Cerita Sex Pengaruh Obat Terlarang – Kurang lebih 2 tahun yang lalu. Dengan kepandaianku mengelola saat itu aku telah memiliki banyak pelanggan di bengkelku. Kebanyakan dari mereka adalah para karyawan yang bekerja di wilayah perkantoran itu.
Salah satunya sebut saja Mbak Mira, usianya 35 tahun. Ia adalah seorang manager di suatu perusahaan. Wajahnya cukup menarik, dengan kulit putih bersih. Tubuhnya sangat seksi, padat, dan berisi.
Yang menjadi pusat perhatianku adalah bentuk payudaranya. Bentuknya besar, tapi terlihat serasi dengan postur tubuhnya. Aku sering membayangkan jika suatu saat dapat merasakan halusnya kulit dadanya dan meremas bahkan mengulum putingnya susunya.
Tersange Malam itu saya sedang menunggu Taksi mau pulang, karena mobil yg biasa saya pakai, dipinjam adik. Saya baru saja selesai menutup bengkel. Sekitar 10 menit saya menunggu, datang mobil sedan menghampiriku, lalu kaca mobil itu terbuka, dan kulihat Mbak Mira di dalam mobil mewah itu memanggilku, dia pun bertanya.
“Mau kemana An..? kok sendirian, mau saya antar nggak?” Tanpa basa-basi saya lalu memasuki mobil mewah itu, kemudian kita mengobrol di dalam mobil. Singkat kata Mbak Mira mengajakku ke discothique, waktu itu malam minggu.
Sesampainya di diskotik. Kami mencari table yang kosong dan strategis di pojok tapi bisa melihat floor dance. “Saya sedang pesan lagi satu untuk kita berdua,” kata Mbak Mira.
Untuk “on”, saya memang butuh dorongan inex, tapi cukup setengah, sementara satu setengahnya lagi untuk Mbak Mira. Ternyata takaran satu setengah baru cukup untuk Mbak Mira. Ternyata Mbak Mira suka triping.
Pesanan tak lama datang. Kubayar bill-nya. Ditanganku ada dua butir pil inex, yang satu saya bagi dua. Mbak Mira segera menelan satu setengah, dan sisanya untuk ku. Setelah 15 menit, Mbak Mira terlihat semakin on.
Maka kami berjoget, menari-nari, dan berteriak gembira di dalam diskotek yang penuh dengan orang yang sama-sama triping. Saat saya berdiri dan melihat Mbak Mira “ON” berjoget dengan erotisnya, tak lama kemudian Mbak Mira menghampiri dan merapatkan tubuhnya yang mulus itu ke depanku.
Ia mengenakan t-shirt putih dan celana warna gelap. Dalam keremangan dan kilatan lampu diskotek, ia nampak manis dan anggun. Saya kembali menyibukkan diri dengan bergoyang dan memeluknya belakang tubuhnya.
Sesekali tangan ku dengan nakal meremas dada Mbak Mira yang masih tertutup kemeja, Tanganku kian nakal mencoba berkelana dibalik kemejanya dan meremas ke dua gunung kembarnya yang masih terbalut BH.
Tanganku akhirnya dapat merasakan halus dari payudara Mbak Mira, jari-jari ku mencari-cari puting payudara Mbak Mira dengan menyusup ke dalam BH Mbak Mira. Saya remas dada Mbak Mira dengan perasaan, lalu tanganku bergerak ke punggung Mbak Mira berusaha membuka pengait bra itu.
Aku sudah berhasil melepas pengait BH nya sehingga dengan bebas tangan kananku membelai dan meremas buah dadanya yang keras sementara tangan kiriku masih tetap mendekapnya dan mulutku pun menciumi leher jenjang itu, sambil tanganku memainkan puncak puting susu itu hingga memerah akibat remasan tanganku.
Sementara Mbak Mira hanya memejamkan matanya meresapi setiap jamahan tangan dan terus bergoyang mengikuti irama, saya terus mengelus dadanya sehingga membuat Mbak Mira dari gerakan tubuhnya Mbak Mira memang kelihatan ingin sekali dipuasi.
Terlihat dari pantatnya yang montok dan masih terbalut rok, terus merapat ke ke belakang. “Kamu sudah on berat ya?” katanya. Saya tersenyum, kupeluk tubuhnya dan kucium pipinya.
Pada pukul 02.00 pagi, DJ mengumumkan discothique akan terus buka sampai pukul 05.00. Pengunjung bersorak-sorai riang gembira. Tapi Mbak Mira kelihatannya sudah mulai “Droop”.
“Sayang saya sudah lelah,” keluh Mbak Mira.
“Ah, masa lelah, sayang,” ucapku sambil terus memeluk erat dan menciumi leher belakangnya.
“Sayang.. kita pulang yuk..,” katanya. “Saya ingin istirahat”.
“Pulang ke mana?” tanyaku.
“Ke mana aja” jawabnya. Saya baru mengerti, bahwa dia ingin lanjut ke tempat tidur.
“Saya sebenarnya sudah booking kamar di hotel dekat sini” ujarnya.
“Kalau begitu. kita ke sana”
“Tapi tunggu, saya mau bilang temen dulu yang lagi digaet cowok di pojok sana,” katanya.
Tepat pukul 02:30 dini hari kami keluar dari discothique tersebut dengan rasa puas dan senang terus kami menuju ke hotel.
Sesampainya kami dikamar Mbak Mira langsung berjoget lagi kali ini tanpa musik tapi dia yang bernyanyi dan sembari melucuti pakaiannya pas seperti orang sedang menari striptis, saya hanya melihat dan duduk disebuah kursi sofa yang ada tepat didepan jendela.
Sambil menari dan melucuti pakaiannya Mbak Mira menghampiri saya dan segera jongkok didepan saya sambil membuka resleting celana saya, saya hanya memperhatikan apa yang akan dilakukannya, “Wowww.. besar dan kencang sekali.. buat Mira ya..”
Kemudian Mbak Mira mengulum penisku yang menegang sejak tadi. “Ooogghh.. sshh.. enak sekali Ra..”, ucapku.
Dia mengeluarkan penis saya yang sudah setengah tegang dan langsung diisapnya dalam-dalam. Jago memang Mbak Mira dalam memainkan isapannya, sambil mengisap lidahnya terus menari dan meliuk diteruskan ke buah zakar saya.
Setelah 10 menit naik dan turun dia isap dan jilatin penis saya, Mbak Mira melemparkan tubuhnya ke atas kasur, dan jatuh telentang. Langsung saya menyergapnya, dan kami bercumbu dengan dorongan nafsu sangat tinggi karena pengaruh inex.
Kami berciuman, beradu lidah dan bergantian mengisapnya. Kuciumi pipinya, matanya, keningnya, dagunya. Kujilati daun telingaya, dan kusodok-sodok lubang telinganya dengan lidahku.
Tanganku tak diam. Mengelus dan meremas rambutnya, menyusuri leher dan belahan dadanya. Kuusuap-usap perutnya, punggungnya, dan bokongnya. Kubekap vaginanya yang ditumbuhi bulu halus nan rimbun. Jari manis dan telunjukku merenggangkan pinggiran vagina Rani. lalu jari tengahku mengorek-ngorek klitorisnya dengan penuh perasaan.
“Ooh.. sshh.. aahh..!” desah Mbak Mira.
“Sayang..,” dengusku sambil terus mencumbunya. Aku menarik tanganku dari vagina Mbak Mira. Kini kedua tanganku mengelus-elus pinggiran payudaranya. Berputar sampai akhirnya meremas bagian putingnya. Akhirnya anganku tercapai.
“Oooh.. terus.. say..!” desah Mbak Mira lagi. Saya jilati pinggiran buah dadanya, lalu menghisap putingnya.
“Oohh.. sayang..!” Mbak Mira merintih nikmat. Mbak Mira bangkit dan mendorong aku supaya telentang. Ia melakukan cumbuan meniru caraku. Ia pun membekuk penisku dan mengelusnya dengan tekanan yang membangkitkan birahi.
Mbak Mira memutarkan badan di atas tubuhku yang telentang. Ia menciumi dan menjilati penisku sementara vaginanya disumpalkan ke mulutku.
Akhirnya Mbak Mira menjatuhkan diri ke tempat tidur dan menarik tanganku. Sementara buah dadanya kian kencang. Putingnya kian memerah. Nafasnya tersengal-sengal.
Keringat sudah membasahi sekujur tubuhnya. Seperti keringatku. Juga nafasku. Juga si nagaku yang sudah meronta. Dia sepertinya bingung ketika kuambil dua bantal. Dengan lembut kuangkat tubuhnya, lalu bantal itu kuletakkan di bawah pantatnya.
Menyangga tubuh bagian bawahnya. Membuat pahanya yang putih mulus kian menantang. Terlebih ketika bukit venus dengan bulu-bulu halusnya menyembul ke atas. Membuat magmaku terasa mau meledak.
Dia mengerang saat lidahku kemudian jemariku mengelus-elus bulu-bulu itu. Dia menjerit saat kucoba menguak kemaluannya dengan jari telun-jukku. Otot pahanya meregang saat kuhisap clitorisnya.
“Masukkan penismu, cepat sayang,” rintihnya.
“Aahh..!” rintihan kenikmatannya kali ini terdengar nyaris seperti jeritan. Aku jongkok di pinggir tempat tidur,
kutarik kaki Mbak Mira sampai bokongnya berada di tepi ranjang. Kusingkap selangkangannya, dan kulumat vaginanya yang sudah becek.
Kubalikkan tubuhnya, kujilati bokongnya sambil sesekali setengah menggigitnya. Kukorek-korek anusnya dengan jari tengahku.
“Ouuwww.. ooh.. sshh.. sayang, cepet masukan!” katanya memelas-melas.
Semakin Mbak Mira memanas birahi, aku semakin terus mempermainkannya dan belum mau melakukan penetrasi. Aku melihat Mbak Mira sampai meneteskan air mata menahan orgasme.
Dipegangnya penisku yang sudah membesar ini. Dia bimbing dan penisku terasa menyentuh bibir kemaluannya. Dia melepaskan pegangannya. Kudorong sedikit. Dia menjerit. Kutahan nafas. Lalu kutekan lagi. Dia memekik. Pada dorongan kesekian kalinya sasaran lepas lagi. Dia terengah-engah.
Aku mengambil posisi. Duduk setengah jongkok, kedua kakinya kutarik. Membuat jepitan atas tubuhku. Kuarahkan penisku ke lubang yang basah dan menganga itu. Ketika kudorong dia meremas rambutku kuat-kuat. Kutekan. Dan kutekan terus.
ak memperdulikan rintihannya. Kedua kakinya meregang ototnya. Dengan penuh keyakinan kutambah tenaga doronganku. Pertama terasa gemeretaknya tulang. Kemudian terasa sesuatu yang plong. Membuat dia menjerit, merintih keras,
“Acchh.. sshh..”
Ketika kupacu dia dengan irama yang lambat dia mengerang, menjerit, merintih terus. Kuubah posisi. Kini kedua tanganku berada di belakang punggungnya. Membuat kaitan diantara ketiaknya. Dia meremas rambutku seiring dengan naik turunnya tubuhku.
Kukunya mencengkram punggungku ketika kukayuh pantatku penuh irama. Naik dan turun. Tarik dan dorong. Rintihan dan jeritannya seakan tak kupedulikan. Aku berhenti di tengah jalan. Dia meronta. Membuka matanya. Dengan wajah kuyu.
Dari keringat kami yang menyatu. Tanpa diduga, dia mulai mengikuti irama permainanku. Dengan menahan rasa sakit dia menggerakkan pinggulnya. Memutar dan memutar. Sesekali menyentak tubuhku yang di atasnya.
Bersambung…