“Aaah! Aaah!” Fandi mendesah dalam nikmat saat Zahra melakukan hal tersebut. Ketika hampir mencapai klimaks, Fandi memegang kepala Zahra, menyuruhnya untuk berhenti. “Buka bajumu!” lanjutnya.
Zahra pun hanya menurut dan menanggalkan pakaian yang dikenakannya satu per satu. Tubuh langsing nan putih, payudara sintal, puting kemerahan, dan kedua pantat yang sekal miliknya kini terpampang jelas di mata ketiga lelaki yang mengelilinginya. Secara naluriah ia berusaha menutupi payudara dan vaginanya.
“Sekarang, hisap Mamad!” perintah Fandi.
Zahra mengangguk dan kembali mengambil posisi merangkak. Kali ini, giliran penis Mamad yang dia layani dengan mulutnya.
Saat Zahra sibuk melumat batang Mamad, Fandi menghampiri gadis itu dari belakang. Dengan kedua ibu jarinya, ia merenggangkan labia mayora Zahra, membuat vagina merah muda yang sudah basah kuyup itu terlihat jelas.
“Lihat, nih! Anakmu ternyata perek juga! Basah banget memeknya! Hahaha!” ujar Fandi kepada Yahya yang sedari tadi hanya terdiam.
Fandi mulai menjilati vagina yang basah itu. Rasa asin cairan kenikmatan yang kental begitu lezat terasa. Ia memfokuskan gerakan lidahnya di area klitoris Zahra, membuat gadis itu menggoyang-goyangkan pinggulnya karena kenikmatan permainan lidah Fandi di vaginanya.
Selanjutnya, Fandi memegang penisnya dan mengarahkannya ke arah gua garba Zahra. Penisnya masuk tanpa resistensi yang berarti ke dalam vagina yang sudah sangat becek tersebut.
“Mmmmh!” Zahra mendesah tertahan saat proses penetrasi. Ia sudah tidak dapat berpikir jernih lagi. Dengan aroma penis di mulutnya dan rasa nikmat di vaginanya, yang ada di pikirannya hanyalah keinginan untuk menggapai klimaks.
Fandi mulai menggenjot dengan tempo perlahan. Ia merasa tidak terburu-buru dan menikmati kencangnya genggaman dinding vagina Zahra dalam setiap sentimeter gesekan penisnya.
“Ooh! Aah! Anjing!” umpat Fandi sambil menaikkan tempo permainan lebih cepat. Kedua tangannya meremas dan menampar pantat Zahra yang kencang, membuat kulit pantatnya menjadi merona merah.
Beberapa kali Zahra melepaskan kuluman penis di mulutnya karena kenikmatan yang tidak dapat dia tahan. Namun Mamad tidak mau membiarkan penisnya didiamkan terlalu lama. Dia segera memasukkan penisnya kembali setiap kali Zahra memuntahkannya keluar.
“Oooh! Ooooh!” Fandi merasa sudah sampai ubun-ubun. Ia melakukan sodokan-sodokan dalam dalam tempo yang sangat cepat.
“Aaaah!” Zahra yang sudah mengalami berahi tidak sanggup lagi menopang tubuhnya dengan kedua tangannya dan merebahkan tubuhnya di lantai. Kali ini Mamad hanya tertawa dan membiarkan gadis itu menggelinjang di lantai sementara vaginanya disodok liar oleh Fandi.
Fandi menarik penisnya hingga ujung kemudian menghunuskannya dalam-dalam. “Ooooh! Aaaah!” Fandi dan Zahra berteriak ketika mereka mencapai klimaks bersamaan.
Penis Fandi berkedut memuntahkan cairan mani. Sementara itu dinding vagina Zahra berdenyut seolah ingin memeras habis seluruh air mani yang dikeluarkan oleh penis Fandi.
Zahra masih berkelejat tak beraturan ketika Fandi mencabut penisnya dengan cepat. Air mani mengalir keluar dari lubang vagina Zahra.
Tanpa menunggu Zahra menguasai tubuhnya, Mamad mengangkat tubuh gadis mungil itu ke atas meja. Ia sudah tak sabar ingin menyemprotkan air mani ke dalam liang Zahra yang hangat. Setelah mengangkangkan kedua paha Zahra, dengan cepat Mamad menghunuskan penisnya dalam-dalam.
“Ooooh!” teriak Zahra ketika seluruh penis Mamad tenggelam dalam vaginanya.
Genjotan lelaki berotot itu jauh lebih bertenaga dibandingkan dengan Fandi. Zahra tak mampu lagi berpikir. Ia hanya bisa merasakan kenikmatan tiada tara dari genjotan lelaki kedua yang menyetubuhinya hari itu.
“Memeknya enak banget, kan?” tanya Fandi kepada Mamad.
“Aaah! Aaah! Gila! Enak banget! Rasanya kaya dipijit!” balas Mamad di tengah-tengah desahannya.
Fandi hanya tersenyum mendengar jawaban Mamad. Dia berjalan menuju ke arah kepala Zahra. “Nih, daripada mulutmu nganggur, mending bersihin kontolku!” perintahnya sambil menyodorkan penisnya yang berlumuran air mani dan cairan kental dari dinding vagina Zahra.
Tubuh Zahra tidak dapat menolak permintaan lelaki itu. Diburu nafsu, dia segera melumat dan menjilati penis yang sudah mulai mengendur. Rasa asin campuran air mani dan cairan vaginanya tidak membuat dirinya jijik tapi justru membuat berahinya semakin meninggi.
Mendekati klimaks, Mamad meraih kedua paha dan merapatkannya ke atas, membuat vagina Zahra yang sempit menjadi semakin sesak. Zahra menggeleng-gelengkan kepalanya dan semakin berkelejat tak terkendali.
Tangannya mencakar-cakar meja berusaha mencari pegangan. Ia nyaris merasa ketakutan karena kenikmatan dahsyat yang belum pernah dia rasakan sebelumnya.
“Dasar lonte! Hahahah!” Fandi terhelak melihat gerakan Zahra.
Mamad melakukan sodokan-sodokan tajam sebelum akhirnya membenamkan penisnya dalam-dalam. “Aaaaah! Aaaah!” dia mengerang saat air mani menyembur dari mulut penisnya. Lubang vagina Zahra kembali lagi dipenuhi oleh air mani, kali ini milik Mamad.
Setelah selesai ejakulasi, Mamad mencabut penisnya dengan cepat yang disambut oleh lenguhan panjang Zahra. Ia memasukkan jari tengah dan jari manisnya ke dalam vagina gadis yang sudah terkulai itu. Dengan gerakan naik turun yang cepat, ia mengobel memek yang hangat dan penuh dengan air mani itu.
“Aaaah! Aaaah! Aaaaah!” Zahra berteriak-teriak seperti orang kesurupan saat vaginanya diobok-obok oleh Mamad. Tidak berselang lama, ia mencapai klimaks keduanya. Tubuhnya menggelepar tak karuan di atas meja. “Gila, jariku rasanya kaya digigit! Kenceng banget!”
“Apa aku bilang! Emang susah ditandingi memek yang satu ini!” sahut Fandi. Ia melirik ke arah Yahya yang sudah telanjang di bagian bawah sambil mengocok penisnya. “Bapaknya aja sampe penasaran pingin nyobain, tuh! Hahaha” lanjut Fandi yang segera disambut gelak tawa oleh Mamad.
“Seperti yang saya bilang di awal, kami ini tidak pernah mencari masalah. Kami selalu mencari win-win solution. Pak Yahya silakan ikut ambil bagian kalau mau,” kata Fandi sambil membuka telapak tangannya ke arah Zahra, mempersilakan ayah tirinya untuk ikut menikmati tubuh Zahra.
Yahya yang sudah dikuasai nafsu segera berjalan mendekati Zahra. Ia memasukkan penisnya yang sudah tegang sedari tadi ke dalam vagina Zahra.
Sebelum mulai memompa, dia merapatkan kedua paha Zahra dan meletakkannya di samping tubuh gadis yang masih terkulai lemas itu. Zahra tidak memiliki energi lagi untuk menghentikan perbuatan ayah tirinya. Dia hanya bisa pasrah disetubuhi oleh lelaki yang sudah dia anggap sebagai ayah kandungnya.
Dibawa nafsu, Yahya menggenjot dengan kencang. Sejak kematian mendiang istrinya, sudah lama sekali dia tidak merasakan vagina perempuan. Sudah lama dia menahan diri untuk tidak menerjang Zahra ketika mereka sedang sendirian.
“Mumpung aku dan Zahra sedang dilanda badai nafsu. Kapan lagi aku bisa memasukkan kontolku ke dalam lubang vagina Zahra,” pikiran di benaknya saat dia memompa penisnya maju mundur.
Yahya yang sudah lama menahan berahi tidak mampu menahan air maninya lebih lama. Setelah beberapa menit menggenjot, ia sudah mengalami ejakulasi dan memuntahkan seluruh air nafsunya ke dalam liang Zahra. Mereka berdua mengerang bersamaan. Detik berikutnya, Yahya merubuhkan diriya di atas tubuh Zahra.
“Pak Yahya, Mbak Zahra. Kami pamit dulu ya. Terima kasih atas kerjasamanya. Hahaha,” kata Fandi yang sudah berpakaian lengkap sambil membuka pintu. “Utang Pak Yahya kami anggap sudah dicicil sebagian. Kalau kami hitung, masih ada sekitar dua puluh empat termin lagi sebelum seluruh utangnya lunas,” lanjutnya.
“Baru pokoknya itu! Belum termasuk bunganya! Hahahaha!” tandas Mamad sebelum membanting pintu.
Beberapa detik kemudian, rasa sesal menyerbu Yahya saat akal sehatnya sudah kembali. “Maafkan Ayah, Zahra. Maafkan Ayah yang tidak hanya menjual dirimu tapi sampai memperkosa dirimu juga,” ujar Yahya sambil menitikkan air mata.
“Gak apa-apa, Ayah,” balas Zahra sambil memeluk tubuh ayahnya yang masih telanjang. “Zahra tidak keberatan, kok.
Justru Zahra merasa senang bisa mengurangi beban Ayah walau sedikit …,” ia diam sejenak berusaha merangkai kata-kata sebelum akhirnya berbisik di telinga ayahnya, “nanti kalau Ayah merasa kesepian dan butuh teman waktu lagi butuh kehangatan, bilang aja ke Zahra, ya.”
Yahya terkejut mendengar jawaban anak tirinya. Ia memandang lekat-lekat mata Zahra mencari kejujuran di balik kata-kata yang ia dengar.
Mata Zahra tampak tegas tapi lembut, menandakan kesungguhan atas apa yang diucapkannya tadi. Yahya mencium Zahra di kening dan kembali memeluknya hingga mereka berdua sama-sama tertidur di atas meja di ruang tamu.