Dia mengocok mulutku dengan penisnya selama beberapa saat, cukup kewalahan juga aku menghadapi kocokannya untung, tidak berlangsung lama.
Pak Edwin kembali berada diantara kakiku, disapukannya penisnya ke bibir vaginaku lalu mendorong tanpa kesulitan berarti hingga melesaklah penis itu ke vaginaku semua, aku merasa masih banyak ruang kosong di bagian dalam vaginaku meski di bagian luarnya terasa penuh oleh besarnya batang penis Pak Edwin.
“ehh.. sshh.. eeghghgh” aku mulai mendesah ketika Pak Edwin mulai mengocokkan penisnya, dengan cepat dia mengocokku seperti piston pada mesin mobil yang tancap gas, ada perbedaan rasa atas kocokan pada penis yang tidak disunat itu.
Gesekan pada dinding vaginaku kurang greger, tapi tak mengurangi kenikmatan malahan menambah pengalaman, tanpa ampun pantatnya turun naik di atas tubuhku sambil menciumi leher jenjangku, kurasakan kenikmatan dari kocokannya dan kegelian di leherku.
Pak Edwin menaikkan tubuhnya dan bertumpu pada lutut dia mengocokku, dengan posisi seperti ini aku bisa melihat expresi wajahnya yang kemerahan dibakar nafsu, tampak sekali rona merah diwajahnya karena kulitnya yang putih tipikal orang cina, wajah gantengnya bersemu kemerahan.
Kutarik wajahnya dan kucium bibirnya karena gemas, kocokannya makin cepat dan keras, keringat sudah membasahi tubuhnya meski belum terlalu lama kami bercinta.
Kugoyangkan pantatku mengimbangi gerakannya, ternyata itu membuat dia melambung ke atas dan menyemprotlah spermanya di vaginaku, kepala penisnya kurasakan membesar dan menekan dinding vaginaku, denyutnya sampai terasa di bibir vaginaku, lalu dia terkulai lemas setelah menyemprotkan spermanya hingga habis.
Agak kecewa juga aku dibuatnya karena aku bahkan belum sempat merasakan sensasi yang lebih tinggi, terlalu cepat bagiku, tak lebih dari sepuluh menit.
“sorry aku duluan” bisiknya di telingaku sambil tubuhnya ditengkurapkan di atas tubuhku.
“nggak apa kok, ntar lagi” kataku menghibur diri sendiri, kudorong tubuhnya dan dia rebah disampingku, dipeluknya tubuhku, dengan tetap telanjang kami berpelukan, napasnya masih menderu deru.
Aku berdiri mengambil Marlboro putih dari tas tanganku, kunyalakan dan kuhisap dalam dalam dan kuhembuskan dengan keras untuk menutup kekesalan diriku.
“I need another kontol” pikirku kalut
Kulihat di HP ada SMS dari Rio dengan pesan “namanya Rino, akan menghubungi mbak, dari Rio”
Jarum jam sudah menunjukkan 23:20, berarti cukup lama aku tadi tidak sadarkan diri sampai akhirnya “dibangunkan” Pak Edwin, kulihat Pak Edwin sudah terlelap kecapekan, kupandangi dia, dengan postur tubuh yang cukup atletis dan wajah yang ganteng sungguh sayang dia tidak bisa bertahan lama, pikirku.
Kunyalakan Marlboro kedua untuk menurunkan birahiku yang masih tinggi setelah setelah mendapat rangsangan yang tak tuntas, lalu kucuci vaginaku dari sperma Edwin, kalau tidak ingat menjaga wibawa seorang boss, sudah kuminta si Andi menemaniku malam ini, tapi ketepis angan itu karena akan merusak hubungan kerjaku dengannya.
Kulayangkan pandanganku keluar, gemerlap lampu Kota Surabaya masih kukenali meski sudah bertahun tahun kutinggalkan. Kalau tidak ada Pak Edwin mungkin sudah kuhubungi Rio untuk segera mengirim Rino kemari, tapi aku jadi nggak enak sama dia.
Ketika akan kunyalakan batang rokok ketiga, kudengar bel pintu berbunyi, agak kaget juga ada tamu malam malam begini, kuintip dari lubang intip di pintu, berdiri sosok laki laki tegap dengan wajah ganteng seganteng Antonio Banderas, maka kukenakan piyama dan kubuka pintu tanpa melepaskan rantai pengamannya.
“mbak Lily? saya Rino temannya Rio” sapanya
Agak bingung juga aku, disatu sisi aku membutuhkannya apalagi dengan penampilan dia yang begitu sexy sementara di sisi lain masih ada Pak Edwin di ranjang.
“Sebentar ya” kataku menutup pintu kembali, terus terang aku nggak tahu bagaimana menentukan sikap, sebenarnya aku nggak keberatan melayani mereka berdua malah itu yang aku harapkan tapi bagaimana dengan Pak Edwin, rekanan bisnis yang baru beberapa jam yang lalu aku kenal, tentu aku harus menjaga citraku sebagai seorang bisnis women professional, aku bingung memikirkannya.
“kudengar ada bel pintu, ada tamu kali” kata Pak Edwin dari ranjang
“eh..anu..enggak kok Pak” jawabku kaget agak terbata
“jangan panggil Pak kalau suasana begini, apalagi dengan apa yang baru saja terjadi, panggil Edwin atau Koh Edwin saja, toh hanya beberapa tahun lebih tua”
“iya teman lama, nggak penting sih, tapi kalau bapak keberatan aku suruh dia pulang biar besok dia kesini lagi” kataku
“ah nggak pa pa kok, santai saja” jawabnya ringan
Aku kembali membuka pintu tapi aku yang keluar menemui dia di depan pintu, kini kulihat jelas postur tubuhnya yang tinggi dan atletis, usia paling banter 26 tahun, makin membuat aku kepanasan.
“di dalam ada rekanku, bilang aja kamu teman lama dan apapun yang terjadi nanti suka atau nggak suka kamu harus terima bahkan kalau aku memintamu untuk pulang tanpa melakukan apa apa kamu harus nurut, besok aku telepon lagi, aku mohon pengertianmu” kataku pada Rino tegas.
“Nggak apa mbak, aku ikuti saja permainan Mbak Lily, aku percaya sama Rio dan aku orangnya easy going kok mbak, pandai membawa diri” katanya lalu kupersilahkan masuk.
Kulihat Edwin masih berbaring di ranjang dengan bertutupkan selimut. Aku jadi canggung diantara dua laki laki yang baru kukenal ini sampai lupa mengenalkan mereka berdua, basa basi kutawari Rino minuman, tiba tiba Edwin bangkit dari ranjang dan dengan tetap telanjang dia ke kamar mandi. Aku kaget lalu melihat ke Rino yang hanya dibalas dengan senyuman nakal.
“wah ngganggu nih” celetuk Rino
“ah enggak udah selesai kok”jawabku singkat
“baru akan mulai lagi, kamu boleh tinggal atau ikutan atau pergi terserah kamu, tapi itu tergantung sama Lily” teriak Edwin dari kamar mandi, entah basa basi atau bercanda atau serius aku nggak tau.
“Rio udah cerita sama aku mengenai mbak” bisik Rino pelan supaya tidak terdengar Edwin.
Edwin keluar dari kamar mandi dengan tetap telanjang, dia mendekatiku menarikku dalam pelukannya lalu mencium bibirku, tanpa mempedulikan keberadaan Rino dia melorotkan piyamaku hingga aku telanjang di depan mereka berdua. Kami kembali berpelukan dan berciuman, tangan Edwin mulai menjamah buah dadaku, meraba raba dan meremasnya.
Ciumannya turun ke leherku hingga aku mendongak kegelian, kemudian Edwin mengulum putingku secara bergantian, kuremas remas rambutnya yang terbenam di kedua buah dadaku.
Kulihat Rino masih tetap duduk di kursi, entah kapan dia melepas baju tapi kini dia hanya mengenakan celana dalam mini merahnya, benjolan dibaliknya sungguh besar seakan celana dalamnya tak mampu menampung kebesarannya.
Badannya begitu atletis tanpa lemak di perut menambah ke-sexy-annya. Melihat potongan tubuhnya berahiku menjadi cepat naik disamping rangsangan dan serbuan dari Edwin di seluruh tubuhku, kupejamkan mataku sambil menikmati cumbuan Edwin.
Ketika jilatan Edwin mencapai selangkanganku, kuraskan pelukan dan rabaan di kedua buah dadaku dari belakang, kubuka mataku ternyata Edwin sedang sibuk di selangkanganku dan Rino berada di belakangku.
Sambil meraba raba Rino menciumi tengkuk dan menjilati telingaku membuat aku menggelinjang kegelian mendapat rangsangan atas bawah depan belakang secara bersamaan, terutama yang dari Rino lebih menarik konsentrasiku.
Mereka merebahkan tubuhku di ranjang, Edwin tetap berkutat di vaginaku sementara Rino beralih mengulum putingku dari kiri ke kanan.
Kugapai penis Rino yang menegang, agak kaget juga mendapati kenyataan bahwa penisnya lebih panjang, hampir dua kali punya Edwin meski batangnya tidak sebesar dia, tapi bentuknya yang lurus ke depan dan kepalanya yang besar membuat aku semakin ingin cepat menikmatinya, kukocok kocok untuk mendapatkan ketegangan maximum dari penisnya.
Edwin membalikkan tubuhku dan memintaku pada posisi doggie, Rino secara otomatis menempatkan dirinya di depanku hingga posisi penisnya tepat menghadap ke mukaku persisnya ke mulutku.
Untuk kedua kalinya Edwin melesakkan penisnya ke vaginaku dan langsung menyodok dengan keras hingga penis Rino menyentuh pipiku. Kuremas penis itu ketika Edwin dengan gairahnya mengobok obok vaginaku.
Tanpa sadar karena terpengaruh kenikmatan yang diberikan Edwin, kujilati Penis Rino dalam genggamanku dan akhirnya kukulum juga ketika Edwin menghentakkan tubuhnya ke pantatku, meski tidak sampai menyentuh dinding terdalam vaginaku tapi kurasakan kenikmatan demi kenikmatan pada setiap kocokannya.
Kukulum penis Rino dengan gairah segairah kocokan Edwin padaku, Rino memegang kepalaku dan menekan dalam dalam sehingga penisnya masuk lebih dalam ke mulutku meski tidak semuanya tertanam di dalam.
Sambil mengocok tangan Edwin meraba raba punggungku hingga ke dadaku, sementara Rino tak pernah memberiku peluang untuk melepaskan penisnya dari mulutku.
“eegghhmm.. eegghh” desahku dari hidung karena mulutku tersumbat penis Edwin.
Tak lama kemudian Edwin menghentikan kocokannya dan mengeluakan penisnya dari vaginaku meski belum kurasakan orgasmenya, Rino lalu menggantikan posisi Edwin, dengan mudahnya dia melesakkan penisnya hingga masuk semua karena memang batangnya lebih kecil dari penis Edwin.
Kini ini kurasakan dinding bagian dalam vaginaku tersentuh, ada perasaan menggelitik ketika penis Rino menyentuhnya. Dia langsung mengocok perlahan dengan penuh perasaan seakan menikmatai gesekan demi gesekan, makin lama makin cepat
Tangannya memegang pinggangku dan menariknya berlawanan dengan gerakan tubuhnya sehingga penisnya makin masuk ke dalam mengisi rongga vaginaku yang tidak berhasil terisi oleh penis Edwin.
Ada kenikmatan yang berbeda antara Edwin dan Rino tapi keduanya menghasilkan sensasi yang luar biasa padaku saat ini. Cukup lama Rino menyodokku dari belakang, Edwin entah kemana dia tidak ada di depanku, mungkin dia meredakan nafsunya supaya tidak orgasme duluan.
Rino lalu membalikku, kini aku telentang di depannya, ditindihnya tubuhku dengan tubuh sexy-nya lalu kembali dia memasukkan penisnya, dengan sekali dorong amblaslah tertelan vaginaku, dengan cepat dan keras dia mengocokku, penisnya yang keras dengan kepala besar seakan mengaduk aduk isi vaginaku, aku mendesah tak tertahan merasakan kenikmatan yang kudapat.
“eehh..yess..fuck me hard..yess” desahku mulai ngaco menerima gerakan Rino yang eksotik itu. Sambil mendesah kupandangi wajah tampan Antonio Banderas-nya yang menurut taksiranku tidak lebih dari 26 tahun, membuat aku makin kelojotan dan tergila gila dibuatnya.
Kulihat Edwin berdiri di samping Rino, tatapan mataku tertuju pada penisnya yang terbungkus kondom yang menurutku aneh, ada asesoris di pangkal kondom itu, sepertinya ada kepala lagi di pangkal penisnya. Kulihat dia dan dia membalas tatapanku dengan pandangan dan senyum nakal.
Ditepuknya pundak Rino sebagai isyarat, agak kecewa juga ketika Rino menarik keluar penisnya disaat saat aku menikmatinya dengan penuh nafsu.
Tapi kekecewaan itu tak berlangsung lama ketika Edwin menggantikan posisinya, begitu penisnya mulai melesak masuk kedalam tak kurasakan perbedaannya dari sebelumnya tapi begitu penisnya masuk semua mulailah efek dari kondom berkepala itu kurasakan.
Ternyata kepala kondom itu langsung menggesek gesek klitorisku saat Edwin menghunjam tajam ke vaginaku, klitorisku seperti di gelitik gelitik saat Edwin mengocok vaginaku, suatu pengalaman baru bagiku dan kurasakan kenikmatan yang aneh tapi begitu penuh gairah.
Edwin merasakan kemenangan ketika tubuhku menggelinjang menikmati sensasinya. Rino kembali mengulum putingku dari satu ke satunya, lalu tubuhnya naik ke atas tubuhku dan mekangkangkan kakinya di kepalaku, disodorkannya penisnya ke mulutku, aku tak bisa menolak karena posisinya tepat mengarah ke mulut.
Kucium aroma vaginaku masih menempel di penisnya, langsung kubuka mulutku menerima penis itu. Sementara kocokan Edwin di vaginaku makin menggila, kenikmatannya tak terkirakan, tapi aku tak sempat mendesah karena disibukkan penis Rino yang keluar masuk mulutku. Aku menerima dua kocokan bersamaan di atas dan dibawah, membuatku kewalahan menerima kenikmatan ini.
Setelah cukup lama mengocokku dengan kondom kepalanya, Edwin menarik keluar penisnya dan melepaskan kondomnya lalu dimasukkannya kembali ke vaginaku, tak lama kemudian kurasakan denyutan dari penis Edwin yang tertanam di vaginaku,
Denyutannya seakan memelarkan vaginaku karena terasa begitu membesar saat orgasme membuatku menyusul beberapa detik kemudian, dan kugapailah kenikmatan puncak dari permainan sex, kini aku bisa mendapatkan orgasme dari Edwin.
Tahu bahwa Edwin telah mendapatkan kepuasannya, Rino beranjak menggantikan posisi Edwin, tapi itu tak lama, dia memintaku untuk di atas dan kuturuti permintaannya.
Rino lalu telentang di sampingku, kunaiki tubuhnya dan kuatur tubuhku hingga penisnya bisa masuk ke vaginaku tanpa kesulitan berarti.
Bersambung…