Beberapa kali kutebar pandanganku berkeliling, selalu saja kulihat ada mata tamu pria entah muda, entah tua ada yang tengah melirik atau memperhatikannya. Semua itu membuatku pingin marah saja rasanya.
Tetapi sebelum seremoni perkawinan itu usai, tiba-tiba pembantu Bu Dessy, yang biasanya aku panggil Mbak Suti datang mengabarkan bahwa barusan dia terima telepon di rumah yang mengabarkan adik Pak Bagong yang tinggal di kota P mengalami kecelakaan lalu lintas. Pak Bagong, Bu Dessy, Yon, Mbak Suti dan aku akhirnya pamit pulang duluan pada Pak Falcon.
Sampai dirumah, Pak Bagong dan Ibu Dessy menelepon balik ke kota P melakukan konfirmasi berita. Adik Pak Bagong bersama Dorti anaknyalah yang mengalami kecelakaan. Mobilnya tertabrak bis antar kota yang selip. Dua-duanya masuk IGD rumah sakit dan Pak Bagong sebagai anak tertua di keluarganya diminta datang.
Teman sekamarku Yon sendiri ingin ikut nengok. Yon naksir berat pada Dorti, pernah menyatakan cinta dua kali. Tapi dua kali pula Dorti menolak. Sementara Ibu Dessy sendiri harus tetap tinggal karena besok pagi ada tim BPKP dari Jakarta yang akan datang melakukan audit di kantornya. Ibu Dessy key person yang harus ada.
Pak Bagong dan Yon berangkat ke kota P dengan mobilnya dan akan mampir ke rumah Pak Sarmin supirnya dulu untuk diajak berangkat. Aku, Bu Dessy dan Mbak Suti ngobrol sebentar membicarakan kemungkinan-kemungkinan yang terjadi pada adik Pak Bagong dan anaknya.
Sampai Mbak Suti menguap beberapa kali. Selama ngobrol tak pernah mataku lepas dari busungnya dada Bu Dessy dengan payudaranya yang montok dan sedikit terlihat. Bu Dessy tahu aku selalu memperhatikannya, tapi dia membiarkan saja, bahkan seolah justru senang dan menikmati kekagumanku, birahiku dan kegusaranku.
“Sudahlah sana tidur kalau ngantuk, aku tidak balik lagi kerumah Pak Falcon kok Ti, wong hampir selesai kok” Ucapnya. Bu Dessy beranjak pergi katanya mau pipis. Ketika Bu Dessy berjalan, pinggulnya yang bergoyang-goyang tak lepas mataku. Begitu padat, begitu bulat.
Mbak Suti langsung pamit tidur. Tinggallah aku di ruang tengah itu, sendiri, melamun. Sekian lama hubungan kami berjalan. Selama ini kami hanya sampai batas berpelukan, berciuman, saling tindih di ranjang dengan napas yang menderu-deru dan berujung orgasme tanpa coitus.
Entah berapa kali penisku menekan-nekan dan menggesek-gesek di vaginanya yang basah di celana. Entah berapa kali spermaku membasahi celana dalamku sendiri dan celana dalam Bu Dessy. Lantas walaupun penisku belum pernah sekalipun masuk ke vaginanya, kecuali hanya menggesek-gesek dan aku orgasme, masih perjakakah aku?
Langkah Bu Dessy terdengar dan terus kupandangi sekujur tubuhnya yang semampai melenggok-lenggok, dari kepala sampai kaki ketika dia berjalan kearahku. Stagen di pinggangnya sudah tak ada hingga perutnya sedikit terlihat. Dadaku berdebar-debar. Berkali kali kutelan ludah.
“Kamu melihat Ibu, kaya Ibu ini apaan sih?”, ucap Bu Dessy genit mengibaskan tangan kanan di mukaku.
“Ibu cantik sekali, makin seksi, seksi sekali berkebaya dan Saya terangsang sekali” Ucapku asal saja menunjuk ke penisku.
“Hus. Sekali, sekali. Daripada melamun sini pijitin Ibu”, Ucap Bu Dessy duduk membelakakingiku dan menepuk pundaknya. Aku pijit kedua pundaknya perlahan-lahan. Bu Dessy kadang menggeliat keenakan.
Makin lama pijitanku makin turun, ke punggungnya, ke tulang-tulang rusuknya, ke pinggangnya. Tak lama kutarik pundaknya dan kusandarkan punggungnya ke dadaku, kutempelkan pipi kananku ke pipi kirinya. Lalu kupijit kedua pahanya, kuelus-elus dan kuremas-remas sampai ke pinggulnya.
Bu Dessy memejamkan matanya. Pijitan bercampur elusan kedua tanganku merambat naik dan berhenti di dadanya untuk meremas-remas buah dada yang kurasakan besar dan kenyal itu. Mukaku kugesek-gesekan di rambut dan kondenya, pipinya, dan kukulum-kulum telinganya.
Deru napas Bu Dessy mulai tak teratur kadang diselingi desahan halus. Tangan kanannya mencoba meraih kepalaku, kadang mencengkram lembut rambutku. Telapak tangan kirinya digosok-gosokan kepipi kiriku.
Remasan tanganku ke buah dadanya makin liar, mukaku meliuk-liuk menciumi apa saja di kepalanya. Kubuka kancing baju kebayanya. Sembulan sepertiga buah dada dari BH-nya indah sekali. Aku makin terangsang. Penisku yang berdiri sejak tadi ingin meledak rasanya.
Kutarik baju kebayanya turun ke belakang hingga pundak dan lehernya bebas kuciumi dan jilati. Ibu Dessy mengerang nikmat. Kulingkarkan kedua tanganku memeluknya erat-erat. Bibir Bu Dessy yang setengah terbuka kusambar dengan bibirku dan kukulum habis.
Ujung lidah kami beradu, kutelusuri lidahnya sampai seberapa jauh dapat masuk, ke rongga-rongga mulutnya. Begitu kami bergantian.
Aku dan Bu Dessy mulai tak tahan, kurebahkan dia disofa. Kutelusuri tubuhnya, kuciumi dari muka, dada, perut paha, dan betisnya yang masih dibalut kain jarik. Naik lagi dan kutindih Bu Dessy. Erangannya makin merangsangku. Kubuka ikat pinggangku.
“Jangan disini sayang. Nanti kalau Suti bangun..” Tiba-tiba ucap Bu Dessy tak menyelesaikan kalimatnya. Kami berdiri. Bu Dessy melepas ritsluiting celanaku, memasukan tangannya ke celana dalamku dan meremas-remas penisku yang tegang dengan geregetan.
“Heemm” Ucapnya lalu membimbingku masuk ke kamarnya berjalan mundur dengan memegang dan menarik penisku. Itu membuat kami tertawa.
Pintu kamar dikuncinya cepat-cepat. Kubuka bajuku dan Bu Dessy setengah menunduk membuka celanaku lalu mencari penisku. Begitu dapat langsung dimasukan ke mulutnya, dijilati dihisap-hisap, diciumi dan kadang dikocok-kocok dengan tangannya.
Yang begini belum pernah dia lakukan. Aliran kenikmatan merambat sampai ubun-ubun kepalaku. Aku memberinya isyarat agar melepaskan penisku. Aku dipuncak nafsu dan ingin memasukan penisku langsung saja ke vaginanya, tapi dia menolak.
Badanku rasanya makin bergetar dengan tulang yang mau berlepasan dan syaraf-syaraf di tubuhku rasanya kelojotan nikmat. Bu Dessy begitu bernafsu dan nikmat memainkan penisku di mulutnya
Aku tak tahan dan minta rebahan di ranjang. Bu Dessy melepas baju kebayanya. Dengan tetap BH masih di dada dan kain jariknya yang belum terlepas, mulutnya langsung mengejar burung pusakaku sampai dua biji telornyapun dia cium, jilat dan hisap.
Aku makin bergelinjang, melayang-layang nikmat. Hingga dipuncaknya, aku tak sempat lagi memberitahunya kalau spermaku mau keluar. Hingga akkhh.., crott.., croot.., Crroott. Spermaku muncrat di dalam mulut Bu Dessy. Tapi Bu Dessy justru malah bernafsu, menelannya dan terus menghisap-hisap penisku sampai bersih, kasat dan ngilu rasanya. Aku terkejut. Bangun terduduk.
“Ibu telan? Apa ibu tidak jijik?”, Tanyaku bodoh.
Ibu Dessy menggeleng, justru mukanya cerah, kepuasan terpancar di wajahnya. Aneh pikirku.
“Orang bilang, meminum air mani perjaka akan membuat perempuan awet muda. Lepas betul atau tidak yang terang Ibu sudah mencobanya barusan Sayang” Ucap Bu Dessy lalu menciumiku dari muka sampai dadaku, sementara tangan kanannya terus meremas-remas penisku.
“Ayo lagi Sayang, Ibu pingin kamu puas” Ucap Bu Dessy mesra. penisku yang tadi terkulai karena sudah keluar sperma dan shock mulai menegang lagi akhirnya. Bu Dessy kembali mengulum dan menghisap-isap penisku.
“Kalau Ibu masih pingin, ambil semua sperma Saya” Ucapku, Ibu Dessy tersenyum.
Kubuka BH-nya dan kutarik lilitan kain jariknya. Bu Dessy berdiri untuk memudahkan melepas kain jariknya. Tubuhnya yang telanjang bulat langsung kuterkam, kurebahkan dan kutindih. Dua payudaranya yang besar itu kuhisap-hisap putingnya bergantian.
Tangan kananku menggosok-gosok vaginanya. Kuciumi, kujilati dan kuhisap-hisap semua bagian yang menurut instingku bisa membangkitkan gairahnya. Bibir, lidah, telinga, leher, payudara, perut, pusar, paha, vagina, betis sampai ke jari dan telapak kakinya.
Tubuh Bu Dessy bergelinjangan tak karuan dadanya naik-turun kelojotan. Tangan kirinya meremas-meremas payudaranya dan tangan kanannya menggosok-gosok vaginanya sendiri. Konde rambut Bu Dessy hampir terlepas.
Mulutku naik lagi ke atas menyusuri betis dan paha hingga akhirnya berhenti di vaginanya. Dengan kedua tanganku kusibak pelan bulu vaginanya. Kulihat belahan vaginanya yang memerah berkilat dan bagian dalamnya ada yang berdenyut-denyut.
Kuciumi dengan lembut, bau divaginanya membuat sensasi yang aneh. Tak pernah ada bau seperti ini yang pernah kukenal rasanya.
Dengan hidung kugesek-gesek belahan vagina Bu Dessy sambil menikmati aroma baunya. Erangan dan gelinjangan tubuhnya terlihat seperti pemandangan yang indah sekaligus menggairahkan.
“Aakhhk.., eekhh.., nikmat sekali sayang. Teruuss sayang”, Rintih Bu Dessy.
Kujulurkan lidahku, kujilat sedikit vaginanya, ada rasa asin. Lalu dari bawah sampai atas kujulurkan lidahku menjilati belahan kewanitaannya. Begitu seterusnya naik turun sambil melihat reaksi Bu Dessy.
“Akkhh.., Akkhh.., Akkhh.., Engghh” Bu Dessy terus merintih nikmat, tangannya mencari tangan kananku, meremas-remas jariku lalu membawanya ke payudaranya. Aku tahu dia ingin yang meremas payudaranya adalah tanganku.
Begitu kulakukan terus, tangan kananku meremas payudaranya, mulutku menjilati dan menghisap-hisap vaginanya, tangan kiriku mengelus-elus pinggang, paha sampai ke betisnya yang putih mulus dan halus itu.
“Akkhh.., sudah Sayang.., sudah.., ayo sekarang Sayang Ibu sudah tak tahan akkhh.., masukan sayang, masukan” Desah Bu Dessy mengerang meraih kepalaku agar menghentikan jilatan di vaginanya dan minta disetubuhi.
Tanpa harus mengulangi lagi permintaannya langsung saja aku merangkak naik, menindih tubuh Bu Dessy. Bu Dessy melebarkan pahanya. Penisku menuju vaginanya. Beberapa kali kucoba, memasukan, beberapa kali pula gagal.
Aku tak tahu mana yang pas lubangnya, mana yang hanya belahan vagina. Tapi tangan Bu Dessy segera membantu, memegang penisku, membimbing ke depan lubang vaginanya lalu berkata
“Ya itu Sayang.., disitu.., tekan Sayang tekan.., disitu.., aakkhh.., ayo Sayang.., Ibu tak tahan.., oo.., akkhh” Ibu Dessy merintih ketika penisku yang kutekan masuk seluruhnya ke lubang vaginanya.
Sejenak tubuhku kaku, aku diam saja, aku nervous. Batang penisku rasanya terjepit oleh dinding vagina Bu Dessy yang seperti berdenyut-denyut dan menghisap-hisap. Nikmat luar biasa. Ini yang pertama.
Bu Dessy menggoyang-goyangkan pinggulnya, setengah berputar-putar dan kadang naik turun. Penisku yang tertancap di vaginanya yang setengah becek dibuat seperti mainan yang membuatnya nikmat tak karuan.
“Ayo Sayang.., ayo.., bareng-bareng Sayang.. Ibu mau keluar Sayang.., ayo.., ayo..” Rintih Bu Dessy dengan mata setengah terpejam dan mulutnya yang terus terbuka mendesah-desah dan kian kuat menggoyang-goyangkan pinggulnya.
Akupun terus mengimbanginya sampai tiba-tiba Bu Dessy seperti terdiam dan kedua tangannya merangkul leherku kuat-kuat dan dari mulutnya keluar desahan panjang. “Aakkhh.., Oukhh.., Engkhh..”, Bersamaan dengan rintih kepuasannya, denyutan dan hisapan vagina Bu Dessy makin kuat dan nikmat rasanya.
Akupun sudah tak tahan lagi dan ingin agar spermaku segera keluar. Karenanya kunaik-turunkan penisku, kuputar-putar dan kunaik-turunkan terus hingga akhirnya croott.., croott.., crroot. “Akhh..”
Bersamaan dengan muncratnya spermaku di vaginanya, kembali Bu Dessy mendesah nikmat. Napasku memburu, aku lemas sekali rasanya. Sementara Bu Dessy tetap menggoyang-goyangkan pinggulnya dengan pelan dan tangannya mengelus-elus rambutku.
Beberapa saat kubiarkan tubuhku menindih tubuh bugil Bu Dessy tanpa tangan atau dengkulku menahan beban badanku. Penisku tetap menancap di vaginanya. Ketika ingin kucabut Bu Dessy melarangnya.
“Jangan sayang, jangan dicabut dulu, biarkan ibu memiliki dan menikmatinya, peluk.., peluk.., tetap tindihlah Ibu sayang. Ibu puas, Kamu puas sayang hemm?, nikmat sayang?” Ucap Bu Dessy sambil terus menciumiku.
Malam itu kami habiskan tidur sambil berpelukan di ranjang yang biasa Ibu Dessy tidur dan bersetubuh dengan suaminya. Tapi sejak malam itu dan disetiap kesempatan yang ada kusetubuhi pula Bu Dessy di ranjang yang sama.
Aku tak perlu lagi hanya beronani dengan membayangkan bersetubuh dengannya, begitupula Bu Dessy tak perlu lagi hanya sekedar membayangkan bersetubuh denganku jika ia melayani suaminya. Kami baru bersetubuh di hotel jika salah satu dari kami sudah tak tahan lagi sementara kesempatan di rumah tak ada.
Atau ketika obsesiku kumat untuk bersetubuh dengan Bu Dessy dalam pakaian kebaya, kain jarik dan berkonde. Ini terkadang aneh, berlama-lama Bu Dessy ke salon rias, begitu selesai langsung ke Hotel dan kuacak-acak sampai berantakan. (Aneh ya?!).
Sering pula jika keadaan memungkinkan, Bu Dessy suka menyelinap ke kamarku untuk “fast sex”. Seks cepat dengan tetap masih berpakaian. Tandanya, Bu Dessy masuk ke kamarku sudah tanpa celana dalam dan dipuncak nafsu. Ini sering terjadi jika Bu Dessy sedang butuh tapi Pak Bagong tak acuh terus tidur.
Tentang vagina Bu Dessy, mungkin itu yang disebut vagina empot ayam. Vagina yang tak pernah kutemui pada semua perempuan (adik-adik, Mbak-Mbak, tante-tante dan ibu-ibu rumah tangga yang muda maupun tua) yang pernah kutiduri, sampai hari ini sekalipun diumurku yang 37 tahun.