Saat Feri melakukan itu, puting tetekku yang lain tidak dibiarkannya menganggur begitu saja. Dengan nakal jari-jari tangan Feri memilin dan memelintir puting tetekku ini. Dan jika dia telah menggigit salah satu di antaranya, maka tangannya akan memencet puting yang lain dan menariknya dengan penuh gairah.
Dan itu dilakukan Feri bergantian kepada kedua puting tetekku secara berulang-ulang. Perbuatannya itu makin membuatku lupa daratan dan serasa melayang-layang di awan di Rumah Orang Tuaku
“Saann. . !” Jeritku lirih memanggil namanya saat untuk yang kesekian kali, puting tetekku disedotnya kuat-kuat.
Aku menggelinjang kegelian. Hisapan itu nikmat luar biasa. Selangkanganku semakin basah dan meradang. Tubuhku menggeliat-geliat bagai ular kepanasan mengimbangi permainan lidah dan bibir Feri di tetekku yang terasa semakin menggelembung keras.
“Oohh Kak. . Teteknya bagus banget. . Mmphh. . Wuih. . Montok banget. .” rayu Feri sambil terus memainkan sepasang tetekku.
Tubuhku terus menyambut hangat setiap kecupan mesra bibirnya. Badanku melengkung dan dadaku kubusungkan untuk mengejar kecupan bibir Feri. Lalu kudorong kepala Feri ke bawah menyusur perutku. Dia mengerti dengan apa yang kuinginkan saat ini.
Dengan nafas menggebu-gebu, ia mulai bergerak. Kedua tangan Feri menyelusup ke bawah tubuhku dan mencekal pinggang, mengangkat pinggulku dan meloloskan kimono yang tersangkut di bawah kemudian mencampakkannya entah ke mana.
Kini aku benar-benar telanjang bulat tanpa sehelai benang pun yang menghalangi. Kulirik Feri yang terpesona memandangi ketelanjanganku. Gairahku semakin meletup melihat tatapan penuh birahi Feri, membuatku begitu bangga dan tersanjung.
Walau sudah sering melihatnya, tetap saja Feri terkagum- kagum jika melihatku dalam keadaan telanjang seperti ini. Mataku melirik ke bawah melihat tonjolan keras di balik CD-nya. Dadaku berdegup, selangkanganku berdenyut dan semakin membasah oleh gairah membayangkan kontol keras dibalik CD-nya.
“Saann. . Nnghh. . Jangan diliatin aja. . Dingin nih. .” rengekku manja dengan gaya yang genit. Feri seperti tersadar dari lamunannya, dan mulai beraksi lagi.
“Abisnya badan kakak seksi banget sih. . Gak bosen aku ngeliat ni badan kalo lagi telanjang. .” katanya seraya melepaskan CD hingga kini kami sama-sama telanjang.
Kulihat kontolnya yang keras itu meloncat keluar seperti ada pernya begitu lepas dari kungkungan CD. Mengacung tegang dengan gagahnya, besar dan panjang. Terlihat olehku otot-otot melingkar di sekujur kontol itu. Aku sudah tak sabar lagi ingin merasakan kekerasannya dalam genggamanku.
Yang dimiiki Feri ini membuat punya suamiku seperti milik anak kecil saja. Segera kusambut tubuh Feri yang menindih badanku lagi. Aku langsung menyambut hangat ciuman Feri sambil merangkulnya dengan erat. Ciuman itu benar-benar membuatku terhanyut oleh gairah yang semakin meninggi.
Terlebih lagi saat kurasakan kontol Feri yang keras menggesek-gesek perutku, gairahku semakin meledak-ledak dibuatnya. Feri kembali menciumi tetekku, kurasakan dan kuresapi setiap remasan dan hisapannya dengan penuh kenikmatan. Aku tak mau berdiam saja diwanja seperti itu.
Dengan nakal tanganku menggerayang ke sekujur tubuh Feri, bergerak perlahan namun pasti ke arah kontolnya. Hatiku berdesir kencang saat merasakan kontol nan keras itu dalam genggamanku, kutelusuri mulai dari ujung sampai ke pangkalnya.
Jemariku menari-nari lincah menelusuri urat-urat yang melingkar di sekujur kontolnya. Kudengar Feri mengeluh panjang. Kuingin dia merasakan kenikmatan yang kuberikan. Ujung jariku menggelitik moncongnya yang sudah licin oleh cairan. Lagi-lagi Feri melenguh, kali ini lebih panjang.
Tiba-tiba saja dia membalikkan tubuhnya, kepalanya persis berada di atas selangkanganku sementara miliknya persis di atas wajahku. Kulihat kontol Feri bergelantungan, ujungnya menggesek -gesek wajahku hingga dengan refleks mulutku langsung menangkap kontol itu.
Kukulum pelan-pelan dengan penuh perasaan. Feri sepertinya tidak mau kalah dengan gerakanku yang agresif. Lidahnya menjulur menelusuri garis memanjang bibir memekku. Hal ini membuatku terkejut, tubuhku bergetar seakan diserang listrik.
Kurasakan darahku berdesir kemana-mana, sementara lidah Feri bermain semakin lincah. Menjilat, menusuk-nusuk, menerobos rongga rahimku. Ini membuatku seperti melayang-layang di atas awan. Nikmatnya sungguh tidak terkira, pinggulku tak bisa diam mengikuti kemana jilatan lidah Feri berada.
Tubuhku seperti dialiri listrik berkekuatan tinggi. Gemetar menahan desakan kuat dalam tubuhku. Aku semakin tak tahan menerima berbagai kenikmatan yang dibuat oleh lidah Feri. Perutku mengejang, kakiku merapat, menjepit kepala Feri.
Seluruh otot-ototku menegang, dan jantungku serasa berhenti berdetak. Sekuat tenaga aku bertahan sampai akhirnya tubuhku tak mampu lagi menahan kenikmatan gelombang orgasme yang meledak-ledak.
Diiringi jeritan lirih dan panjang, tubuhku menghentak berkali-kali mengikuti semburan cairan hangat dalam memekku. Aku terhempas di atas ranjang dengan tubuh lunglai tak bertenaga. Lagi-lagi puncak kenikmatan orgasme yang kuraih bersama Feri terasa dahsyat dan luar biasa.
“Oohh. . Ssann. . Nghh. . Enak sekali. .” rintihku tak kuasa menahan diri.
Mengapa kenikmatan seperti ini tak bisa lagi kudapatkan dari suami yang sangat kucintai, yang ada hanya rasa menggantung jika sedang bercumbu dengannya. Semenatara Feri memberikan kenikmatan tak terhingga setiap kali kami bercinta.
Sambil menetralisir nafasku yang naik-turun tak karuan, kulihat Feri tersenyum di bawah sana. Dia pasti sangat bangga dengan kehebatannya bercinta karena selalu mampu membuatku mencapai puncak kenikmatan orgasme yang sejati.
Feri tahu bahwa suamiku tidak dapat memuaskan tubuhku seperti saat dia mencumbuku. Aku tak bisa berbuat banyak, karena kuakui kalau aku sangat membutuhkannya saat ini. Membutuhkan apa yang sedang kugenggam dalam tanganku ini, benda yang berulang kali telah memberikan kenikmatan lebih daripada apa yang kurasakan barusan. Feri masih menjilati sisa-sisa cairan yang keluar dari memekku.
Jemariku meremas-remas kembali kontolnya. Kukocok perlahan lalu kumasukkan ke dalam mulutku, kukulum dan kujilat-jilat. Kurasakan tubuh Feri meregang dan dari mulutnya keluar rintihan kenikmatan. Aku tersenyum melihatnya seperti itu, aku ingin memberi kepuasan pada Feri seperti dia telah memuaskan tubuhku. Kulumanku semakin panas, lidahku melata-lata liar di sekujur kontolnya.
Terdengar suara kuluman mulutku, sementara Feri terus merintih-rintih keenakan. Dia menggerakkan tubuhnya di atasku seperti sedang bersenggama, hanya saja saat itu kontol kelaminnya menancap dalam mulutku.
Kuhisap dan kusedot kuat-kuat, tapi dia belum memperlihatkan tanda-tanda akan segera mencapai klimaks. Mulutku mulai terasa kaku karena kelelahan sementara gairahku mulai bangkit kembali, memekku sudah mulai mengembang dan basah lagi. Sementara kontol Feri masih tegak dengan gagah perkasa, bahkan lebih keras.
“Udah Kak. . Ganti posisi aja ya. .” kata Feri seraya membalikkan tubuhnya dalam posisi umumnya bersetubuh.
Dasar pejantan tangguh pujiku dalam hati. Feri memang piawai dalam bercinta, padahal baru sebulan kami berhubungan, dia sudah sepandai ini, batinku. Dia tidak langsung memasukkan kontol kelaminnya dalam lubang memekku, tetapi digesek-gesekkan dahulu di sekitar bibir memekku.
Dengan sengaja ia menekan seperti hendak dimasukkan, tetapi kemudian di gesekan kembali ke ujung atas bibir memekku hingga menyentuh itil. Ngilu, enak dan entah apa rasanya. “Saann. . Aduuhh. . Aduuhh saann! Sshh. . Mmppffhh. . Ayo saann. . Masukin aja. . Nggak tahann. .” pintaku menjerit-jerit tanpa malu.
Aku hampir mencapai orgasme lagi saat membayangkan betapa nikmatnya saat kontol Feri yang perkasa itu mengisi memekku yang masih rapat dan singset terawat. “Udah nggak tahan ya. . Kak. .” candanya hingga membuatku blingsatan menahan nafsu.
Aku gemas sekali melihatnya menyeringai seperti itu. Aku langsung menekan pantat Feri dengan kedua tanganku sekuat tenaga. Feri sama sekali tak menyangka akan hal itu, ia tak sempat lagi menahannya.
Maka tak ayal lagi kontol Feri melesak ke dalam memekku. Aku segera membuka kedua kakiku lebar-lebar, memberi jalan seleluasa mungkin bagi kontol kelamin perkasa itu. Terasa kontol itu sangat sesak sehingga membuat memekku terkuak lebar-lebar.
Kulihat wajah Feri terbelalak tak menyangka akan perbuatanku. Ia melirik ke bawah melihat seluruh kontolnya telah terbenam dalam memekku. Aku tersenyum menyaksikannya, Feri balas tersenyum.
“Kakak nakal ya. . Awas. . Ntar aku bikin mati keenakan.” ujarnya.
“Mau doongg. .” jawabku genit sambil memeluk tubuh kekarnya.
Feri mulai menggerakkan pinggulnya, pantatnya kulihat naik turun dengan teratur. Kadang-kadang digoyang-goyangkan sehingga ujung kontolnya menyentuh seluruh relung-relung memekku. Aku turut mengimbanginya, pinggulku berputar penuh irama. Bergerak patah-patah, kemudian berputar lagi.
Efeknya luar biasa, Feri memuji-muji goyanganku. Dia belum pernah melihat aku begitu bergairah sampai bisa bergoyang sehebat ini.
Aku semakin bergairah, pinggulku terus bergoyang tanpa henti sambil mengedut-ngedutkan otot memekku. Ini membuat Feri merasa kontolnya seperti dikulum-kulum dalam jepitan memekku.
“Akkhh. . Kaa. . Eennaakkhh. . , hebaathh. . Uugghh. .” erangnya berulang-ulang. Sementara tangan Feri semakin kuat meremas-remas dan memilin-milin puting tetekku dan bibirnya terus menyapu seluruh wajahku hingga ke leher, Feri semakin mempercepat irama tusukannya, kurasakan kontolnya yang besar keluar masuk memekku dengan cepatnya.
Aku berusaha terus mengimbangi kecepatan gerak pinggul Feri, dan harus kuakui permainan Feri sangat luar biasa. Aku bisa merasakan bagaimana rasa nikmat yang berawal dari memekku mulai menjalari seluruh tubuhku, tanda bahwa puncak orgasme mulai merasuki tubuhku.
Sementara Feri nampak berusaha keras untuk bertahan, padahal tubuhnya juga mulai mengejang-ngejang tak karuan. Aku merasa kalau dia juga hampir mencapai klimaks. Pinggulku meliuk-liuk semakin liar, sementara pantat Feri mengaduk-ngaduk kewanitaanku semakin cepat.
Semakin cepat tak beraturan, sehingga aku yakin kalau dia akan segera mengeluarkan sperma hangatnya dalam memekku. Tetapi secara tiba-tiba saja aliran kencang berdesir dalam tubuhku. Nampaknya tubuhku juga sudah hampir tidak tahan menerima rangsangan Feri terus-menerus.
Memekku terasa merekah semakin lebar, kedua ujung puting tetekku semakin mengeras, mencuat berdiri tegak. Bibir Feri langsung menangkapnya, dan menyedot kuat-kuat kemudian menjilatinya dengan penuh nafsu. Aku membusungkan dadaku sebisa mungkin dan oohh. . Rasanya aku tak kuat lagi bertahan.
“Ssaann. . ! Cepat keluarin doonng. . !” teriakku sambil menekan pantatnya kuat-kuat agar kontolnya lebih masuk ke selangkanganku.
Beberapa detik kemudian tubuhku bergetar hebat, diiringi oleh gelombang rasa nikmat tak terhingga saat cairan hangat menyembur dari memekku. Bersamaan dengan itu, tubuh Feri bergetar keras yang diiringi semprotan cairan hangat dari kontolnya di dalam memekku.
Feri langsung memeluk tubuhku erat-erat, dengan penuh perasaan aku membalas pelukan itu. Kami lalu bergulingan di ranjang merasakan kenikmatan puncak permainan cinta ini dengan penuh kepuasan.
Kami merasakan dan meresapinya bersama-sama, peluh yang membasahi tubuh kami berdua menjadi satu dan tak kami pedulikan lagi. Bantal dan guling berjatuhan ke lantai. Sprei berantakan tak karuan terlepas dari ikatannya.
Eranganku, jeritan nikmatku saling bersahutan dengan geraman Feri. Kakiku melingkar di sekitar pinggangnya, sementara bibirnya terus menghujani sekujur wajah dan leherku dengan ciuman-ciuman lembut.
Aku masih bisa merasakan kedutan-kedutan kontol Feri yang perkasa menggesek dinding memekku. Nikmat sekali permainan cinta yang penuh dengan gelora nafsu birahi ini. Aku termenung merasakan sisa-sisa akhir kenikmatan ini.
Tak kusangka kalau aku akan berhubungan badan dengan Feri di kamar orang tuaku. Dia memang seorang laki-laki jantan yang selalu memberi kejutan setiap kali kami bercinta. Setelah itu kami berdua tertidur dengan posisi aku menindih tubuhnya, sementara kontolnya masih menancap di dalam memekku.