Thursday, November 21, 2024

Mahkota Ustadzah Fiza

News Online Itil

Kebanyakan kisah mereka sungguh menakutkan karena harus memamerkan mahkota yang paling berharga kepada lelaki yang bukan muhrim, padahal sepatutnya hanya kepada suami sajalah mereka boleh memperlihatkan pemandangan indah itu.
Dalam hati, Ustazah Fiza ingin menolak, namun dia bingung juga akan keadaan dirinya, apalagi mengingat kata-kata dokter Pram barusan. Ia terancam terkena kanker rahim! Oh, sungguh sangat menakutkan.

Dan ketakutan ternyata bisa meruntuhkan akal sehatnya, terbukti saat dokter Pram berkata, ”Silakan Ustazah letakkan kedua kaki di atas sini,” Ustazah Fiza sama sekali tidak bisa menolak. Bayangan akan ancaman kanker rahim membuatnya menurut dengan cepat.

Dokter Pram menunjuk dua penyangga yang ada di ujung ranjang, saat Ustazah Fiza meletakkan kedua kakinya disana, posisinya sekarang jadi seperti mengangkang. Kedua pahanya terbuka lebar, sementara kemaluannya terekspos bebas, siap menerima tatapan dokter Pram yang akan menghujam sebentar lagi.

Laki-laki itu berdiri di ujung ranjang, tepat di tengah-tengah celah kaki Ustazah Fiza. Tampak sebagian paha Ustazah Fiza sedikit terbuka, juga selangkangan perempuan cantik itu yang tampak menggembung indah.

Dokter Pram menatap nanar kesana, seperti tengah menyantap dan menikmati betapa mulus dan mempesonanya aurat Ustazah Fiza.

Ustazah Fiza sendiri bukannya tak sadar diperhatikan seperti itu, namun apa daya, ia tidak bisa melakukan apapun untuk mencegah semua itu.

Sama sekali tidak ada! Yang bisa ia lakukan sekarang cuma duduk terdiam pasrah sambil berharap pemeriksaan itu berlangsung cepat sehingga rasa malu yang menggumpal di hatinya tidak bertambah menjadi lebih besar lagi.

”Maaf, Ustazah.” Dokter Pram menarik jubah terusan panjang warna hijau muda bercorak bunga yang dikenakan Ustazah Fiza ke atas, kain daleman warna putih yang dipakainya turut disingkap ke atas sampai ke batas pinggang, membuat sebagian paha dan celana dalam si ustazah terlihat jelas.

Ustazah alim ini memakai stoking putih panjang hingga ke ujung lututnya, meski begitu, separuh tubuhnya sudah telanjang sekarang.

Memang dia masih memakai baju dan jilbab lebar untuk menutupi tonjolan buah dadanya yang membusung indah, tapi bagian bawah tubuhnya -yang merupakan bagian paling intim- justru terbuka lebar.

Dokter Pram menelan ludah, dia memang beruntung. Meski sudah banyak melihat berbagai bentuk dan rupa kemaluan wanita, namun milik Ustazah Fiza ini tampak sangat spesial.

Masih tertutup celana dalam saja sudah terlihat begini indah, apalagi kalau dibuka. Membayangkannya membuat penis sang dokter yang sudah lama tidak terbangun, jadi menggeliat lagi.

Ditambah kulit paha Ustazah Fiza yang begitu putih dan mulus, jadilah dokter Pram menyeringai mesum karenanya.

”Maaf ya, Ustazah, ininya saya buka,” kata dokter tua itu sambil menyingkap sedikit celana dalam Ustazah Fiza hingga celah kemaluannya terlihat jelas. Tampak begitu indah dan sempurna.

Meski baru saja dipakai untuk melahirkan, benda itu tetap terlihat imut dan lucu, begitu sempit dan mungil, tampak tidak melar sama sekali. Pasti rasanya masih sangat menggigit.

Dengan warna merah kecoklatan, dan rambut yang tercukur rapi tumbuh di bagian atasnya, jadilah kemaluan itu begitu mantab dan mempesona.

Ustazah Fiza bukannya ikhlas diperhatikan seperti itu, tapi mau bagaimana lagi, mau mundur sekarang juga percuma, dokter Pram sudah terlanjur menatap kemaluannya. Ia sebenarnya malu bukan main, air mata mulai menetes di sudut kelopaknya, tapi apa yang bisa ia lakukan?

Ini prosuder normal, hanya dengan begini dokter Pram bisa mendiagnosis penyakitnya, meski itu artinya ia harus merelakan dokter tua itu mengutak-atik kemaluannya. Ustazah Fiza menghela nafas, demi kesembuhan, tampaknya ia harus rela melakukan itu.

”Maaf, Ustazah,” sekali lagi dokter Pram meminta maaf. Tanpa memperhatikan ekspresi Ustazah Fiza yang malu dan takut, ia mengambil krim dari salah satu tube yang tertata rapi di meja dan mengoleskan ke telapak tangannya. Ustazah Fiza memperhatikan dengan seksama saat dokter Pram meratakan krim itu ke permukaan kemaluannya.

”Agar Ustazah nyaman dan tidak sakit.” kata dokter tua itu sambil tangannya terus bergerak. Ustazah Fiza bergidik, baru kali ini ada lelaki lain yang memegang kemaluannya, dan bukan cuma memegang, tapi sudah memijit dan menggesek-gesek meski sama sekali tidak terlihat punya niat buruk.

Jari-jari dokter Pram bergerak dengan ringan, membelai bibir kemaluan Ustazah Fiza, berusaha meratakan krim di tangannya sesempurna mungkin.

Vagina Ustazah Fiza jadi terlihat licin dan mengkilap sekarang. Tadi saja sudah terlihat begitu indah, apalagi sekarang. Dokter Pram yang sering melihat kemaluan wanita saja, sempat berhenti sebentar karena saking terpesonanya.

Sekilas ia menatap kemaluan Ustazah Fiza tanpa berkedip, memperhatikan saat benda itu berkedut-kedut ringan seiiring nafas Ustazah Fiza yang semakin cepat karena saking malunya.

Ingin ia melihat lebih lama lagi, namun janji sumpah setianya sebagai dokter melarang hal itu. Maka sambil sedikit bergidik, dokter Pram menarik pandangannya.

”Hah,” Ustazah Fiza menghela nafas lega, namun itu cuma sementara, karena selanjutnya sang dokter sudah bersiap untuk langkah berikutnya.

Itil V3

”Ustazah tidak apa-apa? Saya akan memulai pemeriksaan,” kata dokter Pram sambil mulai menutul dan menguak-nguak lubang kelamin Ustazah Fiza dengan ujung jarinya.

Ustazah Fiza yang tidak diberi kesempatan untuk bernafas, kontan mengeluh karenanya. Namun sepertinya dokter Pram tidak mengetahui, atau tidak peduli? Entahlah, yang pasti, laki-laki itu terus memegang dan memeriksa alat kelamin Ustazah Fiza.

Dengan jari-jari tangannya yang panjang dan keriput, dia terus mengelus dan memijitinya. Ditelusurinya vagina cantik Ustazah Fiza tanpa berkedip, tiap bagiannya ia perhatikan dengan teliti.

Air cinta Ustazah Fiza yang mulai mengalir keluar diusapnya dengan hati-hati agar tidak menghalangi pandangan. Dokter Pram sepertinya jenis orang yang teliti.

”Hmm, sepertinya semua baik-baik saja,” kata laki-laki tua itu, tangannya terus bermain di permukaan kewanitaan Ustazah Fiza.

Sang ibu guru muda yang diperlakukan seperti itu, sebenarnya ingin protes, namun tidak berani. Siapa tahu ini benar-benar prosedur normal, bukan seperti kata hatinya, yang merasa kalau jari-jari tangan dokter Pram seperti merangsang dirinya! Sama seperti yang biasa dilakukan suaminya ketika merayu untuk mengajak bercinta.

Akibatnya, cairan kewanitaan Ustazah Fiza jadi meleleh deras sekarang. Semakin lama menjadi semakin banyak. Karena malu, ia pun menguatkan diri untuk melayangkan protes. Ustazah Fiza tidak ingin digoda lebih lama lagi. Sudah tahu kalau kewanitaannya baik-baik saja, kenapa masih dipegangi juga?

”Ehm, dok… a-apa nggak sebaiknya pake s-sarung tangan? B-bersalaman aja k-kita tidak boleh, a-apalagi bersentuhan s-seperti ini!” sergah Ustazah Fiza dengan nafas panjang pendek. Wajah cantiknya sudah memerah karena malu.

Dokter Pram menoleh dan tersenyum bijak, ”Sarung tangan cuma membatasi feeling saya, Ustazah. Begini lebih baik, hasil diagnosanya bisa lebih akurat.” kata laki-laki tua itu.

”T-tapi… saya masih keberatan,” Ustazah Fiza mengeluh, ia berusaha keras melawan rangsangan yang datang… karena sambil berbincang, tangan dokter Pram terus memegang dan memijit-mijit kemaluannya.

”Ustazah tenang saja, biar saya yang menanggung dosanya. Yang penting Ustazah cepat sembuh.” doktor Pram menggunakan dua jarinya untuk menguak lubang kemaluan Ustazah Fiza.

Kalau tadi cuma permukaannya yang terlihat -yang mana itu sudah membuat Ustazah Fiza malu bukan main-sekarang seluruh lorong dan celah kewanitaan sang Ustazah terlihat jelas.

Sungguh indah bukan main. Warna dan lipatannya yang masih tampak sempurna sanggup membuat dokter Pram terdiam.

Lagi-lagi pria itu terpesona, bagaimana bisa wanita alim seperti Ustazah Fiza yang jarang merawat tubuh bisa memiliki alat kelamin sebagus ini. Sungguh suatu anugrah dari yang kuasa. Mungkin ini yang namanya karunia, kalau tidak mau dikatakan mukjizat.

”Ahh, dok…” kembali Ustazah Fiza membuka suara, mencoba untuk memprotes. ”K-katanya baik-baik saja, k-kenapa masih diteruskan?” tanyanya dengan suara berat.

”Tadi cuma bagian luar saja, yang dalam kan belum saya periksa.” kilah dokter Pram. Dengan satu jari ia mengorek kemaluan Ustazah Fiza.

Tak dinyana, Ustazah Fiza yang sejak tadi sudah matian-matian berusaha menahan diri, tiba-tiba saja berteriak kencang. ”Dok, auw!” jeritnya parau.

Doktor Pram sempat terkejut, namun selanjutnya tersenyum penuh pengertian. ”Kenapa, Ustazah? Sepertinya saya tidak menyentuh bagian yang sakit.”

”Ah, s-saya…”

Belum selesai Ustazah Fiza menjawab, dokter Pram sudah cepat memotong, ”Jangan bilang kalau jari saya lebih besar dari kemaluan suami Ustazah,” ceritasex.site

Ustazah Fiza terdiam, matanya melotot, sementara mulutnya komat-kamit ingin membalas kekurang-ajaran dokter tua itu, namun ia tidak bisa mengeluarkan suara karena apa yang dikatakan oleh dokter Pram memang benar adanya.

Memang tidak lebih kecil sih, tapi ukuran penis suaminya sama dengan jari dokter Pram (Menyedihkan bukan?) itulah kenapa ia menjerit, saat dokter Pram memasukkan jarinya, Ustazah Fiza jadi merasa seperti disetubuhi.

Melihat keterpanaan Ustazah Fiza, doktor Pram tersenyum nakal dan meneruskan aksinya. Tangannya kembali mengorek-ngorek vagina Ustazah Fiza, sementara mulutnya berbisik, ”Punya saya lima kali lebih besar dari ini lho,”

”Hah,” Ustazah Fiza mendelik marah, sama sekali tidak menyangka kalau dokter tua yang kelihatan sopan itu kini menggodanya. ”Dokter jangan macam-macam ya, saya…”

”Kenapa, Ustazah ingin melihatnya?” tantang dokter Pram dengan lebih berani. Ia nekad berbuat seperti itu karena meski melihat Ustazah Fiza marah, tapi wanita itu seperti terlihat pasrah. Hanya mulut dan matanya yang memprotes, sementara gerak-gerik dan isyarat tubuhnya menunjukkan hal yang sebaliknya.

”Bukan!” Ustazah Fiza menggeleng cepat, ”Mana mungkin ada yang punya barang sebesar itu,” ujarnya kemudian dengan muka menunduk menahan malu, entah kenapa ia bisa berkata seperti ini, padahal biasanya ia paling anti berkata jorok.

”Haha,” dokter Pram tertawa, tangannya terus bergerak membelai kemaluan sang Ustazah cantik dengan mesra. Benda itu sudah sangat membanjir sekarang. ”Ustazah mau bukti?” tanyanya menggoda.

Ustazah Fiza terdiam, tubuh sintalnya menggeliat, namun tidak bisa melepaskan diri dari kekangan penyangga yang menahan kakinya. Usahanya memang tidak terlalu keras, karena meski ia tidak menginginkannya, perbuatan dokter Pram sanggup memancing gairahnya secara perlahan. Itu yang membuatnya jadi sedikit pasrah.

”Dari tadi, benda ini bikin saya penasaran,” kata dokter Pram sambil menekan pelan kelentit Ustazah Fiza.

”Auw!” seperti tadi, kali ini perempuan cantik itu juga berteriak kesakitan.

”Aha, sepertinya kita menemukan letak penyakit Ustazah.” kata dokter Pram pura-pura gembira. Tangannya bergerak mengusap pelan kelentit Ustazah Fiza, mencoba menaksir apa kiranya benjolan merah yang terasa kaku itu.

”I-iya, dok… i-itu yang sakit.” sahut Ustazah Fiza dengan terengah-engah. Bukan saja karena kaget, tapi juga karena rangsangan birahi yang mulai menguasai tubuh sintalnya.

Bagaimana tidak? Sambil mengusap kelentit, salah satu jari dokter Pram terus menjejalahi lubang kemaluannya. Laki-laki itu seperti merangsangnya. Misalkan ditambah jilatan, lengkaplah sudah ritual mesum itu.

”Ini cuma benjolan biasa, tapi untuk memastikannya, kita harus melakukan tes lain.” kata dokter Pram.

”T-tes apa, d-dok?” tanya Ustazah Fiza dengan sedikit berbisik, ia mulai tidak bisa berpikir jernih. Tebalnya iman yang biasanya ia bangga-banggakan, perlahan terhapus oleh bayangan penis sang dokter yang katanya lima kali lipat besarnya.

Bersambung…

1 2 3 4
Itil Service

Related Posts

Leave A Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *