, namun ternyata tak terjadi. Percakapan yang ada hanyalah bahwa mama berjanji akan mengembalikan parfum yang sudah dibeli.
Setelah makan, Raffa pun mandi. Aroma keringat dan sperma membuat Raffa tak nyaman. Saat air mengguyur tubuhnya Raffa mengira – ngira apa yang akan terjadi perihal hubungannya dengan mama. Memang telah lama Raffa sering menghayal ngentot mama. Tapi, apa yang akan terjadi selanjutnya? Apakah Raffa ingin ini terus berlanjut? Apakah mama ingin ini terus berlanjut?
 
Kelanjutannya :
Raffa duduk di sofa lalu menonton tv. Menunggu apakah mama akan menyinggung hal yang telah terjadi di dapur. Mama muncul memakai daster. Saat iklan, mama ngajak ngobrol basa – basi. Tapi saat acara tv berlangsung, mereka diam. Setelah beberapa saat, mama mencium dahi Raffa lalu pergi ke kamar. Raffa menggelengkan kepalanya, bingung tapi juga lega. Raffa pun beranjak lalu ke kamar. Tidur.
Hari – hari pun berlalu. Raffa sedikit berharap mama akan menyinggung kejadian di dapur. Tapi ternyata tidak. Di akhir pekan, mama keluar jalan – jalan. Entah ke mana. Kali ini mama tak membuat masalah yang biasanya selalu membuat mantan pacar / suaminya marah. Seolah – olah kini mama sudah agak berbeda.
Sebulan kemudian mama menceritakan pria baru. Seorang pengusaha waralaba yang mengajak mama tinggal serumah.
“Sekarang mama gakkan merepotkan kamu lagi.”
Raffa sering mengingat kembali kejadian di dapur sambil membayangkan reaksi mama setelahnya. Namun mama tak pernah mengungkit itu. Seolah – olah tak pernah terjadi. Sepertinya mama telah menyingkirkan memori tentang dapur, pikir Raffa. Kini, setiap kali Raffa ingat aksinya di dapur, Raffa hanya bisa menghela nafas dan tersenyum. Takkan pernah terjadi lagi. Pikir Raffa.
Tiga bulan kemudian mama mengabari bahwa mama akan menikah, lagi. Raffa pun menginap di hotel dekat tempat resepsi. Siangnya, saat sedang santai di kamar, Raffa mendengar ketukan pintu. Saat membuka pintu, Raffa melihat mamanya berdiri memakai rok krim, blazer, blus putih dan sabuk coklat. Rambutnya sebahu.
“Hai sayang,” kata mama.
Suara mama membuat kontol Raffa bereaksi. Cara mama berucap, nadanya persis sama saat kejadian di dapur, dulu.
“Boleh mama masuk?”
Setelah menyilakan mama masuk, Raffa mengambil bir di minibar lalu bergabung dengan mama. Raffa melihat mama sedang melepas sepatunya lalu naik ke kasur. Karena berdiri di belakang mama, Raffa pun menatap sambil mengagumi pantat mama.
“Mama rasa, mama akan mengacau lagi,” kata mama lalu berbalik menatap Raffa.
“Mama ingin,” suara mama bergetar. “Mama ingin,” Raffa melihat kekuathiran dan rasa takut di mata mama. “Sekali lagi.”
Jantung Raffa berdetak makin kencang memompa sel darah merah hingga memenuhi kontol Raffa. Raffa letakkan bir lalu beranjak ke kasur. Tangan Raffa meluncur di pantat mama, lalu mengelusnya.
“Tarik ke atas,” suara Raffa mencoba menyembunyikan rasa senangnya.
Mama menurut lalu menarik ujung rok hingga ke pinggangnya. Raffa melihat penuh kekaguman saat celana dalam mama terlihat. Raffa bisa melihat di cd mama betapa mama sudah sangat terangsang. Aroma memek mama begitu kuat membuat nafsu liar Raffa makin menggebu.
Mama berteriak saat tangan Raffa mendarat keras di pantatnya. Menggigit bantal, mama mencoba menahan tangis saat tamparan lain mendarat terus – menerus. Raffa pun merasakan tangannya sudah terasa sakit. Setelah itu Raffa menghentikan tamparannya. Kini, jarinya menekan cd mama yang sudah basah. Dorongan jari Raffa menyebabkan pantat mama mendorong. Raffa melihat tubuh mama bergetar penuh kenikmatan. Kini, jari Raffa yang agak basah Raffa usapkan pada pantat merah mama.
Raffa agak mundur, lalu menarik rambut mama hingga membuat mama berbalik dan kini berlutut di hadapan Raffa. Celana Raffa terasa sesak. Air mata di wajah mama Raffa usapkan ke bongkahan celananya. Mama merasakan bongkahan celana anaknya menekah pipi. Raffa lalu menyentuh dagu mama dan menariknya hingga bisa saling menatap. Dengan tangan satunya, Raffa membuka sleting dan mengeluarkan kontol. Mata mama menatap mata Raffa, lalu Raffa mengangkat kontolnya hingga ada di depan wajah mama.
Daging hangat itu menekan bibir mama. Sesaat, hanya sesaat mama menatap mata Raffa, lalu mengeluarkan lidah dan mulai menghisap kontol anaknya. Mama menutup mata dan mulai memasukan kontol ke mulut. Lidah mama menyapu helm kontol membuatnya basah oleh liur. Dengan pelan mama menyepong kontol anaknya. Erangan kecil keluar dari mulut mama.
Raffa melihat mama mencium lembut kontolnya. Pelayanan mama membuat Raffa senang. Pinggul Raffa mulai bergoyang maju mundur. Kini, hampir seluruh kontol Raffa ada di mulut mama. Menyadari yang nyepong kontolnya adalah mama makin membuat kontol Raffa menengang dan membesar.
“Oh… ma… Hisap kontol Raffa ma.”
Memek mama berdenyut mendengar ucapan anaknya. Tangan Raffa menyentuh wajah mama. Mama merasakan kontol Raffa mulai mengeluarkan cairan.
Raffa mencabut kontolnya membuat mama merintih seolah tak rela. Raffa mencoba melepas pakaian mama sebisanya. Raffa ternganga saat susu mama kini terlihat. Raffa pun menunduk lalu menyusu pada mama.
“Oh… nak…”
Mama mengerang saat susunya dihisap dan diremas oleh anaknya. Lalu Raffa bangkit dan melepas pakaiannya.
“Raffa entot susu mama dulu.”
Raffa menempatkan kontol diantara susu mama. Mama lalu menekan kedua susunya. Raffa pun mulai menggoyangkan pinggulnya. Saat kontol Raffa diatas, lidah mama mencoba menjilatnya.
“Ayo nak, entot susu mama. Semburkan spermamu nak.” Suara mama terdengar seksi. Raffa menapat mama sambil terus ngentot susunya. Akhirnya orgasme melanda Raffa membuat mama terkejut saat sperma Raffa mendarat di leher, dagu dan wajah mama. Raffa melolong merasakan kenikmatan.
Raffa pun menarik kontol sambil menghela nafas lalu berbaring di sisi mama. kini, pantat mama menekan kontol Raffa. Tangan Raffa mengelus memek mama. Jari Raffa mulai memasuki memek mama dan memainkannya.
“Oh nak… “ erang mama kenikmatan saat jari tangan Raffa ngentot memek mama. Sambil memengang tangan Raffa, mama menggoyangkan pinggulnya. Sambil menjepit tangan Raffa dengan paha, mama menggetar nikmat.
Kini, Raffa mendorong mama ke samping lalu berlutut di belakang mama. Raffa terus membelai memek mama lalu mengusapnya ke atas ke pantat merah mama. Usapan ini membuat mama merasakan pedih dan nikmat sekaligus. Anus mama terasa sakit sedangkan memek mama berdenyut nikmat. Sensasi ini membuat mama merasa akan orgasme.
Raffa menghentikan aksinya. Cairan mama membasahi tangan Raffa. Menoleh mama menatap Raffa. Wajahnya masih penuh nafsu menuntut penyelesaian.
“Teruskan nak,” ratap mama.
Raffa menatap mama, bingung. Mama pun nungging. Tangan mama lalu melebarkan pantat. Jempol mama mengusap anusnya sendiri. Melihat aksi mama membuat kontol Raffa kembali menegang. Lalu Raffa menatap mama. Setelah menatap Raffa, mama lalu menutup matanya. Sambil memegang kontol, Raffa kembali menekan kontol ke memek mama.
Mama merintih saat Raffa kembali menjamahnya. Rambut mama dijamak Raffa hingga menoleh dan mulut mama dimasuki dua jari Raffa yang langsung disepong mama. Setelah Raffa merasa dua jarinya basah, Raffa pun mencabutnya. Kedua jari basah Raffa kini mengelus anus mama. Saat Raffa mencoba memasukan jari ke anus, mama melolong memenuhi ruangan. Aksi Raffa membuat mama kesakitan sekaligus nikmat.
”Siap ma.” bisik Raffa lalu menarik kontol dari memek mama. Sedang kedua jari Raffa kini mulai masuk ke dalam anus mama. Setelah beberapa saat, Raffa mencabut jarinya lalu mencoba menekan kontol ke anus mama.
“Oww!” teriak mama lalu mulai terengah – engah. Mama mencoba santai agar rasa sakit yang timbul dari kontol anaknya bisa sedikit berkurang.
‘Terlalu kering nak.’ Bisik mama saat Raffa terus mencoba memerawani anusnya. Raffa lalu mencabut kontol dan meludahi dan menggeseknya ke anus mama hingga dirasa cukup. Setelah itu Raffa mencoba lagi menusuk kontol ke anus mama.
Mama mencoba menguatkan diri saat kontol anaknya mulai merambah anusnya. Sakit dan nikmat bercampur saat mama menyadari betapa terlarangnya persetubuhan ini hingga membuat mama bertahan. Memek mama kembali basah saat jari mama memainkan klitorisnya sendiri.
“Terlalu besar nak.” Mama menangis sambil menggoyang pinggul. Kontol anaknya terasa makin membesar dank eras. “Entot mamamu nak. Entot pantat mama!”
Peluh membanjiri tubuh Raffa meski ruangan berAC. Raffa berkonsentrasi mencoba menusukkan kontolnya agar sukses menjamah anus mama. Namun, sempitnya anus mama membuat kontol Raffa semakin tak tahan hingga Raffa merasa orgasmenya mendekat.
“Keluarkan di pantat mama nak!” jerit mama saat merasakan tusukan Raffa makin cepat. Akhirnya mama merasakan semburan lahar panas di anusnya. Sperma pun meleleh mengalir keluar dari sela anus mama. Mulut Raffa terbuka menikmati sensasi orgasme di dalam anus mama.
Akhirnya kontol Raffa keluar dari anus mama. Cairan putih pun tumpah saat mama berguling. Raffa menatap mama. Wajah penuh birahi kini digantikan dengan wajah penuh kepuasan dan kedamaian.
“Terimakasih nak.” Senyum mama.
Esoknya calon suami mama menjabat tangan Raffa. “Mamamu sangat spesial. Aku akan menjaganya.”
Raffa tersenyum lalu memeluk ayah tirinya. Setelah itu Raffa menatap mama dan tersenyum lebar. Raffa lalu memeluk mama sambil berbisik.
“Tiap kali mama lepas kendali. Mama akan Raffa hukum agar tak merepotkan suami mama.”
Mama tersenyum mendengar bisikan anaknya. Mama lalu mencium pipi Raffa. Kini mama menyadari apa yang telah lama hilang. Dan yakin bahwa pernikahan kali ini akan langgeng dengan adanya Raffa, anaknya yang bisa menghukumnya.
Itil Service

Related Posts

Leave A Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *