Kemudian kubuka sedikit bibir vaginanya dengan jariku sampai terlihat bagian dalam bibir vaginanya yang berwarna merah muda dan kumainkan lidahku di sana.
Kusapu melingkar dikombinasikan dengan tusukan lidah ke dalam sambil kuaminkan klitorisnya dengan ibu jari kananku. Semakin menggeliatlah Rani dengan desahan yang makin hebat.
Kusudahi oral vaginanya. Aku bangkit kucium kembali bibirnya sambil jariku tetap bermain dengan vaginanya. Ciuman Rani semakin ganas menyambut ciumanku. Perlahan kumasukan jari tengah kananku ke vaginanya.
Rani sedikit menjerit. Masih terasa sempit vagina Rani. Benar kata orang kalau vagina itu elastis, vagina akan kembali rapat kalau sudah lama tidak dimasuki.
Tangan kanan Rani tidak tinggal diam. Tangannya sudah menggenggam penisku sambil mengocok ringan penisku yang sudah dalam kondisi tegang maksimal.
Kucari titik kenikmatan di dalam vagina Rani dengan jariku dan i got it. Pada saat kusentuh itu, tubuh Rani tersentak kaget dan ciumannya semakin tidak beraturan.
Kemudian aku mulai memainkan lidahku di atas putingnya sambil sesekali menghisap putingnya sudah keras sekali sambil tetap kumainkan jari tengahku di titik kenikmatan dalam vaginanya sementara telapak tanganku memainkan klitorisnya.
Tidak lama kemudian badan Rani mulai bergetar hebat disertai dengan teriakan kecil dan badannya pun menegang sedikit melengkung ke atas diiringi banjirnya vaginanya oleh cairan kenikmatan wanita.
“Udah Mas udah Mas,” jerit Rani sambil berusaha menarik tanganku untuk berhenti bermain di vaginanya.
Kukeluarkan jariku dalam vaginanya dan tampak jelas jari tanganku basah oleh cairan vaginanya. “Enak sayank?,” tanyaku. Nafasnya masih tersenggal. “Enak bangeeett Mas,” jawabnya manja sambil berusaha mengatur nafasnya kembali.
“Aku gantian oralin Mas ya. Nanti kalo ngga enak bilang ya Mas soalnya kan udah lama ngga. Itung-itung latihan juga hehehe”, sahutnya sambil tersenyum nakal.
Kubuka bajuku dan celanaku. Tampak penisku masih berdiri tegak. Gantian akupun berbaring di kasur dan Rani bangun. Diciumnya kembali bibirku dengan posisi sekarang Rani berada di atasku.
Tangan kirinya mulai memainkan penisku. Kemudian kepala Rani mulai perlahan turun menuju dadaku dan dimainkannya putingku yang mulai mengeras dengan lidahnya, sambil tangan kirinya tetap memainkan penisku. Aah sangat nikmat sekali.
Sekarang kepalanya sudah berada di depan penisku. “Penis Mas lucu ya, kepalanya besar, badannya gendut, tapi pangkalnya kecil,” ujarnya sambil tertawa genit. Ukuran penisku standar orang Indonesia, bagiku memang bukan masalah ukuran, yang paling penting adalah ketahanannya.
Sejenak Rani diam tampaknya dia bingung mau mulai dari mana. Rani mulai menjilati ujung penisku sambil matanya menatapku nakal.
Sungguh pemandangan yang sangat indah melihat wajah cantik Rani sedang bermain-main dengan penisku. Rani mulai memasukan penisku ke dalam mulutnya. Agak sedikit ngilu karena giginya menyentuh kepala penisku.
Mulut Rani hanya sanggup mencapai setengah dari panjang penisku. Mulailah dia menghisap penisku naik turun dibantu dengan tangan kanannya yang memegang pangkal penisku sambil sesekali ikut mengocok penisku.
Matanya sesekali menatapku, mungkin untuk melihat apakah aku menyukai oralnya atau tidak. Aku pun tersenyum sambil kubelai sayang rambutnya.
Semakin lama Rani semakin menikmati aktivitas oralnya. Hal ini justru membuat aku semakin tersudut. Aku tidak mau pertahananku hancur dengan mulutnya.
Kuhentikan aktivitas oral Rani dan kucium kembali Rani sambil merebahkan tubuhnya ke tempat tidur. “Aku masukin ya?,” tanyaku. “Iya Mas tapi pelan-pelan ya,” jawab Rani.
Aku sudah mengambil posisi di depan vagian Rani. Kulihat vaginanya masih basah. Kuambil kedua kaki Rani, kemudian kuletakan di pundak kanan dan kiriku. Dengan posisi seperti ini, harapannya vagina dapat membuka lebar dan penetrasi akan maksimal.
Aku usap-usapkan kepala penisku ke bibir vagina Rina. Terlihat dia mulai mendesah sambil menggigit sedikit bibir bawahnya berjaga apabila penetrasi ini akan terasa sakit. Kulihat bibir vaginanya sudah terbuka. Perlahan aku masukan kepala penisku. “Pelan-pelan Mas, sakit,” pintanya.
Cukup sulit memang. Tampaknya bagian dalam vaginanya sudah berkurang cairannya. Kembali ke keluarkan penisku. Aku oleskan sedikit air liurku ke kepala penisku. Kucoba kembali memasukan penisku ke vaginanya.
Sedikit lebih mudah, dan Rina pun menjerit kecil saat penisku sudah masuk setengahnya. Kutahan posisi ini sejenak dan kugoyangkan sedikit maju mundur supaya vagina Rani terbiasa lebih dulu.
Saat itulah dengan satu hentakan, kebenamkan seluruh penisku ke dalam vagina Rani dan diapun menjerit tapi aku tidak tinggal diam, aku tetap mencium bibir Rani dengan ganasnya sambil tangan kananku memainkan puting kiri Rani.
Terasa sempit sekali seolah-olah vagina Rani menjepit kencang penisku. Perlahan aku mulai menggenjot keluar masuk penisku. Rani mulai mendesah. Setelah kurasa vagina Rani mulai terbiasa dengan penisku, aku langsung genjot naik turun penisku yang membuat Rani semakin mendesah kencang sambil tidak melepaskan ciumannya.
Sungguh nikmat vagina Rani. Setelah kuanggap cukup. Aku peluk tubuhnya dan kutarik untuk dalam posisi duduk. Aku ingin Rani mencapai klimaksnya terlebih dahulu.
Sekarang posisiku berhadapan dengan Rani, dengan dia berada duduk di kedua pahaku. “Aduh Mas sebentar Mas ini mentok banget. Ini aku sampe merinding,” ucap Rani.
Kugoyangkan maju mundur penisku dan Rani pun ikut menggoyangkan pinggulnya menyesuaikan irama goyanganku. Aku peluk dia, kucium dia, kebelai dia penuh sayang.
Semakin lama goyangan Rani semakin cepat dan ngga beraturan, biasanya kalau dengan istriku ini tandanya istriku akan mencapai klimaks. Aku bantu goyangan Rani dengan memegang kedua pantatnya.
Dan benar saja, goyangan Rani semakin cepat dan pendek-pendek seperti orang kejang diiringi desahan kencang dan diakhiri dengan pekikan tertahan.
Kemudian badannya pun melemas. Rani sandarkan kepalanya di bahu kiriku. “Uuh… aku dapet lagi Mas. Aku sayang Mas Rio,” ucapnya lirih dengan nafas tersenggal sambil mengecup pipi kiriku. “Aku sayang kamu juga,” jawabku sambil memeluknya dan kuelus punggungnya.
Aku biarkan Rani untuk istirahat sejenak mengatur nafasnya dengan posisi penisku masih berada di dalam vaginanya.
“Lagi?”, godaku. Dicubitnya pinggangku dengan manja. “Mauu. Tapi lemees,” jawabnya manja.
“Yaudah, kalo gitu kamu tiduran aja ya”, sahutku. Perlahan aku rebahkan Rani ke tempat tidur.
Aku minta Rani berbaring ke kanan dengan posisi kakinya menekuk seperti berjongkok tapi dalam posisi tiduran miring ke kiri. Menurut aku posisi ini seperti posisi dogy, malah menurut aku jauh lebih maksimal penetrasinya ketimbang dogy.
Aku dekatkan penisku ke lubang vagina Rani yang terbuka. Perlahan kumasukan hingga seluruhnya masuk. Terdengar desahan dari Rani. Aku pun mulai menggoyangkan pinggangku maju mundur. Dari kecepatan ringan sampai sedang.
Terlihat Rani malah semakin menggelinjang dan desahannya semakin kencang dan meracau: “aduh Mas ampun Mas, geli banget Mas, udah ngga tahan Mas.
Rina semakin bergetar dan menjerit kencang. Badannya bergetar hebat dan kembali Rani mendapatkan orgasmenya. Didorongnya badanku supaya penisku lepas dari vaginanya.
“Udah Mas udah, aku udah ngga tahan, lemes banget, ampun ini enak banget,” racaunya. Akupun tersenyum. Kukecup keningnya dan kupeluk tubuhnya dari belakang sambil tiduran juga.
“Mas Rio kok masih belum keluar juga sih? Aku udah lemes mes banget ini”, ucapnya sambil tersenggal. Kucium rambutnya dan mengucap: “kali ini keluar cepet kok. Tahan ya.”
Kemudian aku meminta Rani untuk tengkurap dan meluruskan kakinya. Lalu aku mulai memasukan penisku ke vaginanya dengan posisi aku duduk di pantat Rani bagian bawah. Aku paling ngga tahan posisi ini. Benar saja, ngga sampai satu menit penisku mulai berkedut dan berontak ingin mengeluarkan air maninya.
Aku pun terjatuh lemas di punggung Rani. Kukecup tengkuknya Rani, dan Rani pun mengambil tanganku untuk digenggamnya erat. Cukup lama aku dalam posisi ini, sebelum akhirnya terdengar suara manja Rani: “Mas beeraat.”
“Heheheh”, aku pun meringis. Lalu aku berbaring di sebelah Rani. Rani pun langsung mengubah posisinya dengan menyandarkan kepalanya di dadaku sambil menggenggam tanganku. Akupun membalas dengan memeluknya erat.
“Aku sebenernya ingin kaya gini dari dulu Mas”, ujar Rani tiba-tiba memecah keheningan. “Maksudnya?,” tanyaku.
“Aku tuh pengen punya cowok kaya Mas Rio. Mas Rio kelihatan sayang banget sama Mbak Risa, perhatian sama Mbak Risa, selalu ada kalo Mbak Risa butuh. Aku iri sama Mbak Risa. Kapan aku bisa dapet cowok kaya Mas Rio”, ucap Ria lirih.
Aku terdiam bingung menanggapi apa. “Waktu Mas Rio masih pacaran sama Mbak Risa, aku sering pergokin Mas Rio ngapa-ngapain Mbak Risa. Tapi walaupun Mas Rio udah ngapa-ngapain Mbak Risa, tetep aja Mas Rio ngga ninggalin Mbak Risa malah sampe nikah kaya sekarang,” lanjut Rani.
“Kamu udah punya Doni kok. Doni itu sayang banget loh sama kamu. Cuma emang caranya aja yang beda”, aku coba menanggapi. “Tapi tetep aja beda Mas, ngga kaya Mas Rio,” balasnya.
“Apalagi kalo denger Mas Rio lagi main sama Mbak Risa di kamar sebelah, aku ikutan masturbasi sambil bayangin main sama Mas Rio, cuma ya ngga sampe puas.
Mas Rio inget ngga waktu itu kita pernah ditinggal berdua di rumah ini selama 2 malam karena Mbak Risa ikut Papah Mamah ke Malang. Aku sebenernya udah mau ngajak Mas Rio main sama aku, tapi malah Mas Rionya keluyuran, makanya aku sempet bete.
“Ooo pantes kamu sempet keluar pas aku mau jalan sambil bilang ‘keluyuran mulu nih’. Tau gitu kan aku juga mau banget hehehe”, balasku. “Mas Rio jahat,” ucap Rani sambil mencubitku gemas.
“Udah yuk. Bentar lagi Papah Mamah pasti pulang. Risa juga kayanya udah jalan pulang”, ucapku. “Yaudah Mas, aku mau bobo dulu. Lemes, tapi puaaas banget hehehe,” Rani nyengir sumringah.
“Terima kasih ya Mas udah bantuin aku. Nanti kalo ternyata Doni ngga seperti yang Mas Rio bilang, aku boleh minta kaya gini lagi ya Mas?”, pinta Rani merajuk. “Dengan senang hati cantiik,” jawabku sambil tersenyum. Lalu kami pun berciuman kembali. Kemudian aku pun pamit pulang.
Selang dua hari dari kejadian itu, aku mengajak ngobrol bareng kedua mertuaku, Rani, dan Doni. Dalam obrolan itu aku minta supaya antara Doni dan Tani terjalin komunikasi yang terbuka, dan masing-masing juga harus lebih mengerti dan perhatian kepada pasangannya.
Saat ini Rani dan Doni sudah dikarunai anak dan tidak tingggal bersama mertuaku lagi. Sampai saat ini juga aku tidak pernah mendengar stresnya Rani kambuh lagi.
Pernah di satu kali kesempatan sekitar sebulan setelah mereka menikah, aku bertanya ke Rani bagaimana Doni, dan Rani menjawab sambil tersenyum nakal: “dari 3 kali main, puas 2 kali”.
Aku cukup bersyukur mendengarnya. Tapi aku berharap, Rani tetap mengajakku lagi.