Cerita Sex Permainan Cinta – Perkenalkan namaku Irma tapi biasa dipanggil I’in oleh orang di rumah. Aku sulung dari 4 bersaudara yang semuanya perempuan. Saat ini usiaku 34 tahun dan adik bungsuku Tita 21 tahun. Aku sangat menjaga bentuk tubuhku, dengan tinggi badan 167 cm dan berat badan 59 kg, tidak ada yang menyangka kalau aku sudah memiliki 2 orang anak yaitu Echa 6 dan Dita 3 tahun.
Kalau kata suamiku, teman-temannya sering memuji tubuhku, terutama pada bagian pinggul dan tetekku yang berukuran 34B hingga terlihat sangat seksi jika sedang mengenakan baju yang pressed body.
Percumbuanku dengan Feri terus berlanjut tanpa pernah ada halangan yang benar-benar mengganggu, seperti jika suamiku datang dari kota tempat dia bekerja, atau “tamu” wanita yang datang rutin tiap bulannya.
Setiap kali bercumbu dengannya aku selalu mendapatkan kenikmatan orgasme yang tak terhingga, mulai dari gaya yang baru sampai tempat-tempat yang selama ini tak pernah kukira akan dapat melakukan hubungan sex di sana hingga itu membuatku semakin merasa terikat dan sulit untuk dapat lepas darinya.
Tersange Salah satu tempat yang sangat berkesan olehku adalah saat kami berdua melakukannya di rumah orang tuaku. Itu semua berawal dari keberangkatan kedua orang tuaku kekota Bpp karena ada keluarga yang akan menikah, rencananya mereka akan menginap satu malam di sana.
Atas permintaan Tita, aku dan kedua anakku diminta bermalam karena dia takut kalau harus sendirian. Selain itu atas izin ayah kami, Feri diminta Tita untuk bermalam dan keberadaanku di sana bertindak untuk menjaga kalau sampai mereka kelepasan.
Ternyata Feri memiliki kejutan yang dia persiapkan begitu mendengar kalau aku juga akan ikut bermalam di sana. Malam itu sekitar jam 20:10, kami baru saja selesai makan malam. Setelah menyikat gigi, aku menidurkan kedua anakku di kamar yang dulu kutempati.
Setelah 10 menit aku yakin kalau kedua anakku telah tertidur pulas, aku mematikan lampu dan keluar pelan-pelan dari kamar itu. Saat sampai di depan TV aku mencari Tita, tapi dia tidak ada di sana sementara Feri sedang asyik di sofa sambil tidur-tiduran di sana. Lalu aku mencarinya di dapur, kuketuk pintu WC, di sana tidak ada juga. Akhirnya aku kembali ke ruang tengah.
“Geser dikit San. . Kamu lihat Tita nggak. . ?” tanyaku padanya.
“Sudah tidur Kak. .” jawab Feri sambil duduk.
“Tumben sudah pulas jam segini. . Biasanya juga jam 10? komentarku.
Feri tersenyum mendengar perkataanku, lalu dia merapatkan posisi duduknya ke tubuhku. Sementara matanya menatap tajam ke arahku dari atas sampai ke bawah. Walau tahu sedang dipelototi aku pura-pura cuek sambil menonton TV.
Malam itu aku mengenakan T-shirt tipis tanpa lengan yang lebih mirip singlet warna putih dengan dalaman BH warna hitam. T-shirt itu agak longgar, tapi tidak dapat menyembunyikan bentuk lekukan yang menonjol di dadaku.
Tipisnya kain T-shirt dan BH yang kupakai membuat bentuk puting tetekku secara samar bisa terlihat. Dengan belahan dada T-shirt yang rendah membuat kedua tetekku akan terlihat dengan jelas jika sedang membungkuk sedikit saja.
Bawahanku adalah celana ketat selutut yang juga warna putih. Celana ketat itu memamerkan keindahan garis tubuhku pada bagian bawah. Lekukan pinggul dan pantatku yang sekal tercetak secara nyata di celana yang kukenakan saat itu.
Sebenarnya aku memakai semua itu untuk menyenangkan Feri, tapi aku tak mau mengatakannya karena aku sengaja ingin membuatnya menjadi panas dingin. Selain itu aku tak ada rencana untuk bercinta dengannya karena kondisi yang kurang mendukung, apa mau dikata rencana tinggal rencana.
“Kakak seksi banget malam ini. . Aku jadi terangsang nih” bisik Feri di telingaku sebelah kiri.
“Jangan San. . ini di rumah ayah. .” aku menolak sambil mendorong dadanya dengan kedua tanganku.
“Nggak apa Kak. . Toh mereka juga nggak bakal tahu. .” kata Feri sambil meremas tetekku.
“Mmmh. . Tapi. . Ada. . Tita di kamar. . Kalo dia. . Akkh. . Bangun. . Gimana. . ?” ujarku sambil mencoba menahan kedua tangannya yang mencoba menelusup ke dalam T-shirt yang aku kenakan.
“Tenang aja Kak. . Aku udah masukin obat tidur ke dalam teh yang dia minum tadi. . Kalo kakak nggak mau. . Aku tidur sama Tita aja dah. .”
Mendengar perkataannya itu, aku kaget bukan kepalang. Selain masalah obat tidur, aku takut kalau Feri akan benar-benar meniduri Tita malam ini. Selang beberapa waktu aku tenggelam dalam pikiranku, dan saat aku sadar ternyata tubuhku bagian atas tinggal tertutup oleh BH yang kaitannya telah terlepas.
“Oke San. . Kakak mau. . Tapi jangan disini. .” pintaku pada Feri.
“Terserah kakak aja. .” kata Feri sambil menghentikan kegiatannya.
“Setengah jam lagi kamu masuk ke kamar. . Kakak mau siap-siap dulu. .”
Feri mengangguk, lalu mengangkat tubuhnya yang sedang menindihku yang sudah setengah telanjang. Setelah mengenakan kembali BH dan T-Shirt yang tadi dipreteli oleh Feri, aku langsung berdiri. Saat hendak melangkah, tiba-tiba Feri merangkul pinggulku, kepalanya langsung tenggelam di pangkal pahaku sementara kedua tangannya meremas pantatku.
Aku mendesah saat merasakan lidahnya yang menusuk-nusuk celana tipis yang kukenakan. Selang 5 menit kemudian Feri melepaskan tubuhku dan membiarkan aku berjalan ke kamar.
Masuk ke kamar orang tuaku, pintu langsung kututup dan kulepaskan semua kain yang melekat di tubuhku kemudian dengan setengah berlari aku masuk ke toilet yang terdapat di kamar tersebut. Kuambil sabun sirih khusus untuk membersihkan alat vital wanita lalu kubersihkan kelaminku dengan sabun itu.
Sekitar sepuluh menit kemudian aku keluar dan langsung duduk di meja rias ibuku. Kuperhatikan tubuhku di cermin, sepasang tetek berukuran 34B yang montok dan kenyal menggelantung indah dan menggairahkan.
Kuturunkan mataku ke bawah, memekku yang merah terlihat dengan jelas tanpa terganggu oleh rambut kemaluan yang baru tumbuh pendek. Itu karena beberapa hari yang lalu rambut itu telah dicukur habis oleh suamiku.
Kuambil parfum khusus wanita milik ibu dan kusemprotkan ke beberapa bagian tubuh. Seluruh bagian leher, ketiak, tetek, perut dan paha. Semua itu adalah bagian tubuh yang biasa dijilat Feri jika sedang mencumbuku.
Tanpa mengenakan dalaman, kukenakan kimono tidur milik ibuku dan mengikat tali di pinggangnya. Kukecilkan volume cahaya kamar agar menjadi lebih romantis. Saat akan bercinta dengan suami saja aku tak pernah melakukan persiapan seperti saat itu, Feri benar-benar telah membiusku.
Setelah itu aku naik ke atas kasur. Kupeluk guling sambil menunggu Feri masuk, aku merasa deg-degan seperti saat melalui malam pertamaku dengan suami.
Selang beberapa waktu kemudian kudengar pintu kamar diketuk, kupejamkan mata sambil bergulung ke arah kanan. Kemudian terdengar suara pintu dibuka lalu ditutup kembali, suara langkah kaki terdengar mendekat ke arahku. Feri memanggil-manggil namaku, tapi aku pura-pura tertidur dan tak menjawabnya.
Kurasakan kasur agak bergerak, rupanya Feri sudah naik ke atasnya. Tangannya menyentuh bahuku dan menggoyangnya, aku masih berpura-pura tertidur. Kemudian dia mengubah posisi tubuhku dengan menelentangkannya, guling yang sedang kupeluk diambilnya.
Setelah itu terasa tali kimonoku ditariknya, dan saat Feri membuka kimono yang kukenakan, hawa dingin ruangan menyengat tubuhku bagian depan. Tak ada gerakan setelah itu, tapi aku yakin kalau saat ini Feri sedang memandangi tubuhku bagian depan yang sudah terbuka lebar.
Selama beberapa saat aku tidak merasakan ada gerakan, ini membuatku hendak membuka mata karena penasaran. Tiba-tiba aku merasakan angin hangat pada pangkal pahaku, kubuka mataku sedikit, ternyata angin hangat tadi disebabkan oleh Feri yang bernafas di selangkanganku.
Pasti dia sedang menikmati wangi sabun sirih yang kupakai barusan. Hembusan nafas dari hidungnya bertiup ke arah pintu liang memekku. Ini menimbulkan sensasi nikmat tersendiri dalam tubuhku. Feri terus menghembuskan nafasnya di bagian bawah perutku, rasa geli dan nikmat bercampur menjadi satu dan merangsang tubuhku.
Aku mencoba bertahan dan melawan kenikmatan yang terus menyerang, tapi tubuhku berkata lain. Kurasakan ada cairan hangat yang mengalir keluar dari memekku, padahal Feri hanya menghembuskan nafas saja tanpa melakukan penetrasi yang lain.
Seiring keluarnya cairan hangat dari memekku, udara hangat dari hidung Feri mulai naik ke atas. Udara itu berputar-putar sejenak di lubang pusar, kemudian menjelajahi setiap jengkal kedua tetekku, bergerak ke atas lagi hingga ke leher.
Di sini dia bergerak bolak-balik dari kanan ke kiri. Semua perbuatan Feri itu membuatku semakin terangsang dan hampir saja kehilangan kontrol, berkali-kali aku ingin mengerang saat hidungnya menggesek-gesek puting tetekku.
“Sampai kapan mau tidur Kak. . ?” bisik Feri di telinga kiriku sementara salah satu tangannya memelintir puting tetekku sebelah kanan.
“Aucch. . Sshh. . Ampuun Saan. . Aku dah banguunn” erangku sambil membuka kedua kelopak mata.
Astaga ternyata Feri sudah hanya mengenakan CD. Wajah Feri tampak jelas sekali di hadapanku, ada senyum nakal penuh kemenangan di sana. Kubalas senyumnya dan dengan penuh hasrat kulingkarkan kedua tanganku di lehernya. Kutarik wajah Feri lebih mendekat ke arahku sampai bibir kami berdua bertemu dan langsung beradu.
Bibir Feri langsung saja melumat bibirku seakan ingin menelannya, lidahnya menusuk ke dalam rongga mulutku dan mencari-cari lidahku. Aku tak mau kalah, kujulurkan lidahku untuk menggelitik rongga mulut Feri, ia terpejam merasakan seranganku.
Tapi dia tak membiarkan aku mengendalikan permainan kami malam itu, dia melepaskan ciumannya dari bibirku dan menciumi wajahku sesuka hati. Sesekali dia mengulum bibirku, lalu menjilati wajahku. Aku semakin mengeratkan rangkulan tanganku pada lehernya.
Ingin rasanya aku menjerit sekeras mungkin saat merasakan cumbuannya yang semakin liar saja, setelah menggerayang ke leher bibirnya terus turun hingga sampai ke atas tetekku. Aku menahan nafas manakala bibirnya mulai menciumi kulit di seputar tetekku.
Lidahnya menari-nari dengan bebas menelusuri kemulusan kulit sepasang tetekku yang sekal dan menggairahkan. Nafas Feri menderu semakin kencang disertai suara kecipak mulutnya yang dengan penuh hasrat melumat tetekku yang montok seolah ingin merasakan setiap inci kekenyalannya.
Dari bibirku meluncur desisan dan rintihan nikmat, sementara tanganku meremas rambut Feri dan menekan kepalanya ke dadaku. Rangsangan maha dahsyat menghajar tubuhku manakala bibir Feri mulai menjilat dan mengulum puting tetekku yang telah mengeras.
Dengan lihai lidahnya menyapu seluruh permukaan putingku secara bergantian, aku mengerang halus tiap kali bibir Feri berhenti di salah satu puting tetekku. Kemudian ia mulai menyedot-nyedot putingku yang malang itu sebelum mengakhirinya dengan sebuah gigitan halus dan menariknya perlahan dengan giginya yang putih.
Bersambung…