Friday, November 22, 2024

Menikmati Nenek Nenek

News Online Itil
Cerita Sex Menikmati Nenek Nenek – Nenek Reni..” begitu biasanya cucu-cucunya memanggil. Nenek Reni pemilik rumah yang kutempati (kost) adalah nenek yang yang mengerti benar arti kecantikan wanita, itu menurut pandanganku. Usianya kira-kira 60-an, gerak-geriknya lembut dan gurat-gurat kecantikannya masih terlihat jelas.
Kalau kubanding-bandingkan, wajah Nenek Reni persis seperti bintang sinetron RE. Dengan kulit putih bersih dan terawat. Bagaimana tidak kelihatan bersih ni nenek, setiap minggu mandi susu, luluran dan perawatan kecantikan lainnya. Jadi pantaslah kecantikan masih memancar dan usia tuanya tidak begitu kelihatan.
Di rumahnya, Nenek Reni tinggal sendiri ditemani dua orang pembantu serta 3 kamar di lantai atas dikoskan. Anak-anak Nenek Reni ada 2 orang, Ibu Riri dan Ibu Rosa, sudah menikah tapi tinggal di lain kota. Aku, Ari dan Reni adalah anak-anak kostnya.
Cerita Sex Menikmati Nenek Nenek

 

Cerita Sex Kami sebagai anak kost memang kompak bertiga dan sudah lama kost di rumah Nenek Reni. Sehingga kami bertiga ini sudah seperti keluarga atau ya sebut saja cucunya Nenek Reni. Selama kami tinggal, terutama aku, memang tidak ada pengalaman (sex) yang seru. Tapi sore itu, aku mendapat suatu pengalaman sex baru. Berhubungan sex dengan nenek-nenek, Nenek Reni! Nah.., begini ceritanya.
Aku (Jojo, 20 tahun) sampai di tempat kost jam 4 sore. Sepi, karena 2 orang tetangga kostku pulang ke rumahnya, mereka menghabiskan libur kuliahnya di rumah masing-masing. Aku memang ada rencana pulang, mungkin 2-3 hari lagi. Kulihat Nenek Reni sedang merawat bonsai-bonsainya.
“Sore.. Nek.” kataku sambil menghampirinya.
“O.., Nak Jo, udah pulang rupanya.”
Asyik sekali kelihatan Nenek Reni dengan bonsai-bonsainya. Hobynya yang satu ini memang cocok dengan pribadi Nenek Reni. Resik dan anggun, bagaikan bonsai peliharaannya. Karena capek dan Nenek Reni kelihatan asyik dengan bonsainya, aku pamit mau istirahat di kamar.
Pelan-pelan kunaiki anak tangga, menuju kamarku. Wah.., terasa sekali sepinya, biasanya sore-sore begini kami berkumpul sambil becanda-canda, terutama sama si Big Beautiful, Reni. Walaupun Reni ini bodynya bomber (beratnya 80 kg kurang lebih sih), wajahnya lumayan cantik juga. Gendut tapi wajahnya tidak terlalu bulat, pokoknya cantik deh.
Gila! kok bisa ngelamunin Reni. Entah karena ngelamunin Reni atau memang nafsuku lagi kumat, kulepaskan celana, yang tinggal hanya CD-ku saja. Gundukan celana dalamku makin membesar, penisku tegang! Sakit juga rasanya, akhirnya kulepaskan CD-ku, telanjang bulat! Kumainkan penisku, kukocokin penisku sambil membayangkan menyenggamai si gendut Reni.
Tiba-tiba.., “Ceklek.. kreeit..,” pintu kamarku terbuka (aku lupa mengunci pintunya).
“Weleh-weleh.., Nak Jo, Nak Jo. Barang gede gitu kok dianggurin, sini masukin lubang Nenek aja..!”
Kaget sekali aku, tidak tahu rasanya, antara malu dan birahiku masih telentang bugil di tempat tidur. Tapi Nenek Reni dengan cueknya malah melangkah masuk ke kamar, menghampiriku. Rupanya dari tadi dia sudah menonton acara ngocokku. Dan aku benar-benar tidak menyangka akan ucapannya.
“Ngentot Nenek Reni..?”
“Siapa takut..!?”
Nah, ini yang kumaksud pengalaman baru dan membuat pribadi sex-ku berubah. Di kemudian hari, aku hanya senang berkencan (bersenggama) dengan wanita yang usianya di atas usiaku. Kalau tidak tante-tante, ya.. nenek-nenek. Dan yang pasti melalui Nenek Reni lah aku dikenalkan dengan teman-temannya. Pokoknya lebih asyik begituan dengan nenek-nenek, liang vaginanya keset dan agak sempit lah..!
Penis besarku dielus-elus sama Nenek Reni, lembut sekali. Kuraba susu Nenek Reni (Nenek Reni masih memakai daster tipis), lumayan besar (bulat lonjong) tapi agak turun. Wajah kami sudah demikian dekatnya, penisku masih dipegangnya sambil dikocok.
Gurat-gurat wajah Nenek Reni kelihatan menampakkan wajah tuanya. Tapi who care..! Yang kulihat sekarang, Nenek Reni benar-benar bagaikan pacarku (gadis 20 tahunan), sintal dan menggairahkan! Dan yang pasti akan kugituin dia habis-habisan..!
Posisi kami masih berdiri, tapi sekujur tubuh kami sudah tidak terbalut sehelai pakaian pun, los polos.. telanjang bulat! Tubuh Nenek Reni yang putih mengelinjang kegelian ketika susu besarnya kuhisap-hisap, kugigit dan kutarik-tarik puting susunya.
“Uh.. hh.. aduh.. biyung.. geli aku..!” teriaknya tertahan oleh birahi.
Susu Nenek Reni mengelonjor, makin turun bergoyang-goyang. Lidahku makin liar menjalar-jalar menjelajahi lekuk tubuh Nenek Reni yang putih mulus.
Puas bermain di puting susunya, lidahku menjelajah turun ke bawah gunung kembar Nenek Reni. Perutnya sedikit turun, bergelombang bagaikan sisa ombak di pesisir pantai. Sungguh semakin membuat birahiku bergejolak. Bulu-bulu kemaluannya masih terlihat lebat dan kelihatan bibir vaginanya sedikit menyembul, bagaikan jengger ayam.
“Wow.., bener-bener terawat luar dalam ini Nenek.” batinku.
Walaupun lemak sedikit menggumpal di perutnya, tapi kulit nenek masih gres, mulus sampai liang vaginanya pun bersih terawat, terlihat berwarna merah segar kemudaan.
“Shrup.. shrup.. cop.. cop..” bunyi lidahku menari-nari menghisap lubang kemaluan Nenek Reni.
“Uh.. uh.. oohh trus trus.. Nak, aduh.. nikmatnya.. iihh..!” badan Nenek Reni meliuk-liuk menahan kegelian.
Vagina Nenek Reni basah oleh ludahku. Mungkin yang namanya monupouse (berakhirnya kelenjar pelicin) ya.. ini, vagina Nenek Reni sama sekali tidak mengeluarkan cairan.
“Bu.. ibu..” tiba-tiba si Sum, pembantu Nenek Reni memanggil-manggil.
“Brengsek..!” umpatku kesal.
Gimana tidak kesel, lagi mau masukin vagina Nenek Reni, eh.. si Sum manggil tuannya. Bergegas Nenek Reni merapihkan pakaian dan rambutnya yang acak-acakan.
Sambil tersenyum, dia berbisik, “Kamu pinter.. Nak. Nanti malam kita terusin ya.. Sayang..?”
Nenek Reni bergegas turun dan tidak lupa mengecup pipiku mesra. Samar-samar kudengar alasan Nenek Reni kepada Sum, dia di kamar atas dari tadi mengecek kamar anak-anak kost. Busyet, si nenek pintar bohong juga.
Jam di kamarku menunjukkan pukul 09.00 malam. Lampu-lampu di ruang tamu dan kamar pembantu mulai dipadamkan. Sepertinya kedua pembantu Nenek Reni sudah mulai tidur. Kecapean kali dari pagi kerja beberes rumah. Sepi sesekali terdengar bunyi jangkrik bersahutan. Aku sudah tidak sabar menunggu Nenek Reni. Acara TV di kamarku tidak lagi menarik perhatianku. Sayup-sayup kudengar langkah kaki menaiki tangga.
“Sstt.. Nak Jojo.. ini Nenek..” bergegas kubuka pintu kamarku, kupeluk erat nenek ******* ini.
“Nek..kog lama sih.., Jojo udah nggak tahan nih!” kataku sambil kutunjukkan penisku yang sudah terangsang berat.
Aku memang sengaja telanjang bulat menunggu kedatangan Nenek Reni.
“Ih.. gedenya!” dipegangnya penisku.
“Ya.. Nenek juga udah pengin ngerasain punya kamu, Jo. Rasanya gimana ya.. kalo punya kamu yang gede itu masuk ke Nenek..? Aduh.. ngebayangin aja rasanya udah cekot-cekot..” katanya sambil pakaiannya dilepas.
Yang menempel hanya kutang dan celana dalam berwarna hitam. Seksi sekali!
Sekarang badan kami menempel erat, bergumul di tempat tidurku. Ujung penisku yang terangsang berat diusap, diremas, pokoknya geli habis deh..! Badanku menggelinjang menahan geli. Bibir kami saling bercumbu, menggigit dengan nafsu yang membara. Sambil puting buah Dada Nenek Reni kupilin-pilin.
“Aduh.. Nak.. uuh.. sini gantian, Nenek mau hisap punya kamu..!” dengan cepat Nenek Reni bergerak turun mencari penisku yang masih tegak.
Ujung-ujung penisku dijilatinya.
“Uh.. ah.. ah.. sstt.. Nek.. ah.. enak sekali Nek..” suaraku tertahan menahan geli yang sangat.
Mendengar eranganku, Nenek Reni semakin bernafsu memainkan lidahnya. Dari ujung penis, lidahnya menjilat-jilat batang kemaluanku, terus.. terus.. sampai dua pelorku pun tidak luput dari jilatannya. Kedua pelorku dihisap dan dikulumnya.
“Sstt.. uuh.. geli.. Nek..,” tidak kuat aku menahan geli.
Busyet! Nenek Reni benar-benar jago. Baru kali ini aku merasakan sensasi sex yang begitu hebat. Tua-tua keladi nenek ini, makin tua makin HOT.
“Srupp.. srupp.. sstt.. sstt..” suaranya kedengaran seperti kepedasan.
Mulut Nenek Reni terbuka lebar memasukkan penisku, karaoke! Geli sekali batang penisku bergesekan dengan giginya. Uh.. tambah geli aku, begitu ujung penisku digigit-gigitnya.
“Nek.. Jojo.. nggak tahan.. Jojo mau masukin ya..?”
Pelan-pelan penisku dilepas, Nenek Reni telentang di sisi tempat tidur dengan kaki terbuka lebar (mengangkang). Lubang vaginanya terbuka lebar, siap melumat batang penisku. Ujung penisku mulai menyentuh bibir kemaluannya.
Dari atas, vaginanya yang terbuka terlihat menyembul sedikit lubang kencing Nenek Reni. Kugesek-gesekkan dulu penisku ke biji kacangnya.
“Uh.. uh.. geli.. oohh.. nak Jo.. Nenek udah nggak tahan..!”
Kemudian erangannya berganti menjadi, “Ah.. aah.. aduh.. Nak..” ketika penisku menerobos masuk ke dalam vagina Nenek Reni.
Pertama masuk vaginanya sedikit tertahan (kering), karena cairan kemaluannya tidak seperti gadis belasan tahun, baru ciuman saja sudah deras muncrat. Vagina Nenek Reni kering-kering nikmat, bagaikan bersenggama dengan perawan ting-ting.
“Blep.. plak.. plak.. blep..” bersahutan-sahutan bunyi batang kemaluanku beradu, sambil masih kupegang kedua kakinya naik ke atas membentuk huruf V.
Mata Nenek Reni meram melek menahan gejolak kenikmatan. Kupandangi wajahnya, sedikit mehanan nyeri, tersenyum. Buah dadanya bergoyang naik turun, kiri.. kanan.., seiring penisku menghujam masuk keluar lubang vaginanya. Terasa ngilu penisku di dalam, rupanya Nenek Reni sengaja mempermainkan liangnya.
“Uuh.. oohh.. jepitannya enak sekali Nek..!” eranganku pertanda Nenek Reni akan mengakhiri permainan ini.
“Aahh.. Jo.. Nenek.. oohh.. aduhh.. keluar.. oohh..”
Gesekan penisku semakin keras maju mundur, liang senggama Nenek Reni berdenyut-denyut menjepit batang kemaluaku sambil tangannya mencengkram sprei tempat tidur. Terasa cairan hangat membasahi penisku. Aku sudah tidak tahan, seolah-olah ada dorongan yang begitu hebat di dalam diriku.
Semakin keras kupompa vagina Nenek Reni, semakin keras dorongan yang kurasakan. Ah.., rasanya spermaku akan tumpah keluar.
“Sekarang.. Nek.. oohh.. Joo.. mo keluar.. aahh..!” spermaku muncrat membasahi dalam lubang vagina Nenek Reni.
Basah dan hangat sekali. Berkedut-kedut vagina Nenek Reni. Batang kemaluanku masih setia terbenam di dalam lubang kenikmatannya. Nenek Reni tersenyum senang sambil memencet hidungku. Lama kami saling terkapar di tempat tidur.
Nenek Reni merasa tidak kuat turun dari kamarku. Sambil tidur-tiduran, kami saling terbuka menceritakan pribadi masing-masing. Hangat sekali malam ini dikeloni oleh Nenek Reni. Dia mengharapkan supaya aku mau terus kost di rumahnya (gratis tentunya). Dan suatu saat, dia akan mengenalkanku dengan teman-teman yang sehoby dengan Nenek Reni. Aku hanya mengangguk di dekapan Nenek Reni.
Setelah ayah dan emak bercerai, aku tingal bersama kakek di kampung. Kakekku seorang petani emiliki beberapa ekor kerbau dan kebun yang luas. Tingal aku dan nenek berada di rumah. Emakku yang sudah janda berama abang dan kakakku tetap tinggal di kota.
Pengalaman beberapa tahun lalu tak mungkin hilang dari ingatanku sebagai seorang perempuan. Sepulang sekolah, aku langsung ke kebun. Di sana aku akan makan bersama kakek da nenek. Setelah makan, biasanya aku tingal di gubuk dan bermain sendiri.
Nenek yang selalu berada di ladang. Sementara kakek, lebih banyak mengurus kolam ikan dekat gubuk kami yang asri dan bersih. Kalau sudah sore, kakek selalu minta tubuhnya dipijak-pijak, setelah kakek tengkurap. Pinggang, terutama betis dan pahanya.
Biasanya selesai di pijak, kakek suka tertidur pulas. Jika dia terbangun, kami pergi ke pancuran untuk mandi dan pulangnya kakek selalu membawa dua jeregen air yang dipikulnya. Setelah kami tiba di gubuk, baru nenek mandi. Au begitu manja kepad mereka, terutama kepda kakekku, mungkin, karean aku membutuhkan figur ayah.
Saat kakek tertidur pulas, dari balik kain sarungnya yang tesingkap aku melihat ada sesuatu, hitam dan panjangnya hampir sejengkal. Mulanya aku melihat saja. Lama-lama aku ingin memegangnya. Kuraba benda itu. Lama-kelamaan benda itu seperti mengeras dan seperti terbangun.
Setelah kubuka sarung nenek, aku melihat ternyata benda itu adalah titit-nya. Sama seperti titit Maman, temanku sekolah waktu kelas 3 SD. Aku sering melihat titit itu ketika kami masih kelas 3 SD. Tapi setelah kelas enam sekarang, aku tak pernah mandi di sungai lagi dengan mereka, karean aku sudah pindah ke kampung.
Tapi titi kakekku, lebih besar dari mereka dan ada bulu-bulunya. Makn lama, aku semakin asyik memegangi titit kakek, sampai akhirnya terbangun. “Rupanya kamu, nduk,” katanya kepdaku. Lalu katakanya; tak pikir tadi nenekmu,” katanya lagi. Usah diterusin, katanya pula.
AKu semakin enak memegang-megang titit kakek. Video Ngentot – Walau aku sudah berumur 13 tahun, aku belum mengerti sepenuhnya soal titit ketika itu. Tubuhku memang besar dan tinggi seperti ayahku. Dalam usia itu, aku belum pernah melihat titit sebesar itu. 
Aku terus mempermainkannya. Sampai kakek merengkuhku dan memelukku dan meraba-raba pahaku. Kemudian diamasukkannya tengannyake dadaku dan mengelus-elus pentil tetekku perlahan-lahan. Kakek pun memasukkan jarinya ke dalam celana dalamku dan mengelus-elus memekku yang ketika itu belum berbulu.
Lalu kakek mencium tanganya dan meminta aku cebok dengan air dan dia minta aku membersihkan memekku pakai soap. Aku turun ke bawah gukuk dan mencuci memekku.  Kemudian aku naik lagi ke gubuk. Dan tiduran di sisi kakek. Aku tahu kakekku sangat sayang kepadaku. Dia adlah ayah emakku.
Di kejauhan nenek masih asyik ngobrol sembari menguliti jagung untuk dijemur. Kakek membuka rok-ku dan mengangkangkan kedua kakiku. “Diam saja ya. Kamu pasti ketagihan,” katanya. Dia dekatkannya wajahnya ke memekku lalu menjilati memekku yang sudah mulai tembem berkembang.
Biasanya, setia mau tidur, aku selalu mengelus-elus sendiri memekku. Aku merasa nikmat. Kini kakekku bukan hanya mengelus-elusnya, tapi justru menjilatinya. Lidahnya turun naik di belahan memekku dan memasukkan lidahnya ke dalam memekku.
Dia juga memegang titinya dan melancapnya. Sunguh aku ke enakan. Tak lama, kakek menghentikan jilatannya dan menutup kembali rok-ku. Di lantai gubuk aku melihat ada cairan kental putih, seperti lem kanji.
Kakek membersihkannya dengan daun kering. “Sudah ya, besok lagi,” katanya. Aku mengiyakan. Sesunguhnya aku masih ingin memekku dijilati oleh kakek. Tapi kakek mengatakan besok lagi, aku diam saja. Tiba waktunya kami menyiram pelet untuk ikan-ikan dalam kolam.
Ikan mas dan ikan nila merah mengelepar-gelepar berebutan pelet yang kami tebar. “Sebentar lagi kita panen. Nanti kakek belikan kamu baju baru dan sepatu,” katanya kepadku. AKu senang bukan main. Aku lebih senang lagi, ketika kakek berjanji akan membelikan aku sepeda mini.
Aku akan naik sepeda ke sekolah, tak lagi jalan kaki sejauh 1,5 Km. Sejak itu, hampir setiap sore aku sepulang sekolah dan habis makan siang dan ennek kembali ke ladang mengurusi buruh tani di ujung kolam, aku cepat-cepat mencuci memekku dan memberishkannya dengan soap.
Kakek sudah tahu apa maksudku. Aku memang sudah ketaguhan minta dijilati kakek, karena aku merasa nikmat. Biasanya, kakek akan pura pura tertidur dan mengganti celana pendeknya dengan kain sarungnya. Setelah aku rebah, kakek menyingkap rok-ku dan mulai menjilati lagi memekku. Itu sudah terjadi belasan kali.
Tapi kali ini tidak. Kakek duduk dan mengangkangkan kedua kakiku. Kedau kakiku diletakkannya di atas kedua pahanya yang juga terkangkang. Memekku dieluis-elus bukan dengan tangannya seperti biasa, tapi dengan kepala tititnya. Aku merasa enak juga, kepala titit itu mengelus-elus klitorisku.
Terasa lubang pipisku penuh oleh kepala titit kakek. Ketika kakek menekan titinya ke dalam memekku, aku merasa sakit sekali dan aku mengaduh. Lalu kakek menghentikan tusukannya dan kembali menjilati memekku. Ketika aku merasa enak dijilati, kembali kakek duduk seperti tadi mengangkangkan kedua kakiku dan diletakannya kedua kakikua di atas pahanya yang sudah mengangkang. Kembali kepala titinya di tusukkannya kedalam lubang pipisku.
Kembali aku mengaduh sakit. “Sabar ya,” katanya. Tapi aku tak mau. Kakek kembali mencabut titinya dan kembali menjilati memekku, sampai aku merasa benar-benar enak. Kesokan harinya, hal itu terjadi lagi. Setelah puas menjilati memekku dan aku merasakan enak sekali dan menjepitkan kedua kakiku di kepalanya, dia duduk dan menggesek-gesekkan kepala tititnya ke lubang memekku, lalu menekannya.
Kali ini, tusukannya disentakkan hingga aku merasakan sakit luas biasa, sampai aku menangis. Lalu kakek mencabut tititnya dari memekku. Kemudian menjlatiny alagi, sampai aku puas. Ada dua hari, kami tidak melakukannya, karea memekku masih sakit dan sedikit berdarah.
Setelah hampir seminggu, aku mencuci memekku dan membersihkannya dengan soap. Ketkika itu nenek sedang berbelanja ke kota untuk membeli keperluan kami, seperti sabun, minyak, dan keperluan lainnya. Kakek tersenyum dan mendatangiku.
Setelah aku rebah, kakek menyingkap rok-ku dan menjilatinya. Setelah aku merasakan aku mengeluarkan sesuatu dari memekku, aku merasakan kenikmatan luar biasa. AKu kira aku pipis, kemudian aku baru tahun yang keluar dari memekku adalah lendir kenikmatan.
Kakek kembali duduk dan membuat seperti semula. Dia masukkan kepala tititnya ke dalam lubang memekku. entah mengapa aku tidak protes. AKu diam saja, karena aku merasakan nikmat luar biasa, tidak seperti biasanya.
Lalu kakek mencucukkan tititnya ke dalam memekku dan aku kesakitan, tapi tidak sesakit waktu beberapa hari lalu. Aku merasa di dalam memekku sangat penuh ada yang mengisi. “Sabar ya nduk, sebenar lagi gak sakit,” katanya. Aku diam. Benar, tak lama, rasa sakit terasa berkurang.
Masih sakit?” tany kakek. “Masih dikit,” kataku Kakek perlahan menekan lagi titinya. Aku merasa, dalam memekku sudah sangat penuh. Kakek menariknya perlahan-lahan dan aku kegelian dan nimmat. Lalu kakek memasukkannya lagi perlahan. Aku juga merasa geli.
Saat ditarik lagi, aku juga merasakan nimmat sudah. Lalu kakek menarik dan mencucuk tititnya dan aku keenakan. Sampai kakek mempercepat cucukan dan tarikannya. Dan aku merasakan indah serta enak sekali. AKu merasa ada yang hangat di dalam memekku dan aku merasa terbang di awang-awang.
Itulah awalnya aku bersetubuh dengan kakekku sendiri. Sejak itu, kami selau melakukannya dalam kesempatan yang ada. Setelah aku haid, kakek setiap kali kami bersetubuh dia sudah memakai kondom. Biar lebih enak katanya. Aku pun menurut. Mohon maaf jika ada salah, nubi baru belajar posting……
Kami baru saja pindahke kawasan itu. Kasawan perumahan yang segala sesuatunya serba sendiri-sendiri. Tak seorang mau mengusik yang lain. Saat aku bersama dua orang buruh mengangkati barang-barang rumah kami, tiba-tiba seorang perempuan setengah baya datang menghampiri dan menegur ayah-ibuku. SEbagai tetangga baru, tentu ayah dan ibu sangat ramah kepada perempuan itu.
Akhhirnya aku memangilnya nenek. Nek Bilah, begitu panggilankami. Dia seoprang janda berana empat, kesemuan anak-anaknya sudh berumah tangga. Itu sebabnya dia kami panggil nenek. Anak-anaknya jauh di kota lain. Itu pula sebenya dia mendekatkan diri kepada kami, agar kami tetangganya adalah saudara terdekatnya. Bila ada apa-apa pada si nenek, kami tetangga yang lebih dulu menolongnya.
Aku suka menolongnya menyirami bunga-bunga yang banyak sekali di halaman rumahnya. Anggrek berwarna-warni dengan berbagai jenis. Demikian pula tanaman lainnya. Ibu dan ayahku pun senang melihatku menolongi si nenek yang selalu makai daster di rumah. Umurnya 53 tahun.
Tubuhnya masih sehat dan kelihata segar bila dibandingkan dengan teman-temannya sebaya. Setiap dia menggoreng singkong atau membuat kue-kue apa saja, orang yang pertama yang diberikannya adalah aku. Dia tak segan-segan memanggil namaku, kemudian menyerahkan sepiring kue masakannya untk kami cicipi sekeluarga.
Ayah dan ibu pun bila membeli kue dari pasar, selalu memberinya, bahkan oleh-oleh setiap kali ibu dan ayahku ke luar kota.Aku sering kali tidur-tiduran pada gazebo mungilnya di samping rumah sembari membaca buku-bukukuliahku. Biasanya, aku jugamembawa laptop ke gazebo itu.
Sore itu, Nek Bilah baru saja usai mandi. Terpancar dari aroma sabun di tubuhnya. Aku masih tiduran di gaezebonya. Terkadang aku hanya melompat pagar saja, kalau aku malas masuk dari gerbangnya. Biasanya si nenek tertawa saja, dan ibuku hanya bilang, hati-hati melompat, nanti terkilir. Kali ini aku sengaja tiduran pakai kain sarung saja dan kaos oblong.
Nek Bilah datang. Dia memijiti betisku pakai vaseline.
“Enak nek, terus dong?” kataku. Ibuku malah nyeletuk dari seberang pagar.
“Enak aja nyuruh orang tua. Kuwalat baru tahu?” kata ibuku.
“Ya.. gak apapalah” Seru nenek menimpali dan meneruskan pijatannya. Nenek memijat betisku dengan seksama.
AKu menimatinya. Saat tangannya sampai ke pahaku, aku baru ingat kalau aku tidak memakai celana dalam. Kubiarkan saja, toh, nenek hanya memijat sampai betis saja, pikirku.
Nenek menyingkap sarungku, katanya biar leluasa. Nyatanya, nenek menyingkapnya terlalu tingi sampai ke pantatku. Mungkin nenek mengira aku pakai celana dalam.
“Waaaooowww… besar juga punyamu,” kata nenek sembari mengelus penisku. Tak kusangka, nenek begitu berani mengelus penisku.
“Emangnya kenapa nek?” kataku.
“Apa sudah pernah dimandiin?”
“Setiap hari ya dimandiin nek kataku. “Maksud nenek dimandiin yang lain. Mandi enak…” katanya genit. “Oh… belum. Apa nenek mau memandiinnya?” kataku nakal pula. “Ikh… kamu, kok mau sama nenek-nenek…” katanya. “Nenek dan gadis sama saja. Yang pentingkan rasanya,” aku menimpali semakin berani. Nenk Bilah diam. Kontolku terus dielusnya pakai vaseline. Tentu saja semakin keras. “Sudah, sekarang terlentang,” katanya.
Aku mengikutinya dan menelentangkan diriku. Nek BIlang kembali memijat pahaku. Gazebonya memang terlindungi oleh pohon-pohon bunga. Jika tak diperhatikan betul-betul dan dengan sunguh-sungguh, tak seorang pun yang tahu, kalau di gazbo itu ada manusia.
Termasuk dari rumahku sendiri. Itu pula menyebabkan aku menyenangi gazebo itu tempatku belajar dan mengetik kuliahku di laptopku. Nek Bilang menyingkap kain sarungku sampai ke pusat dan jelas-jelas kontolku beridir dalam elusannya terlihat jelas. “Enak?” Nek Bilang bertanya setengah berbisik. Aku mengangguk. Kulihat Nek Bilang melepaskan celana dalamnya.
Setelah matanya celingak-celinguk ke kiri dan kanan, depan dan belakang, dia menaiki tubuhku dan mengangkangiku. Aku diam saja. Diangkatnya dasternya dan dituntunnya kontolku memasuki lubang memeknya. Sebelumnya dia lumuri vaseline dulu di bibir memeknya.
Setelah ujung kontolku kena persis di antara kedua bibir memeknya, dia menekan tubuhnya dari atas, lalu melesatlah kontolku ke dalam memeknya. Terasa hangat di dalam lubang memek nek Bilah. Untuk pertama kali kontolku mengeram dilubang nikmat. Nek Bilah seakan mengurut dadaku.
Pintar betul nenek ini bersandiwara memerankan seperti tukan pijat, bisik hatiku. Pantatnya yang besar memenuhi pahaku. Aku memejamkan mataku. Goyangannya semakin menjadi-jadi dan semain cepat. AKu merasa nikmat bukan kepalang.
“Kontolmu memang besar dan panjang. Keras lagi,” kata Nek Bilang to the point. Dia tidak memilah kata lagi. Mulutnya mulai cakap kotor. Kontol bagus, katanya setengah berbisik. AKu tak mau kalah. MEmek nenek juga enak, walau sudah tua. Goyangan nenek juga hebat.
Kapan saja nenek mau kontolku, nenek boleh kode aku, kataku. Dia tersenyum. Aku kenikmatan dan aku tak mampu berbuat apa-apa selain mendiamkan saja goyangannya. Tiba-tiba croot…crooot…croooooottttt. Sepermaku muncrat memenuhi lubang Nek Bilah.
Dia semakin mempercapat goyangannya dan menindihku kuat-kuat dan menicum leherku. Nenek juga sampai…. katanya. Sejak itu, atas sarannya, jika aku mau ke gazebo, tidak boleh pakai celana tapi harus pakai sarung dan tanpa celana dalam. Aku setuju. Sepulang kuliah dan siap makan siang aku dan menggati pakaianku dengan sarung. Kulihat Nek Bilah sembunyi memberi kode dari gazebonya. Aku ambil laptop dan menyeberang.
“Ini, kasi kue ini pada ennekmu,” kata ibuku. “AKu lihat tadi Nenek naikbeca keluar. Tapi marilah, nanti kalau pulang keberikan,” kataku berbohong pada ibuku. Aku membawa sebungkus kue untuk nek Bilah. Begitu aku masuk ke halaman rumahnya, kulihat nek Sumi merangkak menuju gazebonya.
Aku geli melihatnya, nenek-nenek masih merangkak kaya kucing berjalan memekai kedua kaki dan kedua tangannya agar tubuhnya rendah dan tak kelihatan. Nek Bilah sudah pula menambah berbagai tanaman mengelilingi gazebo, hingga gazebo semakin rindang dan susah untuk dilihat.
Begitu akusampai di gazebo, nek Bilah langsung merebahkan tubuhku dan tubuhnya juga tergeletak di sampingku. Dilumurinya kontolku pakai vaselin agar licin dan dia juga melumuri kontolnya pakai vaselin. Maksudnya agar cepat kontolku memasuki lubangnya.
Karean lubangnya sudah kering dan sudah menapouse, vaselin sangat membantu. Setelah kontolku keras, dia minta aku menindihnya. AKu menyucukkan kontolku ke vaginanya. “Mau yang lebih enak?” bisiknya padaku. AKu mengangguk. Dia meminta aku mencabut kontolku dari memeknya. Dia mengambil lagi Vaselin dan melumurinya. Lalu dituntunnya kontolku.
“Tekan” katanya. AKumenekan kontolku. Kok sempit sekali. Ternyata kontolku dituntun ke lubang anusnya. Kutekan kuat-kuat secara perlahan, akhirnya kontolku jepit oleh anusnya. Wah… nikmat sekali. Sejak itu, aku lebih sering meminta lubang anus ketimbang lubang memeknya.
Akhirnya ada kesepakatan. Setiap selasa, jatrahku lubang memek dan setiap jumat jatahku lubang anus. Terkadang aku yang horny. Jika demikian, aku langsung ke rumah nenek dan sebelumnya aku sudah lebih dulu mengirimkan SMS agar dia siap-siap. Walau bukan selasa atau jumat. Mungkin rabu atau kamis atau hari apa saja. Nek Bilah langsung membuka celana dalamnya dan melumuri lubang anus dan memeknya.0
Itil Service

Related Posts

Leave A Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *