Saturday, November 23, 2024

Mahkota Ustadzah Fiza

News Online Itil

Kalau pakai jari saja sudah begini enak, gimana kalau pakai penis sungguhan? Ah, Ustazah Fiza mengutuk dirinya sendiri. Bagaimana ia bisa berpikir seperti itu. Mencoba mengusir bayangan mesumnya, ia pun menarik nafas panjang.

”Ustazah lelah?” tanya dokter Pram yang melihat Ustazah Fiza menghela nafas.

”Ah, t-tidak. Saya cuma pingin rileks,” Ustazah Fiza melemaskan lagi tubuhnya yang tadi sempat tegang. Dengan dokter Pram yang menarik jarinya dan sekarang berdiri di sampingnya, ia jadi bisa melakukan itu.

”Maaf tadi saya berlaku kurang ajar. Habisnya, tubuh Ustazah begitu indah. Baru kali ini saya dapat pasien yang sanggup bikin saya lepas kendali.” kata dokter Pram dengan sangat terus terang.

”Emm, tidak apa-apa, dok. Saya juga minta maaf, saya bisa mengerti kok.” Ustazah Fiza melirik selangkangan sang dokter yang kini tepat berada di sudut matanya, tampak benda itu sudah sangat menggembung, besar sekali.

Apapun sesuatu yang ada di dalamnya, kini sudah terbangun dan menggeliat, menampakkan keperkasaannya. Tanpa sadar, Ustazah Fiza menelan ludahnya. Bayangan penis yang besarnya lima kali lipat dari milik sang suami kembali menggoda pikirannya.

”Saya ingin tahu reaksi tubuh Ustazah. Bukankah tadi ustazah bilang kalau perut bagian bawah yang sakit? Benjolan itu seharusnya tidak menghasilkan efek seperti itu. Saya takut ini karena sebab lain.” kata dokter Pram.

”M-maksud dokter g-gimana?” tanya Ustazah Fiza dengan terbata-bata. Matanya tetap melirik selangkangan si dokter tua.

”Saya ingin mengecek tubuh Ustazah secara keseluruhan.” kata dokter Pram.

”S-saya harus check-up lengkap, gitu?” tanya Ustazah Fiza tak mengerti.

Dokter Pram tertawa, “Iya, tapi itu nanti. Untuk sekarang, saya ingin melakukan pemeriksaan secara visual. Seperti yang saya lakukan pada kewanitaan ustazah.”

Ustazah Fiza terhenyak, tak tahu harus berkata apa. Dokter Pram ingin melihat seluruh tubuhnya! Apa ia tidak salah dengar? Diperiksa di bagian kemaluan saja sudah membuatnya malu setengah mati, sekarang malah dokter itu ingin melihat seluruh tubuhnya.

Ini sudah tidak benar. Ia harus menolak. Seberapapun kuat gairah yang sudah menguasai tubuh sintalnya, Ustazah Fiza mencoba untuk melawan. Harkat dirinya sebagai seorang wanita terhormat yang taat menjalankan ajaran agama sedang dipertaruhkan, dan ia tidak ingin kalah.

“M-maaf, dok. Sepertinya s-saya tidak bisa melakukan itu.” kata Ustazah Fiza pada akhirnya. Inilah kalimat paling benar yang ia ucapkan selama 10 menit terakhir.

Dokter Pram menoleh. ”Kenapa, Ustazah malu?” tanyanya.

”Bukan hanya malu, ini memang tidak boleh.” kata Ustazah Fiza tegas.

”Lalu bagaimana saya harus memeriksa Ustazah?” tanya dokter Pram, mulai terlihat tidak sabar.

”Tidak usah, cukup obati benjolan yang ada di kewanitaan saya saja.” dan ngomong soal kewanitaan, Ustazah Fiza jadi teringat pada lubang vaginanya yang sampai saat ini masih terbuka lebar bagi sang dokter. ”Dan tolong, tutupi milik saya.” pintanya dengan muka jengah antara malu dan jengkel.

Dokter Pram mengangguk dan tersenyum, sedikit meminta maaf. ”Ah, iya. Maaf.” segera ia menurunkan kembali celana dalam Ustazah Fiza. Saat mengatur letaknya, jarinya sedikit menggesek, seperti sengaja menyentil kelentit sang ustazah untuk yang terakhir kali.

Sedikit berjengit, namun tidak bisa marah, Ustazah Fiza menghela nafas lega. Untunglah, ia bisa lolos dari awal perbuatan zina.

Namun dokter Pram yang sudah mulai tergoda, tentu saja tidak akan melepaskan mangsanya begitu mudah. Apalagi di saat yang sama, Ustazah Fiza yang akan menurunkan kaki dari topangan, tiba-tiba mengeluh kesakitan.

”Auw! Aduh! Aduduh! Dok… sakit!” kata perempuan cantik itu sambil memegangi bagian bawah perutnya.

”Kenapa, ustazah?” tanya dokter Pram dengan kaget. Cepat ia bereaksi, dielusnya pinggul Ustazah Fiza dengan maksud untuk meredakan rasa sakitnya.

Ustazah Fiza yang tengah merintih-rintih, sama sekali tidak menghiraukan saat tangan sang dokter kembali menjamah kemaluannya.

”Mana yang sakit?” tanya dokter Pram sambil terus memijit-mijit pelan, kembali disingkapnya celana dalam Ustazah Fiza hingga kemaluan wanita cantik itu terlihat jelas. Benjolan yang ada di kelentitnya tampak menonjol memerah. Dokter Pram segera menekannya. Tidak ada reaksi dari Ustazah Fiza, sepertinya penyebab sakitnya bukan dari benda mungil itu.

Itil V3

”Arghhh… dok, sakit!” pekik Ustazah Fiza sekali lagi, tubuhnya makin kuat menggelinjang. Sementara keringat dingin mulai keluar dari sela jilbabnya.

Dokter Pram mengangguk, ”Cepat buka baju Ustazah, biar saya periksa.”

Ustazah Fiza tidak dapat lagi menolak. Rasa seperti ditusuk dan dipelintir-pelintir terus merajam bagian bawah perutnya. Membuatnya jadi benar-benar tak tahan. Maka, sambil meringis kesakitan, ia pun merelakan saat tangan kurus dokter Pram membantu mencopoti kancing bajunya.

”M-maaf, Ustazah.” kata dokter tua itu saat tangannya dengan tidak sengaja menyenggol tonjolan buah dada Ustazah Fiza.

Tidak menjawab, Ustazah Fiza menyingkap baju panjang dan daleman yang ia kenakan. Jadilah, dengan perasaan sangat malu namun kesakitan, ia berbaring hampir telanjang di depan dokter Pram.

Hanya jilbab lebar dan beha putih susu yang masih tersisa di tubuh sintalnya. Yang lain sudah terlepas begitu mudah. Memang masih ada celana dalam, tapi benda itu seperti jadi penghias saja karena sudah tersingkap dari tadi, memperlihatkan lubang kemaluan Ustazah Fiza yang sudah basah dan memerah.

Dokter Pram memandangi sejenak tubuh montok Ustazah Fiza yang masih menggeliat-geliat menahan sakit. Ia perhatikan bahu ibu muda itu yang ternyata begitu bersih, putih sekali, dengan lekuk tubuh yang masih menampakkan keindahan meski baru saja melahirkan.

Bulatan payudaranya tampak begitu menggoda, sangat besar sekali. Sisi-sisinya yang padat dan putih mulus terlihat jelas karena beha yang dikenakan Ustazah Fiza ternyata kekecilan.

Ustazah Fiza berusaha membenahinya dengan mendekapkan tangan di bagian atasnya, berharap bisa menghalangi pandangan sang dokter dari tonjolan buah dadanya. ”Dok, s-sakit!” ia mengingatkan laki-laki tua itu saat melihat dokter Pram cuma diam saja tanpa bertindak apa-apa.

”Ah… eh, iya. Maaf.” tersadar dari lamunan, cepat dokter Pram memegangi tubuh Ustazah Fiza. Dimulai dari bagian bawah perut. ”Katakan kalau sakit,” perintahnya.

Ustazah Fiza mengangguk. Bisa dirasakannya tangan sang dokter yang tengah meraba lembut kulit selangkangannya. Dilanjutkan naik ke atas menuju bukit kemaluannya.

Dokter Pram seperti meraba-raba rambut kemaluannya sebelum tangannya terus naik menuju ke bagian bawah pusar. Disini dokter Pram menekan sedikit, membuat Ustazah Fiza sedikit berjengit namun tidak berteriak kesakitan.

”Nggak sakit?” tanya dokter tua itu melihat pasiennya yang cuma terdiam.

Ustazah Fiza menggeleng. Wajahnya memerah karena merasakan usapan tangan dokter Pram yang seperti menggelitik lubang pusarnya. Namun itu cuma sesaat, karena dokter itu sudah keburu melanjutkan rabaannya.

Kali ini makin ke atas. Setelah memenceti sisi perut Ustazah Fiza yang ternyata tidak berefek apa-apa, dokter Pram menggerakkan jari-jarinya ke pangkal dada Ustazah Fiza yang masih tertutup bh.

”Maaf ya, Ustazah. Boleh saya…” ia meminta ijin untuk memegangi payudara Ustazah Fiza.

Tidak menjawab, Ustazah Fiza mengalihkan pandangannya ke samping. Tidak sanggup untuk melihat saat dokter Pram ingin menjamah bagian penting dari kewanitaannya. Kalau saja tidak sedang dalam kondisi genting dan kesakitan, tentu ia tidak akan mengijinkannya.

Merasa mendapat restu, dokter Pram pun mengulurkan tangan. Pelan ia taruh jari-jarinya di atas gundukan payudara Ustazah Fiza yang sebelah kiri. Ditekannya pelan dengan selembut mungkin.

Saat melihat tidak ada reaksi, ia memindahkan tangannya sedikit lebih ke samping. Kembali ditekannya pelan. Begitu terus hingga seluruh bagian payudara Ustazah Fiza yang besar dan mengkal itu berhasil ia jelajahi.

Rasanya sungguh nikmat dan empuk. Meski masih tertutup bh, tetapi tetap tidak bisa menghilangkan keindahannya.

Keringat dingin mulai keluar dari dahi sang dokter saat ia terus bekerja. Kali ini giliran yang sebelah kanan yang ia garap.

Sama seperti tadi, ia juga memencetinya bagian demi bagian hingga terjamah seluruhnya. Rintihan halus mulai terdengar dari mulut manis Ustazah Fiza. Wanita itu memejamkan kedua matanya rapat-rapat sambil menggigit bibir bawahnya kuat-kuat untuk meredam teriakan.

Dokter Pram tersenyum, rupanya bukan dia saja yang tengah bergairah. Menyeringai senang, iapun terus menggerakkan tangannya. Kini dengan dua tangan ia pegangi buah dada Ustazah Fiza.

Satu tangan untuk satu gundukan. Orang bodohpun tahu, posisi itu adalah posisi laki-laki yang sedang merangsang seorang wanita. Bukan seorang dokter yang tengah memeriksa pasiennya.

”Ehm… dok!” Ustazah Fiza merintih, tubuh mulusnya menggeliat. Tapi bukan karena sakit, justru karena merasa nikmat oleh pijitan sang dokter.

”Tahan, Ustazah. Sebentar lagi selesai.” lirih dokter Pram. Tangannya terus bergerak meremas-remas tumpukan daging kenyal di dada Ustazah Fiza yang membusung indah. Ia sudah tidak lagi gemetar seperti tadi, kini sudah sangat mantab dan berani. Apalagi saat dilihatnya Ustazah Fiza sama sekali tidak menolak, malah cenderung menikmatinya.

Dengan batang penis yang kian mendesak celana panjangnya, dokter Pram menepuk bahu Ustazah Fiza. ”S-sudah, Ustazah.” panggilnya mencoba menyadarkan Ustazah Fiza.

Wanita itu membuka sedikit bola matanya. “Ah, i-iya.”

”Tidak ada yang salah dengan tubuh Ustazah, semuanya normal dan baik-baik saja.” kata dokter Pram sambil matanya tak berkedip menatap busungan dada Ustazah Fiza yang bergerak turun naik di depan hidungnya.

”Ah, s-syukurlah kalau b-begitu.” sahut Ustazah Fiza lirih. Rasa sakit di bawah perutnya memang sudah hilang sekarang.

”Tapi saya curiga ini karena kesalahan saya,” sambung dokter Pram.

”Kesalahan dokter? Maksudnya?” tanya Ustazah Fiza tak mengerti.

”Mungkin saya kurang teliti dalam memeriksa, jadi penyakit Ustazah terlewat dari pengamatan saya.” jelas dokter Pram.

Ustazah Fiza berusaha mencerna kata-kata itu. Lalu, ”Ehm, jadi… dokter mau melakukan pemeriksaan ulang, gitu?” tanyanya.

Dokter Pram mengangguk, ”Dengan ustazah melepas bh ini,” jarinya menunjuk beha putih susu yang masih bertengger di atas gundukan payudara ustazah Fiza. ”Saya harus memegangnya langsung, kulit bertemu kulit. Dengan begitu, saya bisa memastikannya dengan lebih teliti.” tambahnya sebelum Ustazah Fiza sempat membantah.

Ibu guru berjilbab itu kembali terdiam, berat sekali rasanya menanggung semua ini. Sebelum kesini tadi, ia sama sekali tidak menyangka kalau akan disuruh telanjang. Tapi sekarang?

Ah, namun penyakitnya sangat perlu untuk diobati. Rasanya sakit sekali kalau lagi kambuh. Lebih baik ia telanjang daripada merasakannya lagi. Bisa-bisa ia pingsan kalau rasa sakit itu datang lagi.

Maka, sambil menghela nafas panjang, Ustazah Fiza pun berucap. ”Bagaimana kalau tangan dokter masuk ke dalam. Saya malu kalau harus melepasnya, malu sekali!” bisiknya. sumber ceritasex.site

Dokter Pram mengangguk, ”Begitu juga bisa,”

Selesai berkata, dengan tangan bergetar, dokter tua itupun menjamah payudara Ustazah Fiza. Jari-jarinya menyusup masuk ke balik cup bh sang ibu muda.

”Ahh…” Ustazah Fiza melenguh saat merasakan jari-jari sang dokter yang mulai melingkupi tonjolan buah dadanya.

Dokter itu mengusap-usap pelan seluruh permukaannya yang halus dan mulus, terutama putingnya, beberapa kali jari dokter Pram seperti sengaja menjepit dan memilinnya, membuat butiran keringat mulai bermuncul di dahi Ustazah Fiza yang masih tertutup jilbab.

Bersambung…

1 2 3 4
Itil Service

Related Posts

Leave A Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *