Ketika gelora orgasme Bunda sudah mereda, aku segera menelentangkan tubuhnya. Dengan penuh pengertian Bunda merentangkan kakinya lebar-lebar supaya aku lebih leluasa menusukkan kontolku ke dalam lubang memeknya.
Bibir memeknya masih memerah. Hanya memandang sudah membuatku menelan ludah. Sungguh indah sekali. Tanpa bulu, tembem, dan merekah basah.
“Ayo, sayang! Tunggu apa lagi?” kata Bunda, tersenyum.
“I-iya, Bun!”
Kutindih tubuhnya, kuarahkan kontolku tepat ke lubangnya yang mungil. Dengan mudah aku masuk. Sambil memeluk dan menciumi bibir Bunda, aku mulai bergerak maju mundur. Goyanganku membuat kedua susu montok ibu bergoyang-goyang turun naik. Indah sekali.
“Aaaaaaeeeeehhhh, eeeehhhmmmmm, oooooouuuuuhhhh!” desah ibu.
Aku terus mengocok kontol dengan cepat ke dalam liang memeknya. Terlihat mata Bunda terpejam, mulutnya menganga sambil tak henti-hentinya mengeluarkan desahan yang sangat sensual.
Aku raih kedua susunya yang bergoyang-goyang indah itu. Kuremas-remas, terasa begitu montok, padat, dan kenyal. Aku terus memeganginya, mengkombinasikan remasan lembut dan cengkraman kuat sambil terus memaju mundurkan pinggul. Kontolku menembus lubang memek Bunda dengan sangat cepat.
“Ooughhh, sayang! Aauughhh!” Dia menggelinjang di atas kursi. Matanya terpejam, pipinya nampak semakin memerah, sementara mulutnya menganga sambil tak henti-henti mengeluarkan desahan serta erangan.
Aku yang terus memompakan kontol mulai merasakan gatal dan geli di kepala kontol, menandakan sebentar lagi orgasmeku akan segera tiba.
“Aaaaaaoooouuuwwww, aaaaaaahhh… aku keluaaaar!” erang ibu, sambil memeluk tubuhku erat. Ternyata dia sudah mendahului.
Hampir berbarengan dengan orgasmenya, aku pun menjerit juga. Badanku terkejang-kejang, sementara cairanku menyembur deras memenuhi liang rahim Bunda. Kami berpelukan, berciuman, menikmati saat-saat indah itu.
Lama tidak ada yang bergerak, dengan kontolku tetap menancap di belahan memeknya, sampai akhirnya aku bangkit. Kucabut kontolku dari jepitan memek Bunda. Terlihat begitu banyak sperma mengalir keluar dari celah belahannya yang sempit.
“Terima kasih, Bun.” Aku berbisik, kembali mencium bibirnya.
“Bunda yang harusnya terima kasih.” Dia tersenyum, lalu mengajakku menuju kamar mandi untuk membersihkan diri.
Di sana, sambil menyabuni tubuh montok Bunda, aku mendengarkan pengakuannya. Ternyata dia rela menyerahkan tubuhnya karena sudah tidak tahan lagi. Sudah setahun ini Bunda tidak mendapatkan nafkah batin yang cukup dari Papa.
“Kok bisa, bun?” tanyaku sambil mengurut-urut bulatan payudaranya.
“Papamu suka loyo, kontolnya kadang bisa ngaceng kadang enggak!” jawab Bunda.
“Oo pantes!” Aku memeluk tubuhnya. “Kalau gitu aku siap jadi pengganti Papa. Bunda mau?”
Bunda tidak menjawab. Tapi dari kakinya yang mengangkang, siap untuk kusetubuhi, aku tahu jawaban yang ia berikan. Aku pun kembali memasukkan kontolku ke memeknya yang masih licin akibat cairan kami berdua.
“BLESS BLESS OHH OHH OHH!”. Erangku menahan kenikmatan.
Bunda sendiri hanya hanya mendesah menikmat sodokan penisku. Aku pun mencium bibirnya, lehernya, anting-anting di telinganya dan juga kedua payudaranya yang super montok. Aku begitu bergairah pada permainan kedua ini. kusodok memek Bundaku dengan penuh nafsu.
“OHH OHH OHH Bunda Nikmat Bunda OHH OHH OHH!”. Erangku padanya.
“Iya sayang Bunda juga nikmat OHH OHH OHH!”. Balasnya padaku.
Permainan kedua ini berlangsung cukup panas. Kami pun berganti-ganti gaya dari mulai aku misionaris, women on top, doggie style, dan juga posisi menyamping. Semua begitu nikmat dan menghanyutkan.
Tak terasa 45 menit sudah berlalu. Bunda sendiri sudah 3 kali orgasme. Spermaku juga sudah terasa akan keluar. Dalam posisi misionaris ini aku pun menyodok memeknya lebih dalam lagi sampai menyentuh rahim Bunda.
Setiap kontolku menyentuh pintu rahimnya aku merasakan rasa nikmat yang teramat sangat. Sempat terpikir olehku bagaimana kalau nanti Bunda hamil akibat semburan spermaku di dalam rahimnya?
“OHH OHH BUNDA AKU MAU KELUAR TERIMALAH BENIH ANAKMU INI OHHH CROOTTT CROOTTT CROOTTT CROOTTT CROOTTT!”. Teriakku sambil menyemburkan sperma ke rahim Bunda dengan kuat.
“OHH JERRY SAYANG BUNDA JUGA KELUAR AHH AHH CREEETT CREEETT CREEETT!”. Sahut Bundaku yang juga sudah mencapai orgasmenya.
Akhirnya aku pun ambruk menindih tubuh Bundaku. Nafasku terengah-engah karena kelelahan begitu juga dengan Bunda. Setelah lebih tenang aku mendongakkan kepalaku sedikit sambil menatap wajah Bunda.
Kulihat ia begitu bahagia sekali terbukti dengan tatapan matanya yang berbinar-binar melihat anaknya berhasil memberikan kenikmatan seks padanya.
“Bunda makasih ya, aku puas banget hari ini main sama Bunda”. Kataku padanya.
“Bunda juga terima kasih sama kamu Jer”. Balas Bunda padaku.
“Aku sayang Bunda, aku gak mau kehilangan Bunda, I love you Bunda… CUPP”. Kataku sambil memeluknya erat dan mencium bibirnya yang lembut.
Bunda juga sayang kamu Jerry, love you too anakku sayang… CUPP”. Timpal Bunda yang juga membalas perkataan dan juga ciumanku.
Setelah berpelukan dan berciuman mesra, aku tersadar apa yang aku lakukan. Ya aku telah mengeluarkan spermaku ke rahim Bunda dengan sangat banyak selama dua ronde persetubuhan kami tadi.
Bagaimana jika Bunda hamil? Lalu bagaimana dengan Papa? Karena penasaran aku memberanikan diri untuk menanyakan hal itu padanya sekarang.
“Bunda”.
“Iya sayang”.
“Tadi spermaku aku keluarin di rahim Bunda”. Kataku merasa bersalah sambil menundukkan kepala.
“Gak apa-apa sayang, namanya juga masih perjaka, wajar”. Balas Bunda sambil mengusap kepalaku dengan lembut.
“Terus, kalo nanti Bunda hamil gimana?”. Tanyaku padanya.
“Justru Bunda pengen punya anak lagi sayang, sebenarnya dari dulu Bunda pengen punya anak lebih dari satu, tapi tau sendiri kan Papa kamu sering sibuk sama bisnisnya, apalagi sekarang performa seksnya udah menurun jauh, makanya Bunda gak bisa ngasih kamu adik”. Curhat Bunda sedih.
“Tapi Bun, kalo nanti Bunda hamil benihku terus nanti aku mau panggil dia apa? Kan dia lahir dari rahim Bunda juga sama kayak aku?”. Tanyaku bingung.
“Ya berarti kamu bakalan jadi Papa sekaligus kakak buat bayi di rahim Bunda nanti, apalagi Bunda sekarang lagi subur-suburnya. Kalo spermamu bisa membuahi Bunda hari ini, tahun depan kamu bakalan dapet adik baru sekaligus jadi Papa kandungnya hihihi”. Balas Bundaku sambil tertawa kecil dengan tatapan mata berbinar-binar ke arahku.
Mendengar kata “lagi subur” dari Bundaku otomatis membuat kontolku menegang kembali. Ah aku lanjut main ronde ketiga. Bunda yang menyadari pergerakan kontolku di memeknya mulai tersenyum. Dia tahu bahwa aku menginginkannya lagi.
“Aduh anak Bunda, kok kontolnya ngaceng lagi sih? Gak kasian apa sama Bunda yang udah kecapean gini hihihi”. Kata Bundaku merajuk manja.
“Abis sih, tadi Bunda ngomong “lagi subur”, jadinya kontolku ngaceng lagi deh OHH OHH OHH”. Balasku sambil kembali menyodokkan penisku ke dalam rahimnya.
“Dasar anak nakal, yaudah tuntasin gih nafsumu sekarang sama Bunda, tapi inget ya ini yang terakhir, Bunda masih banyak kerjaan soalnya”. Sahut Bundaku.
Aku pun melanjutkan permainanku. Hampir 30 menit kami bermain. Saat akan klimaks. Kucium anting-anting emas di telinganya lalu kusemprotkan sisa-sisa spermaku ke rahimnya,
Bunda pun juga klimaks sambil memelukku erat-erat. Setelah permainan selesai kami pun bergegas untuk membersihkan diri di kamar mandi lalu keluar memakai baju dan beraktivitas seperti biasa.
Semenjak peristiwa itu, aku bagaikan kecanduan seks dengan Bunda. Hampir setiap hari kami berhubungan seks layaknya suami istri bahkan ketika Papa berada di rumah.
Seringkali di waktu malam ketika selesai berhubungan seks dengan Papa, Bunda seringkali menyelinap ke kamarku dan mengajakku berhubungan seks kembali karena ia beralasan Papa tidak mampu memberinya kepuasan seks yang maksimum seperti yang biasa dia nikmati dariku.
4 bulan sudah aku dan Bunda menjalani hari-hari dengan penuh cinta. Selain menjalani hubungan terlarang dengan Bundaku, aku tetap belajar untuk mempersiapkan diri masuk PTN.
Bunda ketika sehabis bercinta denganku selalu menyemangatiku untuk giat belajar agar cita-citaku tercapai. Hari ini di waktu malam tibalah saatnya pengumuman seleksi masuk Perguruan Tinggi Negeri.
Dengan perasaan deg-degan aku masuk ke kamar dan membuka laptop dan kuaktifkan modem agar dapat membuka website pengumuman dan kumasukkan nama dan no ujianku.
Aku berharap diterima di PTN di kotaku ini supaya aku tidak perlu berpisah dengan Bunda. Setelah kumasukkan semua dataku dan kulihat hasilnya ternyata aku diterima di PTN favorit di kotaku.
Sewaktu pergi ke kamarnya kulihat Bunda tidak ada disana. Aku langsung bergegas ke dapur dan kulihat Bunda sedang muntah-muntah di wastafel dapur.
Ketika selesai Bunda langsung berbalik badan menatapku sayu dan wajahnya yang cantik itu terlihat sedikit pucat. Tanpa pikir panjang aku langsung memeluk Bunda dan memberitahukan kabar gembira ini.
“Bunda, aku diterima di Universitas xxxx, Jurusan xxx”. Kataku sambil memeluknya erat.
Selamat ya sayang, akhirnya anak Bunda tercapai juga cita-citanya”. Katanya sambil menatapku sayu.
“Bunda kok hari ini keliatan pucat banget, Bunda sakit ya”. Kataku sambil menemperkan punggung tanganku ke dahinya.
“Gak sayang Bunda gak sakit kok, Bunda cuma hhmmm”. Katanya agak ragu-ragu menjawab pertanyaanku.
“Iya Bunda kenapa, ayo ngomong jangan bikin aku tambah khawatir”. Desakku padanya.
“Bunda hamil Jerry, ini anak kamu”. Jawabnya sambil menempelkan tanganku ke perutnya.
“Beneran Bunda hamil? Tau darimana kalo sekarang lagi hamil”. Tanyaku seakan tak percaya.
“Ini sayang”. Bunda menunjukkan test packnya yang ia kantongi di dasternya dan ada lambang positif yang menandakan ia memang positif hamil.
Mendengar itu aku senang bukan kepalang, kuciumi Bundaku lalu kubawa ia kekamarnya untuk merayakan kebahagiaan kita berdua. Malam itu kami bermain seks dengan panas sampai pagi karena Papa sedang ada di luar kota. Akhirnya setelah selesai kami pun tidur berpelukan telanjang.
Keesokan harinya saat sarapan bersama, aku bertanya pada Bunda tentang Papa. Bunda hanya bereaksi santai bahwa itu adalah urusannya dan aku tidak perlu pusing. Intinya dia punya cara untuk meyakinkan Papa supaya percaya bahwa anak yang ada dalam kandungannya adalah anak dari benih Papa walaupun sejatinya itu adalah benihku.
Beberapa bulan kemudian aku pun mulai kuliah dengan menyandang status sebagai seorang mahasiswa baru. Semua masa orientasi sudah aku lalui dan sekarang sudah mulai disibukkan dengan kegiatan perkuliahan.
Menjadi mahasiswa membuatku harus pintar membagi waktu antara perkuliahan dan urusan rumah karena saat ini bayiku yang di dalam perut Bunda juga sudah semakin membesar dan Papa memintaku untuk menjaga Bunda ketika dia tidak ada di rumah.
Aku menyanggupinya dan berusaha untuk selalu memperhatikan Bunda di sela-sela kesibukanku. Mengalami kehamilan setelah 18 tahun lamanya membuat Bunda menjadi lebih sensitif, seringkali aku di buat kewalahan dengan permintaannya ketika mengidam.
Namun satu hal yang pasti, Bunda menjadi lebih seksi ketika hamil dan kami tetap berhubungan seks walaupun tidak sesering sebelumnya mengingat kondisi Bundaku yang sedang hamil kali ini.
Setelah 9 bulan mengandung, akhirnya Bunda melahirkan bayi kembar laki-laki tepat di usianya ke 40 tahun. Papa pun menyambut kelahiran bayi kembar tersebut dengan sukacita karena setelah 19 tahun akhirnya ia bisa memiliki anak lagi di usianya yang ke 42 tahun. Bayi tersebut diberi nama Brando dan Nicholas.
Namun ada sedikit keanehan di antara mereka berdua. Ya penis kedua “adikku” ini sedikit lebih besar dan panjang dari bayi-bayi pada biasanya.
Di saat Papa sedang keluar kamar pasien, aku dan Bunda pun menanyakan pada dokter tentang kondisi kedua adikku. Dokter mengatakan itu adalah bawaan genetik sehingga penis mereka berdua terlihat sedikit lebih besar dan panjang.
“Bunda, aku takut kalau kedua anak kita ada kelainan”. Kataku pada Bunda.
”Udah tenang aja sayang, yang penting kita monitor terus kondisi mereka berdua, mudah-mudahan aja itu cuma bawaan genetik, lagipula waktu kamu lahir dulu juga kontolmu juga lebih besar dan panjang kayak mereka berdua.
Hasilnya kan sekarang kamu tetap tumbuh normal kayak anak biasa walaupun ukuran kontolmu tetap gak biasa buat Bunda hihihi”.
Aku pun hanya tersenyum mendengar kata-kata Bunda lalu menghadiahinya kecupan hangat di dahinya. Bunda pun membalas dengan senyuman manis sambil memegang pipi dan rambutku.
Setelah beberapa bulan kemudian, ternyata ketakutanku terhadap kedua “adikku” akhirnya tidak menjadi kenyataan. Brando dan Nicholas secara fisik dan mental tumbuh normal layaknya anak-anak normal pada biasanya.
Aku pun lega tidak melihat kecacatan fisik maupun mental dari mereka berdua walaupun terlihat ukuran celana dalam mereka agak lebih besar karena harus menampung penis mereka yang agak besar.
Aku pun berniat menghamili Bunda lagi. Aku ingin memiliki anak sebanyak-banyaknya dari wanita cantik keturunan Pakistan yang telah melahirkanku 19 tahun lalu. Sudah kuutarakan niatku itu padanya. Bunda pun tersenyum dan menjawab tunggu Brando dan Nicholas agak besar dulu, baru nanti ia akan bersedia hamil lagi dariku.