Kupikir egois juga jika aku tidak mengikuti keinginannya. Kubiarkan tanganku dituntun oleh tangannya. Aku pun menggenggam batang penis yang sudah sangat tegang tersebut dengan jari-jari kecilku, kemudian berlahan mengocoknya dengan lembut.
Terasa hangat penisnya di genggaman tangan ini. Kadang terasa kedutan di dalamnya. Karena masih ada sedikit sisa sabun di penisnya, dengan mudah aku bisa memaju-mundurkan tanganku mengocok penisnya.
Tanganku mulai mengusap batang itu. Adikku memejamkan mata dan menelan ludah menikmati usapan lembut itu. “Udah pernah belum penis Amar diginiin?” tanyaku ingin tahu.
“Kalo coli doang sih udah sering Teh. Malah kadang Amar ngelakuinnya sambil ngebayangin Teteh telanjang…” katanya dengan malu-malu.
Mendengar jawaban itu tentu membuat aku kaget sekaligus tersenyum geli, tanpa merasa marah sedikitpun. Aku terus mengocok penis adikku hingga sudah sangat tegang.
Kulihat tubuh adikku kadang-kadang tersentak ke depan saat tanganku sampai ke pangkal penisnya. Kami berhadapan dengan satu tangan saling memegang kemaluan dan tangan satunya memegang bahu.
“Oooohh Teteeeh…” Amar melenguh nikmat menerima kocokan tanganku pada penisnya.
“Emmmhhh… Teeeh… Enaaakk bangeeeet rasanyaaa!!” erangnya gemetaran.
Saat aku sedang menikmati mengocok penis adikku, tiba-tiba dia berkata “Teh, sepongin kontol Amar dong! Soalnya kata temen-temen Amar enak banget rasanya…” tanyanya berharap aku mau menurutinya.
“Kamu tuh ya Mar! Udah dikasih hati, sekarang minta jantung…” candaku.
Tanpa ada perasaan ragu, aku menyiram penisnya yang masih ada sisa sabun dengan air dari gayung hingga bersih. Aku mengambil posisi berlutut di depan penis adikku dan mulai menggenggamnya.
Adikku mulai mendesah dan tubuhnya berkelejotan ketika aku pertama kali mendaratkan bibirku untuk mengecup kepala penisnya. Lidahku lalu menyusul menjilati bagian tersebut sambil tanganku memijat pelan buah zakarnya.
“Teeteeeeehhh…!!!” teriak adikku saat aku mulai menciumi batang penisnya.
Aku yang sudah cukup sering melakukan oral seks dengan pacarku mulai menjilati ujung kepala penis milik Amar. Dengan perlahan-lahan aku memainkan lidah dan menjilati secara bergantian antara batang penis dengan buah zakar adikku.
“Enak yah Mar?” tanyaku sambil memasang wajah menggoda.
“He-eh… Eenaaaaaak bangeeeet Teeeh…!” jawab Amar yang sekarang pasti sedang birahi berat.
Aku pun melanjutkan layanan dengan memasukkan batang penis tersebut ke dalam mulutku. Batang penis itu pun kini mulai terlihat keluar masuk seiring kulumanku. Sesekali ditengah kulumannya, aku juga mengemut buah zakar Amar sehingga membuatnya semakin mendesah penuh kenikmatan.
Sambil memejamkan mata, aku mulai memasukan penis itu ke dalam mulutku. Adikku mendesis merasakan hangatnya ludahku menyelubungi penisnya disertai hisapan dan jilatan yang baru dirasakan pertama kalinya itu.
“Oooohhh… Eenaaaaak banget Teeeh… Oooohh…” adikku mengerang-erang mengeluh-eluhkan aku yang menjilati penisnya karena belum pernah dia rasakan kenikmatan seperti ini.
Aku sangat menikmati alat kelamin adikku, tidak ada yang luput dari sapuan lidahku. Penis itu habis diemut-emut dan dijilat-jilat olehku, penis Amar pun menjadi bulan-bulananku. Sekitar penisnya pun sudah basah kuyup dengan air liurku. Adikku terus mendesah dan mendongakkan kepalanya.
“Amar pasti sangat menikmati hisapan dan jilatan dariku…” pikirku yang memang sudah terbiasa melakukan hal ini dengan pacarku.
“Enaaaaak Teeeh!! Aaaaaaahhhh…” lirih adikku karena seluruh batangnya telah berada di dalam mulutku.
“Aaahhh… Teruuuus Teh!! Jilatin kepala kontol Amaaaar… Aaahh… Aaahh…” perintah adikku sambil terus mendesah keenakan.
“Teruuus Teh… Terus… Ooooooh…” Amar terus mendesah. Adikku menyeka rambut yang menutupi wajahku, rupanya dia ingin melihat ekspresi wajahku ketika sedang menghisap penisnya.
“Ooohh… Oooohh… Ooooooohh…” desahan Amar terdengar semakin kencang setiap kali batang penisnya memasuki mulutku.
Amar nampak menengadah sambil memejamkan matanya. Terlihat sekali ia begitu menikmati apa yang dilakukan olehku di bawah sana. Sedangkan aku masih terlihat sibuk untuk mengeluarkan seluruh teknik oralku.
Aku menggigit kecil kepala dan leher penis adikku karena nafsu. Tubuh Amar menggelinjang-gelinjang saat aku menggunakan lidahku untuk mengorek-ngorek kepala penisnya.
Adikku kelihatan tak bisa menahan rasa nikmat serangan lidahku pada kepala penisnya. Terkadang aku membuka mata dan menggerakkan mataku ke atas untuk melihat reaksi adikku, tatapan mataku saat itu membuatnya tidak sanggup berlama-lama memandangku.
Sungguh sebuah sensasi luar biasa dimana aku sedang menghisap penis adik kandungku sendiri! Gila memang kalau dipikir, namun itulah nafsu, jika kita tidak mampu mengendalikan maka kita yang akan dikendalikan.
“Aaaaaahh… Enak banget Teh… Enaaaaaak!! Teteh jago banget nyepongnya!!” kata Amar sambil terus memuji hisapanku pada penisnya.
“Aaaahh… Amaaar udaaah mauuu keluaaaar…!! Aaaahhh…” teriak adikku yang rupanya sudah tidak mampu menahan nikmatnya permainan mulut dan lidahku.
Tidak lama kemudian saat kepala penis Amar bersentuhan dengan daging lembut di langit-langit tenggorokanku, keluarlah dengan deras spermanya tanpa dapat dibendung lagi.
Tubuh adikku menegang sambil menggigiti bibir bawahnya dan menarik erat rambutku, mungkin karena saat ini dia sedang merasakan kenikmatan yang tidak dapat terlukiskan dengan kata-kata.
“Teleen semuaa pejuuu Amaar Teeh!! Jangaaaan sampeee nyisaaaaaa…!!” perintah adikku.
Aku pun menuruti permintaan Amar, kutelan seluruh sperma yang masuk ke dalam mulutku. Ini adalah pertama kalinya aku menelan sperma. Bahkan pacarku sendiri belum pernah mendapatkan keistimewaan seperti yang sedang dialami oleh Amar.
Cairan putih yang menyemprot dari penis adikku memang sangat banyak, namun tidak setetes pun keluar dari mulutku. Pipiku sampai terlihat kempot menghisap dan menelan sperma tersebut dengan nikmat.
“Aaaaaahh… Udahhh Teeehhh…! Amar udah nggak tahan lagi…!! Uuuuuuuhh…” Amar minta ampun karena aku terus mengemut-emut kepala penisnya.
Namun bukannya berhenti, aku malah menghisap penisnya lebih kencang. Adikku hanya bisa mengerang keenakan saat penisnya aku bersihkan dengan mulutku. Setelah yakin sperma Amar sudah benar-benar tidak bersisa, aku pun mengeluarkan penis adikku yang mulai menyusut dalam mulutku.
“Gimana Mar, enak nggak yang Teteh lakuin barusan?” tanyaku begitu melepas penis tersebut dari mulutku, kemudian memanfaatkan sedikit waktu untuk beristirahat sejenak.
“Enak banget Teh!! Baru pernah Amar ngerasain yang seenak tadi…!!” katanya puas.
Belum cukup lama aku beristirahat tiba-tiba Amar bertanya “Teteh udah pernah ngentot belum?”
“Belum…” kataku yang memang belum pernah sekalipun melakukan persetubuhan dengan mantan maupun pacarku saat ini.
“Emangnya Amar udah pernah?” aku bertanya balik karena penasaran.
“Belum juga Teh…” jawabnya singkat.
“Ya udah nanti juga ada saatnya kok…” kataku yang tiba-tiba tersadar arah dari pertanyaan adikku tadi.
“Tapi Teh, Amar pengen banget ngerasain ngentot… Teteh mau kan?” katanya dengan nada memelas.
“Teteh nggak mau Mar!! Inget dong, kita kan kakak adik…!” aku mencoba menolak karena tidak ingin adikku berbuat lebih jauh lagi.
“Tolong dong Teh…” katanya memelas.
“Teteh belum siap kalo harus gituan sama Amar. Lagipula Teteh masih perawan…” kataku lagi.
“Kalo gitu kontol Amar sama memek Teteh digesekin aja deh. Boleh ya?” pinta adikku seperti meminta belas kasihan.
“Tapi janji yah cuma digesekin aja?” aku mengingatkannya karena tidak ingin diperawani apalagi hingga hamil oleh adik kandungku sendiri.
Adikku yang terlihat sudah terangsang berat, langsung mengiyakan karena dia pasti sudah tidak tahan lagi untuk menggesekkan penisnya pada vaginaku. Amar lalu membantuku untuk bangkit dari posisi berlutut, kemudian dia berusaha mencari lubang vaginaku untuk digesekkan dengan kepala penisnya. Tapi dia terlihat sedikit kesulitan karena memang belum berpengalaman.
“Sini Mar…” tanpa sadar aku menjulurkan tangan kananku dan menggengam penisnya lalu menuntun ke mulut vaginaku.
Karena adikku lebih tinggi, maka dia harus sedikit mengangkat badanku agar dapat menggesekkan penisnya di antara selangkanganku. Terasa hangatnya batang penisnya di bibir vaginaku. Lalu dia memaju-mundurkan pinggulnya untuk menggesek-gesekkan penisnya dengan vaginaku.
“Ouuuughhh Amaaaaarrr!!” aku mengerang kencang.
“Mar… Masukin aja penis kamu!! Teteh udah nggak tahan nih…” setelah sekian lama menerima rangsangan aku akhirnya menghendaki penis adikku untuk masuk ke dalam vaginaku.
“Iyaaa Teehhh…” jawabnya sambil terus mendesah.
Sepertinya aku sekarang sudah tidak perduli lagi dengan kenyataan bahwa laki-laki yang akan aku berikan keperawananku adalah adik kandungku sendiri! Namun aku hanya ingin Amar memperawaniku dengan lembut.
Maklum saja ini merupakan pengalaman pertamaku yang pasti akan berkesan seumur hidupku. Untunglah, adikku tampaknya mengerti akan perasaanku.
“Teteh udah siap?” tanya adikku.
“I-iya… Tapi pelan-pelan yah Mar. Ja-jangan kasar…” pintaku sedikit gugup.
Ia mengangguk dan sorot matanya seolah menenangkanku. Amar lalu menaikkan satu kakiku dan dilingkarkan ke pinggangnya, sedangkan tangan satunya mengarahkan penisnya agar tepat masuk ke vaginaku.
Sesaat penisnya berhasil membelah bibir vaginaku, namun mungkin karena vaginaku licin akibat cairan cintaku, penis Amar malah meleset keluar dari celah vaginaku.
Adikku kembali berusaha, namun tampaknya agak susah baginya untuk memasukkan penisnya ke dalam liang vaginaku yang masih sempit.
Setelah beberapa kali berusaha, akhirnya aku terlonjak ketika sebuah benda hangat masuk ke dalam kemaluanku. Rasanya ingin berteriak sekuatnya untuk melampiaskan nikmat yang kurasa. Akhirnya aku hanya bisa menggigit bibirku untuk menahan rasa nikmat itu.
“Aaaaaaaaaghhh!!!” aku membelalak dan menjerit keras saat merasakan rasa ngilu dan perih yang amat hebat melanda vaginaku.
Akhirnya keperawananku terenggut oleh adikku sendiri. Aku bisa merasakan hangatnya penis Amar yang kini terjepit di dalam vaginaku. Adikku kini memundurkan pinggulnya dengan pelan, mengakibatkan rasa sakit itu semakin mendera vaginaku.
“Mar, Amaaar!! Sakit… Pelan-pelan dong!! Aduuuuh!!” aku meminta dengan panik kepada adikku.
“Sebentar lagi pasti nggak berasa sakit kok Teh…” jawab Amar berusaha menenangkanku sambil kembali mendorong pinggangnya dengan pelan.
Penis adikku kini semakin dalam memasuki vaginaku diiringi dengan jeritan piluku yang tersiksa oleh rasa sakit itu.
“Oooooooohh…” adikku melenguh dan menghentikan dorongannya.
Aku akhirnya sadar kalau sekarang ini seluruh penis adikku sudah terbenam sepenuhnya didalam lubang kewanitaanku. Untuk beberapa saat, kami terdiam dalam posisi itu. Adikku seperti memberiku waktu untuk menyesuaikan diri dengan keadaanku.
“Anget banget rasanya di dalem memek Teteh…” puji adikku seperti ingin mengalihkan rasa sakitku.
Adikku lalu menarik penisnya sedikit dari vaginaku dan dengan pelan dilesakkannya kembali kedalam liang vaginaku. Rasa pedih kembali menyengat vaginaku, namun Amar selalu berusaha menenangkanku.
“Sakit ya Teh?” tanya adikku.
“I-iya Mar… Sakiiiit bangeeet…!!” jawabku supaya adikku dapat lebih berhati-hati.
Aku merasa tampaknya Amar juga sudah mengerti bagaimana sakitnya saat seorang wanita diperawani untuk pertama kalinya karena dia selalu berusaha memompa penisnya selembut mungkin untuk mengurangi rasa sakitku.
Bersambung…