Lama kelamaan, rasa sakit tersebut digantikan oleh rasa nikmat yang dari vaginaku akibat gerakan penis adikku. Walaupun masih bercampur dengan rasa perih, aku bisa merasakan bahwa sensasi baru ini berbeda dari saat vaginaku dioral dan dipermainkan oleh jari adikku.
Rasa perih itu semakin hilang dan digantikan dengan sensasi baru di tubuhku. “Aaaaaaaaah… Maaar…!! Amaaaar…!!!!” aku mendesah sambil menyebut nama adikku.
Amar yang melihat bahwa aku sudah terbiasa akan pergerakannya mulai leluasa mengatur gerakannya. Sekarang penisnya ditarik keluar hingga hanya tersisa ujung penisnya saja di dalam vaginaku. Tiba-tiba Amar mendorong pantatnya mendadak dengan cepat sehingga penisnya kembali menghujam liang vaginaku dengan keras.
“Aaaaaaaaakkkh…” jeritku kaget.
Namun sekarang rasanya tidak lagi perih seperti tadi. Amar mulai menggerakkan penisnya dengan tempo yang lebih cepat, membuatku akhirnya melenguh-lenguh merasakan nikmat di vaginaku.
“Ooooohh… Aaaaahhh… Aaaaaahh…” aku mendesah-desah keenakan.
Sesekali adikku berhenti menggerakkan pinggangnya saat penisnya tertanam penuh dalam vaginaku dan mulai menggoyang-goyangkan pantatnya sehingga penisnya mengaduk-aduk isi liang vaginaku.
Semakin lama, kurasakan tempo goyangan penis Amar semakin cepat keluar masuk vaginaku dan menggesek klitorisku saat memasuki vaginaku.
Tubuhku juga berguncang mengikuti irama pompaan penis adikku seiring dengan desahan-desahan erotis dari bibirku. Tidak terasa sudah sekitar 15 menit sejak penis adikku memasuki vaginaku pertama kalinya.
Amar masih dengan giat terus menggerakkan penisnya menjelajahi vaginaku. Sementara aku sendiri sudah kewalahan menerima serangan kenikmatan di vaginaku.
Karena sudah dari tadi di rangsang, tidak lama kemudian aku merasa vaginaku berdenyut dan merinding. Vaginaku rasanya seperti tersedot-sedot dan seluruh syaraf di dalam tubuh berkontraksi.
“Ouuuuugggghhh… Ammaaaaaaarrrr!! Enaaaakk bangeeeeet Maaar!! Teteh mauu keluaaaaarrr!!” aku tidak kuat untuk tidak berteriak.
“Aaaaaaaaaaahhhh!!” sambil menjerit aku melepaskan rasa nikmat orgasme yang terasa luar biasa.
“Oooh… Memeknya Teteeeeh basaaah dan Aanget!! Enak banget Teeeeh…!” erang Amar menikmati penisnya di dalam vaginaku yang sudah basah oleh cairan orgasme.
Kulihat adikku masih terus memaju-mundurkan pinggulnya dengan sekuat tenaga. Tiba-tiba dia mendorong tubuhku sekuat tenaga hingga terdorong sampai ke tembok.
“Ouughhh…! Enak Maaarrr…!! Terus Maaarr…. Oughhh….” kataku yang walaupun sudah mencapai orgasme tapi belum ingin berhenti.
Tanganku memegang pantatnya dan menekannya supaya penisnya bisa lebih masuk, penetrasinya pun lebih dalam. Pantatnya ditekannya lama sekali ke arah vaginaku.
Lalu badannya tersentak-sentak melengkung ke depan. Kurasakan cairan hangat di dalam vaginaku. Lama kami terdiam dalam posisi itu, kurasa penisnya masih penuh mengisi vaginaku.
Lalu dia mencium bibirku dan melumatnya. Kami berciuman lama sekali, basah keringat menyiram tubuh ini. Kami saling melumat bibir lama sekali. Tangannya lalu meremas susuku dan memilin putingnya.
“Sekarang Teteh nungging deh, terus pegang pinggir bak mandi…” tiba-tiba adikku berkata.
“Kamu mau ngapain Mar?” aku sedikit bingung dengan permintaannya.
“Udah deh! Teteh ikutin kata Amar aja…” katanya lagi.
Aku pun mengikuti petunjuknya. Aku berpegangan pada pinggir bak mandi dan menurunkan tubuh bagian atasku, sehingga batang kemaluannya sejajar dengan pantatku.
Aku tahu adikku bisa melihat dengan jelas vaginaku dari belakang. Lalu dia mendekatiku dan memasukkan penisnya ke dalam vaginaku dari belakang.
Terdengar bunyi hentakan dari badan Amar dengan belakang pantatku. Aku juga bisa merasakan buah zakarnya bergelantungan di bongkahan pantatku.
“Aaaahhhhh…!! Enak banget Maaar… Aaaaahh… Amaaaaarrr…!!” aku menjeritkan nama adikku saat penis itu mulai masuk ke dalam rongga vaginaku.
Mulutku terus mengeluarkan desahan-desahan nikmat, kepalaku menengadah dan mataku terpejam. Sungguh luar biasa kenikmatan yang diberikan oleh adikku.
Kontraksi otot-otot kemaluanku membuat adikku merasa semakin nikmat karena otot-otot itu menghimpit penisnya. Hal ini menyebabkan goyangan adikku semakin liar saja.
“Eeeeemm… Eenaaakk bangeeeet Teh…!” bisiknya sambil meremasi bongkahan pantatku.
Aku hanya mengangguk karena sedang melayang-layang sekarang. Gesekan penis Amar di kemaluanku benar-benar membuat nikmat. Aku bahkan merasa kalau penis Amar sampai membentur dinding rahimku.
“Teruuus Maaar… Oohhhh… Tekeeen lebiih daleeeem…!!” pintaku walaupun aku sadar kalau penis Amar sudah masuk seluruhnya.
Adikku sangat pintar memainkan tubuhku, dengan sangat lembut jari-jarinya menyelusuri belahan pantatku dari atas hingga ke bawah belahan vaginaku. Gerakan itu di lakukan berkali-kali sehingga pantatku terlihat membusung ke belakang.
Sambil menggenjot, tangan adikku menjelajahi lekuk-lekuk tubuhku, payudaraku diremas-remasnya dengan gemas. Aku turut menggerakan pinggulnya menyambut genjotan adikku.
Rasanya lebih nikmat dibanding sebelumnya. Rasa nikmat itu lebih kurasakan karena tangan adikku yang bebas kini meremas-remas payudaraku. Adikku terus memaju-mundurkan pantatnya.
“Ssssshhh… Aaaaahhhh… Pe-peniiis kamuuu keraaaas bangeeeet…!! Eehhh… Eenaaakkk Maaaar!!” desahku menikmati persetubuhan ini.
Namun dengan tiba-tiba adikku menahan gerakan pantatnya lalu menarik sebagian penisnya keluar, sehingga hanya tinggal setengahnya saja yang masih terbenam di dalam vaginaku. Hanya berselang beberapa detik kemudian, Amar kembali mendorong penisnya dengan cepat ke arah kemaluanku.
“Aaaaaaaaahhh…!!! Te-teruuuus Mar…!!! Enaaaaakkk…!!!” aku berteriak-teriak tidak terkendali.
Tidak ingin hanya berdiam diri saja, aku ikut membantu adikku dengan menggerakkan pantatku ke depan dan belakang hingga akhirnya dia berteriak “Aaaaaah… Amaaar udaaaah pengeeeen keluaaaar Teeeh…!!”
“Ja-jangaan keluaaar duluu Maaar…! Aaaaaaah… Tu-tungguuu Teteeeh…!!” aku berusaha meresapi semua kenikmatan tersebut.
Aku sungguh berharap dengan begitu rasa orgasme dapat segera datang. Ternyata tidak lama kemudian, sesuai dengan keinginanku, bersamaan dengan teriakan Amar, dapat kurasakan vaginaku mengejang beberapa kali.
Tubuhku menggelinjang diiringi dengan dengan semprotan-semprotan panjang di dalam vaginanya. Aku merasakan tembakan sperma adikku yang hangat kembali membasahi rahimku.
“Ooooooh… Teteeeeeeeh…!” adikku melenguh panjang sambil menekan dalam-dalam penisnya yang menyemburkan spermanya.
Setelah mencapai orgasme aku tersenyum pada adikku itu dan menciumnya di bibir dengan mesra. Kami lalu berciuman untuk waktu yang cukup lama. Bibir kami saling berpagutan, aku dengan agresif memainkan lidahnya di dalam mulut adikku, aku menyapu langit-langit mulutnya dan mendorong-dorong lidah adikku dengan lidahnya.
Adikku pun tergerak untuk ikut memainkan lidahnya membalas lidah aku yang seolah mengajaknya ikut menari. Sambil berciuman dengan penuh gairah tangan adikku ikut mengelusi punggungku.
‘Sluuup… Sluuuuph…’ demikian bunyinya saat lidah kami saling membelit dan bermain di rongga mulut.
Beberapa saat kemudian kami saling melepas ciuman setelah merasa nafas kami memburu dan butuh udara segar. Aku mengambil sabun dan mulai menggosokannya ke seluruh tubuh Amar.
Wajah adikku masih terlihat lelah ketika tanganku membelai tubuhnya, tapi yang jelas penisnya masih tampak tegang terutama ketika aku menyabuninya. Dengan nakal aku sengaja mengocoknya pelan sehingga adikku mulai mendesah.
“Sekarang gantian Amar yang nyabunin Teteh yah…” ujarku seraya menyerahkan sabun ke tangannya.
Amar menyabuni seluruh tubuhku dengan penuh nafsu. Ketika sampai di bagian vagina, adikku mulai memainkan jarinya lagi.
“Eeeemmmhhh…” aku mendesah sambil memejamkan mata.
Aku memeluk adikku dan menggeser tubuh ke dekat bak mandi, kemudian menyiram dan membilas busa sabun di tubuh kami berdua. Amar mengelus dan memasukkan jarinya ke vaginaku sambil mengemut putingku yang mulai menegang.
Aku terus mendesah menikmati jari-jari Amar di vaginaku yang disertai hisapan pelan pada putingku. Kepalaku terus menengadah dengan mata terpejam. Sedang larut-larutnya dalam birahi tiba-tiba aku mendengar suara klakson mobil yang sudah tidak asing lagi.
“Aduh Mar!! Itu kan suara klakson mobil Ayah…!!” teriakku dengan panik.
Dengan terburu-buru Amar langsung melepas pelukannya dari tubuhku. Dia segera memakai handuk miliknya, sedangkan aku tanpa pikir panjang memakai kembali kaos dan celanaku yang dalam keadaan kotor.
Lalu kami berdua keluar dari kamar mandi, Amar masuk ke kamar tidurnya sedangkan aku membukakan pintu depan tanpa sempat berganti pakaian terlebih dahulu.
“Teteh sama Amar lagi pada dimana sih? Kok tadi Ibu ketok-ketok pintu nggak ada yang bukain? Jadinya Ayah bunyiin klakson mobil deh…” tanya Ibu ketika sudah berada di ruang tamu.
“Ta-tadi Teteh lagi di kamar mandi, terus Amar lagi di kamarnya. Makanya nggak ada yang denger Ibu ngetok pintu…” jawabku gugup karena tidak terbiasa berbohong.
“Oooh gitu…” kata Ibu singkat.
“Uuuuh… Untung aja Ibu nggak curiga…” pikirku sambil menghela nafas lega.
Namun bukannya jera karena perbuatanku dengan Amar nyaris ketahuan, pada malam harinya saat orang tua dan adik-adikku yang lain sudah pergi tidur, aku mengetuk kamar tidur Amar untuk kemudian melanjutkan permainan yang tadi sempat tertunda.
Sejak saat itu kami melakukannya bagaikan pengantin baru, hampir tiap malam kami bersetubuh. Bahkan pernah dalam semalam kami melakukannya hingga tiga kali! Biasanya Amar membiarkan pintu kamarnya tidak dalam keadaan terkunci, lalu saat keluargaku yang lain sudah terlelap aku datang ke kamarnya dan kami pun bersetubuh sampai kelelahan.
Terkadang saat kedua orangtua serta adik-adik perempuanku sedang tidak berada di rumah, kami berani melakukan persetubuhan tersebut tidak hanya di kamar adikku ataupun kamarku, namun juga di ruang keluarga, ruang tamu hingga kamar Ayah dan Ibu.
Bahkan pernah juga ketika rumah kami masih dalam keadaan ramai, adikku yang sudah tidak dapat menahan nafsu lagi, memintaku untuk melakukan oral seks di kamarnya.
Walaupun aku selalu menyadari kalau perbuatan yang kami lakukan ini sangat dilarang, namun tetap saja aku dan adik laki-lakiku terus melakukan hal tersebut hingga berulang kali. Tetapi sejak kejadian itu aku merasa Amar telah berubah menjadi anak yang lebih penurut, terutama kepadaku.