Kulihat ia akan berteriak dan kusumbat dengan mulutku karena akupun rasanya juga akan berteriak sambil memperketat pelukanku. Penisku terus berdenyut-denyut dan kurasakan dinding vaginanyapun juga berdenyut. Kedua kakinya terangkat ke atas dan bergerak-gerakseperti mengayuh sepeda.
Semenit berikutnya kami berpagut mesra. Hingga akhirnya ia mendorong tubuhku ke samping. “Kamu pintar sekali,” katanya sambil mencubit lenganku. Akhirnya menjelang sore kami check out dan pulang, sampai di rumah kurang lebih jam lima sore. Kami berjanji tiga hari kemudian untuk berkencan lagi di Kaliurang.
Tiga hari seperti yang dijanjikan pagi-pagi kami sudah ada dalam sebuah kamar di Kaliurang. Kupeluk Bu Ayra dari belakang dan kuusap pinggangnya. Kurapatkan tubuhku ke tubuhnya sehingga kejantananku menekan belahan pantatnya.
Ia mengenakan baju model kebaya warna hijau dengan kancing di depan dada sampai perut. Celana panjangnya berwarna hitam. Sambil kupeluk kubawa ia ke jendela sambil melihat puncak Gunung Merapi dan Gunung Merbabu di kejauhan. Kucium tengkuknya dan iamenarik napas panjang..
“Hhmmh.. Tommy”. Ia membalikkan badannya. Mukanya sedikit mendongak, bibirnya yang merah merekah setengah terbuka dan semakin mendekat ke bibirku. Kami berciuman dengan lembut namun penuh gairah. Ia merogoh kantung celananya dan mengambil sebutir pil, dan menyuruhku untuk meminumnya.
“To ini diminum dulu agar kita bisa bermain sampai sore”. Kuambil pil itu dan segera kutelan. Aku sebenarnya tidak terlalu percaya dengan khasiat obat kuat. Kupikir staAyraku masih mampuuntuk mencapai tiga atau empat puncak, bahkan sampai esok pagi rasanya masih mampu.
Namun untuk menyenangkannya dan kupikir tidak ada salahnya untuk mencoba khasiat obat ini. Kubuka kancing baju model kebayanya di depan dadanya dengan gigiku dan kemudian tanganku melanjutkan untuk membukanya.
Dadanya yang terbuka berwarna putih mulus terlihat kontras dengan bra berwarna merah yang masih menutup payudaranya. Kucium bahunya, kumainkan tali bra-nya. Ia memelukku dan mengusapkan pipinya di kepalaku. Mulutnya menjilati lubang telingaku dan membisikkan kata-kata penuh gairah..
“Ouhh Tommy.. Hari ini akan menjadi hari panjang yang melelahkan. Kita akan menikmatinya sepenuhnya.. Ouhh!” Kucium dan kugigit bagian dada di antara dua gundukan daging payudaranya. Kulitnya memerah karena bekas gigitanku tadi.
Ia tidakmencegahku untuk mencupangnya, bahkan ia memintaku untuk melakukannya lagi. “Tommy.. Berikan lagi gigitanmu. Cupang aku.. Aoouhh!” Kubuka bajunya kemudian bajuku sendiri dengan posisi tetap berciuman dan berpelukan.
Kudorong tubuhnya ke ranjang dan kutindih tubuhnya. Bibirku menyusuri bahunya melepas tali bra-nya lewat tangannya bergantian kanan kiri, kubiarkan bra-nya masih menutup dadanya karena pengait dipunggungnya belum kubuka. Kembali bahunya yang sudah terbuka kucium dan kugigit sampai memerah.
Aku bergerak memutar sehingga berada di belakangnya. Kulepas pengait bra-nya, dan kutarik dengan gigitanku. Kini dadanya terbukapolos. Dari belakangnya, tanganku meremas pantatnya dan menciumi punggungnya yang putih. Tanganku meremas buah dadanya yang kencang.
Kuciumi leher dan belakang telinganya, kemudian kugesekkan pipi kananku ke pipi kirinya. Sambil kucium punggungnya kini tanganku melepas celananya dan celana dalamnya sekaligus. Tak lama celana dan celana dalamkupun sudah melayang. Aku tetap menciuminya sambil berbaring miring di belakangnya.
Kugigit punggungnya dan terus menyusuri sekujur punggungnya ke bawah. Tanganku mengusap pantatnya dan buah pantatnya kugigit pelan. Bu Ayra menggelinjang. Ia berbalik dengan posisi dadanya di depan mukaku.
Putingnya yang berwarna coklat kemerahan digesekkannya di ujung hidungku dan segera kutangkap dengan bibirku. Mulutku bergerak ke bawah perutnya, ia membuka pahanya agar memudahkan aksiku. Aku hanya menggesekkan hidungku ke bibir vaginanya.
Aku tidak ingin merangsangnya dengan mulutku. Kepalaku bergerak ke atas dan menciumi ketiaknya yang terbuka, karena tangannya berada di atas kepala sambil meremas bantal.
Kami berguling sedikit dan sebentar kemudian ia sudah berada di atasku. Bibirnya lincah menyusuri wajah, bibir dan leherku. Bu Ayra mendorong lidahnya jauh ke dalam mulutku, kemudian menggelitik dan memilin lidahku. Kubiarkan Bu Ayra yang mengambil inisiatif menyerang.
Sesekali lidahku yang membalas mendorong lidahnya. Tanganku meremas-remas payudaranya. “Auhh, Ayolah Tommy.. Terus,” ia merintih pelan. Kemaluanku mulai menegang dan mengeras. Kukulum payudaranya semuanya masuk ke dalam mulutku, kuhisap dengan kuat, putingnya kumainkan dengan lidahku.
Napasnya memburu dengan cepat. Detak jantung kami semakin cepat meningkat. “Ayo puaskan aku sampai saat-saat terakhir sayang.. Ahh.. Auuh!” Bu Ayra mendesis ketika ciumanku berpindah turun ke leher dan daun telinganya.
Tangan kiriku mulai menjalar di pangkal pahanya, kumasukkan jari tengahku ke belahan di tengah selangkangannya dan kugesek-gesekkan ke dinding depan vaginanya. “Ah sayang. Kamu liar dan nakal”. Sementara itu tangan kananku meremas halus buah dadanya.
Tangannya tak mau kalah memegang, meremas dan mnegocok kejantananku. Dengan ganas aku menciumi seluruh bagian tubuh yang dapat kujangkau. Beberapa saat kemudian ereksiku sudah mendekati maksimal. Kepalanya berdenyut menantang lawan di depannya.
Jari tengah kiriku kugerakkan lebih cepat dan tubuhnya kemudian meliuk-liuk menahan kenikmatan. Pinggulnya naik dan berputar-putar. Tangan kananku memelintir puting payudara kirinya dan dan mulutku kini menggigit puting kanannya. Sementara jari kiriku tetap mengocok lubang vaginanya.
Semakin cepat kocokanku, semakin cepat pula gerakan pantat dan pinggulnya. Permainan tangan kiriku kuhentikan dan kuarahkan kejantananku untuk memasuki liang vaginanya. Sebentar kemudian dengan mudah akusudah menembus guanya yang panas.
Pinggulku kugerakkan naik turun dan ia mengimbangi dengan memutar pinggulnya dan menaik turunkan pantatnya. Harumnya parfum yang dipakainya sangat membantuku untuk rileks namun juga sangat menimbulkan gairah. Kakinya menjepit pahaku dan kadang dikangkangkan lebar-lebar.
Kuciumi leher dan dadanya. Beberapa kali kugigit sampai meninggalkan bekas kemerahan. Kucabut penisku dan kubalikkan tubuhnya, ia mengerti maksudku. Ia mengambil posisi nungging dan menaikkan pantatnya yang memang masih kencang. Kuposisikan diriku di belakang pantatnya.
Diraihnya penisku dan segera diarahkan untuk menerjang guanya kembali. Kuterjang vaginanya dengan kocokan lembut. Tanganku memegang pantatnya dan membantu menggerakkan pantatnya maju mundur. Ia mulai menggelinjang dan mengejang lembut, kedua tangannya mencengkeram dan meremas sprei.
“Ouhh.. Sudah To.. Kita..” ia merintih ketika pantatku kugerakkan ke belakang sampai penisku hampir terlepas dan kumajukan dengan cepat. Kuulangi beberapa kali lagi dan iapun menekankan kepalanya miring di atas bed. “To.. Kita kembali posisi.. Kita.. Aku..” ia menjerit dengan kata-kata yang tidak jelas.
Ia memintaku untuk kembali dalam posisi semula. Kembali kucabut penisku dan segera kurebahkan kembali dalam posisi konvensional.Aku tahu ia, dan aku juga, hampir mengakhiri babak pertama ini. Kami bergerak berputar-putar.
Setiap kutatap mukanya yang mengairahkan, maka akupun terpacu untuk membagi kenikmatan yang lebih kepadanya. Bunyi desah napas dan erangan kami semakin sering dan kuat, memenuhi seluruh sudut kamar.
Vaginanya kugenjot semakin cepat dan kuangkat kaki kirinya dan kulipat sehingga lututnya menempel di perutnya. Dengan satu kaki terangkat dan satu lagi dikangkangkannya lebar-lebar ia semakin meracau..
“Ouahh.. Uuhh!”. Dinding vaginanya mulai berdenyut dan akupun sudah mencapai sebuah titik dimana aku tidak bisa kembali lagi dan harus kuraih puncak itu. Kakinya yang tadi kulipat kukembalikan lagi dan segera kedua pahanya menjepit pinggangku.
“Sekarang Bu Min.. Naahh.. Aku mau kell.. Lluu.. Arr.. Ghh,” aku menggeram keras. Pinggulnya naik menjemput kejantananku. Kutekankan kejantananku dalam-dalam di vaginanya. “Ouhh Tommy.. Aku juga samm.. Paaiihh!” ia pun memekik kecil.
Giginya dibenamkan di bahuku sampai membekas. Jepitan kakinya semakin ketat dan denyutan di vaginanya terasa meremas penisku. Ditekan-tekannya pantatku ke bawah dengan betisnya.
Setelah beberapa saat kami sama-sama terkulai lemas Udara sejuk Kaliurang yang bertiup dari luar kamar sangat membantuku untuk mengembalikan tenaga. Bu Ayra masih mengusap dan mempermainkan bulu dadaku. Ia berbaring miring di sebelahku dengan kaki kananya membelit kakiku.
Kupeluk bahunya dan kuusap-usap dengan lembut. “Aku tidak ingin hari ini berlalu dengan cepat. Aku masih ingin bersamamu berbagi kenikmatan,” katanya sambil mengecup lenganku. Setelah beberapa saat kemudian, maka napas dan detak jantung kami pun kembali normal.
Setelah mengobrol dan bercanda, sejam kemudian Bu Ayra sudah merengek minta untuk masuk babak berikutnya. Aku masih menatap dan menikmati pemandangan tubuh aduhai yang sedang dalam keadaan telanjang telentang di sampingku. Ia naik ke atas tubuhku dan mencium bibir, leher dan telingaku.
Mulutku menghisap kedua payudaranya, kugigit putingnya bergantian. Ia hanya melenguh dan gairah kami berdua pun mulai timbul. Tangannya menyusup di sela pahaku, kemudian mengelus, meremas dan mengocok penisku. Pantatku sesekali kunaikkan dan menahan napas.
Bibirnya mengarah ke leherku, mengecup, menjilatinya. Napasnya dihembuskan dengan kuat ke dalam lubang telingaku. Kini dia mulai menjilati putingku dan tangannya mengusap bulu dadaku kemudian menjalar sampai ke pinggangku. Aku semakin terbuai kenikmatan.
Kupeluk dan kuusap pungungnya dengan kuat. Tangan kiriku dibawanya ke celah antara dua pahanya. Jari tengahku masuk, mengusap dan menekan bagian depan dinding vaginanya dan bersama ibu jari menjepit dan memilin sebuah tonjolan daging sebesar kacang.
Setiap kali aku mengusap dan memilinnya Bu Ayra mendesis keras.. “Sshh.. Ouhh.. Sshhss” Ia melepaskan tanganku dari selangkangannya. Mulutnya bergerak ke bawah, menjilati perutku. Tangannya masih mempermainkan penisku, bibirnya terus menyusuri perut dan pinggangku, semakin ke bawah dan kemudian mengecup kepala penisku.
Lidahnya membelah masukke lubang kencingku. Aku merasa seperti disengat ribuan lebah dan secara refleks mengencangkan ototku. Dua buah telur yang menggantung di bawahnya kemudian diisapnya. Aku hanya menahan napasku setiap ia mengisap telurku.
Bu Ayra kembali bergerak ke atas, tangannya masih memegang dan mengusap kejantananku yang telah berdiri tegak. Kembali kami berciuman. Buah dadanya kuremas dan putingnya kupilin dengan jariku sehingga dia mendesis perlahan dengan suara merintih..
“Sshh hhiihh.. Sshh.. Ngghh..” Perlahan-lahan diturunkankan pantatnya sambil memutar-mutarkannya. Kepala penisku dipegang dengan jemarinya, kemudian digesek-gesekkan di mulut vaginanya. Terasa sudah mulai lembab karena cairan dinding vaginanya.
Dia mengarahkan kejantananku untuk masuk ke dalam vaginanya. Ketika sudah menyentuh bibir guanya, maka ditekannya pantatnya perlahan. Akupun menaikkan pantatku menyambutnya. Bu Ayra merenggangkan kedua pahanya dan segera kepala penisku sudah mulai menyusup di bibir vaginanya.
“Ayolah Bu Ayra.. Dorong.. Akan kusambut dari bawah..!!” Bu Ayra semakin menekan pantatnya dan peniskupun semakin dalam masuk ke lorong nikmatnya. “Ouhh.. Bu Ayra,” desahku setengah berteriak. Bu Ayra bergerak naik turun dan memutar. Perlahan-lahan kugerakkan pinggulku.
Karena gerakan memutar dari pinggulnya maka penisku seperti tersedot sebuah tabung vakum. Bu Ayra mulai mempercepat gerakannya, namun kupegang dan kutahan pantatnya, kemudian akuyang mengatur kecepatan gerakan pantatku dari bawah dengan perlahan.
Bu Ayra membuat denyutan-denyutan di dalam lubang vaginanya. “Bu Ayra.. Pelan saja. Kita nikmati saat-saat ini” desisku sambil mencium dadanya. Aku ingin mengiringinya berlayar mengarungi samudra percintaan. Kami saling menjepit sebelah kaki dengan dua kaki kami.
Kaki kirinya kujepit dengan kakiku dan demikian juga kaki kiriku dijepit dengan dua kakinya. Dalam posisi ini ditambah dengan denyutan pada kemaluan kami masing-masing terasa nikmat sekali. Kepalanya direbahkan di dadaku dan mengecup putingku.
Tanganku menarik rambutnya ke belakang sampai kepalanya terangkat. Kucium dan kuremas buah dadanya yang menggantung. Setelah kujilat dan kukecup lehernya kulepaskan tarikan pada rambutnya dan kepalanya turun kembali kemudian bibirnya mencari-cari bibirku.
Kusambut mulutnya dengan satu ciuman yang dalam dan lama. Bu Ayra kemudian mengatur gerakannya dengan irama lamban namun disertai dengan denyutan pada dinding vaginanya. Pantatnya diturunkan sampai menekan pahaku sehingga penisku terbenam dalam-dalam menyentuh dinding rahimnya.
Ia menegakkan tubuhnya sehingga ia dalam posisi duduk setengah jongkok di atas selangkanganku. Ia kemudian menggerakkan pantatnya maju mundur sambil menekan ke bawah sehingga penisku tertelan dan bergerak ke arah perutku.
Rasanya seperti diurut dan dijepitsebuah benda yang kuat namun lunak. Semakin lama-semakin cepat ia mengerakkan pantatnya, namun tidak ada kasar atau menghentak-hentak. Aliran darah yang mengalir ke penisku kurasakan semakin cepat dan mulai ada aliran yang merambat di sekujur tubuhku.
“Ouhh.. Sshh.. Akhh!” Desisnya pun semakin sering. Aku tahu sekarang bahwa ia pun akan segera mengakhiri pertarungan ini dan menggapai puncak kenikmatan. Aku menggeserkan tubuhku ke atas sehingga kepalaku menggantung di bibir ranjang. Ia segera mengecup dan menciumi leherku.
“Tommy.. Sebentar lagi kita akan sampaiihh.. Ouhh!” Desiran dan aliran di saluran kencingku makin kencang. Aku bangkit dan duduk memangku Bu Ayra. Penisku kukeraskan dengan menahannapas dan mengencangkan otot antara buah zakar dan anusku.
Ia semakin cepat menggerakkan pantatnya maju mundur sementara bibirnya ganas melumat bibirku dan tangannya memeluk leherku. Tanganku memeluk pinggangnya dan membantu mempercepat gerkan maju mundurnya. Ia sedikit mengangkat lututnya dan berteriak keras.
“Tommyo oohh.. Ayo.. Berikan aku..” “Bu Ayra.. Sekarang.. Kuberi..!” Kutarik tubuhnya dan kembali kurebahkan tubuhnya ke atas tubuhku, matanya melotot dan bola matanya memutih. Giginya menggigit bahuku dan mendesah..
“Tommy.. Sekarang sayangku.. Sekarang.. Hhuuaahh!” Ia kini memekik kecil. Pantatnya menekan kuat ke bawah. Dinding vaginanya berdenyut kuat menghisap penisku. Aku menahan tekanan pantatnya dengan menaikkan pinggulku. Bibirnya menciumiku dengan ciuman ganas dan sebuah gigitan pada bahuku.
Satu aliran yang sangat kuat membersit lewat lubang meriamku. Kupeluk tubuhnya erat-erat dan kutekankan kepalanya di dadaku. Napas yang putus-putus terdengar dan setelah sebuah tarikan napas panjang ia terkulai lemas di atas tubuhku.
Keadaan menjadi sunyi. ***** Hari itu masih kami isi dengan dua kali percumbuan yang panjang. Percumbuan terakhir berlangsung dengan foreplay yang lama dan sejam kemudian kami mengejang dan mengerang bersama.
Kami berendam air panas di bath tub dengan berpelukan dan saling meremas jari. Bu Ayra memintaku untuk pulang esok pagi, namun kutolak dengan alasan besok pagi ada urusan ke kecamatan. Hmmhh, Bu Ayra yang supel!!