Senjata kebanggaanku inilah yang pernah menjadi kesukaan dan kebanggaan isteriku. Aku yakin senjataku ini akan menjadi kesukaan Mei. Ia pasti akan ketagihan.
“Au.. Besarnya”, kata Mei sambil mengelus lembut kemaluanku.
Elusan lembut jari-jarinya itu membuat kemaluanku semakin mengembang dan mengeras. Aku mengerang-ngerang nikmat. Ia mulai menjilati dagu dan leherku dan sejalan dengan itu melepaskan bajuku. Segera setelah lepas bajuku bibir mungilnya itu menyentuh puting susuku.
Lidahnya bergerak lincah menjilatinya. Aku merasakan kenikmatan yang luar biasa. Tangannya kembali menerobos celanaku dan menggenggam kemaluanku yang semakin berdenyut-denyut. Aku pun bergerak melepaskan pakaian tidurnya.
Rasanya seperti bermimpi, seorang wanita Cina yang cantik dan seksi duduk di pahaku hanya dengan celana dalam dan BH.
“Ayo ke kamar”, bisiknya, “Kita tuntaskan di sana.”
Aku bangkit berdiri. Ia menjulurkan tangannya minta digendong. Tubuh bahenol nan seksi itu kurengkuh ke dalam pelukanku. Kuangkat tubuh itu dan ia bergayut di leherku. Lidahnya terus menerabas batang leherku membuat nafasku terengah-engah nikmat.
Buah dadanya yang sungguh montok dan lembut menempel lekat di dadaku. Masuk ke kamar tidurnya, kurebahkan tubuh itu ke ranjang yang lebar dan empuk. Aku menariknya berdiri dan mulai melepaskan BH dan celana dalamnya.
Ia membiarkan aku melakukan semua itu sambil mendesah-desah menahan nafsunya yang pasti semakin menggila. Setelah tak ada selembar benangpun yang menempel di tubuhnya, aku mundur dan memandangi tubuh telanjang bulat yang mengagumkan itu.
Kulitnya putih bersih, wajahnya bulat telur dengan mata agak sipit seperti umumnya orang Cina. Rambutnya hitam tergerai sampai di punggungnya. Buah dadanya sungguh besar namun padat dan menonjol ke depan dengan puting yang kemerah-merahan.
Perutnya rata dengan lekukan pusar yang menawan. Pahanya mulus dengan pinggul yang bundar digantungi oleh dua bongkah pantat yang besar bulat padat. Di sela paha itu kulihat gundukan hitam lebat bulu kemaluannya. Sungguh pemandangan yang indah dan menggairahkan birahi.
“Ngapain hanya lihat tok,” protesnya.
“Aku kagum akan keindahan tubuhmu”, sahutku.
“Semuanya ini milikmu”, katanya sambil merentangkan tangan dan mendekatiku.
Tubuh bugil polos itu kini melekat erat ditubuhku. Didorongnya aku ke atas ranjang empuk itu. Mulutnya segera menjelajahi seluruh dada dan perutku terus menurun ke bawah mendekati pusar dan pangkal pahaku. Tangannya lincah melepaskan celanaku.
Celana dalamku segera dipelorotnya. Kemaluanku yang sudah tegang itu mencuat keluar dan berdiri tegak. Tiba-tiba mulutnya menangkap batang kemaluanku itu. Kurasakan sensai yang luar biasa ketika lidahnya lincah memutar-mutar kemaluanku dalam mulutnya. Aku mengerang-ngerang nikmat menahan semua sensasi gila itu.
Puas mempermainkan kemaluanku dengan mulutnya ia melepaskan diri dan merebahkan diri di sampingku. Aku menelentangkannya dan mulutku mulai beraksi. Kuserga buah dada kanannya sembari tangan kananku meremas-remas buah dada kirinya.
Bibirku mengulum puting buah dadanya yang mengeras itu. Buah dadanya juga mengeras diiringi deburan jantungnya. Puas buah dada kanan mulutku beralih ke buah dada kiri. Lalu perlahan tetapi pasti aku menuruni perutnya. Ia menggelinjang-linjang menahan desakan birahi yang semakin menggila. Aku menjilati perutnya yang rata dan menjulurkan lidahku ke pusarnya.
“Auu..” erangnya, “Oh.. Oh.. Oh..” jeritnya semakin keras.
Mulutku semakin mendekati pangkal pahanya. Perlahan-lahan pahanya yang mulus padat itu membuka, menampakkan lubang surgawinya yang telah merekah dan basah. Rambut hitam lebat melingkupi lubang yang kemerah-merahan itu.
Kudekatkan mulutku ke lubang itu dan perlahan lidahku menyuruk ke dalam lubang yang telah basah membanjir itu. Ia menjerit dan spontan duduk sambil menekan kepalaku sehingga lidahku lebih dalam terbenam.
Tubuhnya menggeliat-geliat seperti cacing kepanasan. Pantatnya menggeletar hebat sedang pahanya semakin lebar membuka.
“Aaa.. Auu.. Ooo..”, jeritnya keras.
Aku tahu tidak ada sesuatu pun yang bakalan menghalangiku menikmati dan menyetubuhi si canting bahenon nan seksi ini. Tapi aku tak ingin menikmatinya sebagai orang rakus. Sedikit demi sedikit tetapi sangat nikmat.
Aku terus mempermainkan klitorisnya dengan lidahku. Tiba-tiba ia menghentakkan pantatnya ke atas dan memegang kepalaku erat-erat. Ia melolong keras.
Pada saat itu kurasakan banjir cairan vaginanya. Ia sudah mencapai orgasme yang pertama. Aku berhenti sejenak membiarkan ia menikmatinya. Sesudah itu mulailah aku menjelajahi kembali bagian tersensitif dari tubuhnya itu.
Kembali erangan suaranya terdengar tanda birahinya mulai menaik lagi. Tangannya terjulur mencari-cari batang kejantananku. Kemaluanku telah tegak sekeras beton. Ia meremasnya. Aku menjerit kecil, karena nafsuku pun sudah diubun-ubun butuh penyelesaian.
Kudorong tubuh bahenon nan seksi itu rebah ke kasur empuk. Perlahan-lahan aku bergerak ke atasnya. Ia membuka pahanya lebar-lebar siap menerima penetrasi kemaluanku. Kepalanya bergerak-gerak di atas rambutnya yang terserak.
Mulutnya terus menggumam tidak jelas. Matanya terpejam. Kuturunkan pantatku. Batang kemaluanku berkilat-kilat dan memerah kepalanya siap menjalankan tugasnya. Kuusap-usapkan kemaluanku di bibir kemaluannya. Ia semakin menggelinjang seperti kepinding.
“Cepat.. Cepat.. Aku sudah nggak tahan!” jeritnya.
Kuturunkan pantatku perlahan-lahan. Dan.. BLESS! Kemaluanku menerobos liang senggamanya diiringi jeritannya membelah malam. Tetangga sebelah mungkin bisa mendengar lolongannya itu. Aku berhenti sebentar membiarkan dia menikmatinya.
Lalu kutekan lagi pantatku sehingga kemaluanku yang panjang dan besar itu menerobos ke dalam dan terbenam sepenuhnya dalam liang surgawi miliknya. Ia menghentak-hentakkan pantatnya ke atas agar lebih dalam menerima diriku.
Sejenak aku diam menikmati sensasi yang luar biasa ini. Lalu perlahan-lahan aku mulai menggerakkan kemaluanku. Balasannya juga luar biasa. Dinding-dinding lubang kemaluannya berusaha menggenggam batang kemaluanku.
Rasanya seberti digigit-gigit. Pantatnya yang bulat besar itu diputar-putar untuk memperbesar rasa nikmat. Buah dadanya tergoncang-goncang seirama dengan genjotanku di kemaluannya. Matanya terpejam dan bibirnya terbuka, berdesis-desis mulutnya menahankan rasa nikmat.
Desisan itu berubah menjadi erangan kemudian jeritan panjang terlontar membelah udara malam. Kubungkam jeritannya dengan mulutku. Lidahku bertemu lidahnya. Sementara di bawah sana kemaluanku leluasa bertarung dengan kemaluannya, di sini lidahku pun leluasa bertarung dengan lidahnya.
“OH..”, erangnya, “Lebih keras sayang, lebih keras lagi.. Lebih keras.. Oooaah!”
Tangannya melingkar merangkulku ketat. Kuku-kukunya membenam di punggungku. Pahanya semakin lebar mengangkang. Terdengar bunyi kecipak lendir kemaluannya seirama dengan gerakan pantatku. Di saat itulah kurasakan gejala ledakan magma di batang kemaluanku. Sebentar lagu aku akan orgasme.
“Aku mau keluar, Mei”, bisikku di sela-sela nafasku memburu.
“Aku juga”, sahutnya, “Di dalam sayang. Keluarkan di dalam. Aku ingin kamu di dalam.”
Kupercepat gerakan pantatku. Keringatku mengalir dan menyatu dengan keringatnya. Bibirku kutekan ke bibirnya. Kedua tanganku mencengkam kedua buah dadanya. Diiringi geraman keras kuhentakkan pantatku dan kemaluanku membenam sedalam-dalamnya.
Spermaku memancar deras. Ia pun melolong panjang dan menghentakkan pantatnya ke atas menerima diriku sedalam-dalamnya. Kedua pahanya naik dan membelit pantatku. Ia pun mencapai puncaknya. Kemaluanku berdenyut-denyut memuntahkan spermaku ke dalam rahimnya.
Inilah orgasmeku yang pertama di dalam kemaluan seorang wanita sejak kematian isteriku. Dan ternyata wanita itu adalah Mei yang cantik bahenol dan seksi.
Sekitar sepuluh menit kami diam membatu mereguk semua detik kenikmatan itu. Lalu perlahan-lahan aku mengangkat tubuhku. Aku memandangi wajahnya yang berbinar karena birahinya telah terpuaskan. Ia tersenyum dan membelai wajahku.
“Ardy, kamu hebat sekali, sayang”, katanya, “Sudah lebih dari setahun aku tidak merasakan lagi kejantanan lelaki seperti ini.”
“Mei juga luar biasa”, sahutku, “Aku sungguh puas dan bangga bisa menikmati tubuhmu yang menawan ini. Mei tidak menyesal bersetubuh denganku?”
“Tidak”, katanya, “Aku malah berbangga bisa menjadi wanita pertama sesudah kematian isterimu. Mau kan kamu memuaskan aku lagi nanti?”
“Tentu saja mau”, kataku, “Bodoh kalau nolak rejeki ini.” Ia tertawa.
“Kalau kamu lagi pingin, telepon saja aku,” lanjutnya, “Tapi kalau aku yang pingin, boleh kan aku nelpon?”
“Tentu.. Tentu..”, balasku cepat.
“Mulai sekarang kamu bisa menyetubuhi aku kapan saja. Tinggal kabarkan”, katanya.
Hatiku bersorak ria. Aku mencabut kemaluanku dan rebah di sampingnya. Kurang lebih setengah jam kami berbaring berdampingan. Ia lalu mengajakku mandi. Lapar katanya dan pingin makan.
Malam itu hingga hari Minggu siang sungguh tidak terlupakan. Kami terus berpacu dalam birahi untuk memuaskan nafsu. Aku menyetubuhinya di sofa, di meja makan, di dapur, di kamar mandi dalam berbagai posisi. Di atas, di bawah, dari belakang.
Pendek kata hari itu adalah hari penuh kenikmatan birahi. Dapat ditebak, pertemuan pertama itu berlanjut dengan aneka pertemuan lain. Kadang-kadang kami mencari hotel tetapi terbanyak di rumahnya. Sesekali ia mampir ke tempatku kalau anak-anak lagi mengunjungi kakek dan neneknya.
Pertemuan-pertemuan kami selalu diisi dengan permainan birahi yang panas dan menggairahkan. Satu malam di kamar tidurnya. Setelah beberapa kali orgasme iseng aku menggodanya.
“Mei”, kataku, “Betapa beruntungnya aku yang berkulit gelap ini bisa menikmati tubuhmu bahenol, seksi, putih dan mulus seorang wanita Cina.”
Ia malah tertawa. tahu apa jawabannya? “Tulisan yang paling indah di atas kertas putih justru harus dengan tinta hitam.” Ha.. ha.. ha.. haa…