Cerita Sex Jamu Sehat Lelaki – Bangun tidur sore itu… tidak membuat Akmal menjadi bugar, seperti layaknya orang bangun tidur. Bayangkan… 2 malam begadang di puncak Merapi. Sebagai anggota pencinta alam, kampusnya ditugaskan untuk mencari beberapa anak SMK pendaki yang hilang di Merapi.
Cuaca buruk begini nekat mendaki gunung, kutuknya dalam hati. Di dekapnya kedua kaki mengusir dingin di atas bangku teras depan kosnya, cuaca hujan rintik-rintik Memang cuaca bulan Desember membuat segalanya menjadi basah,
Termasuk beberapa potong celana jeans belelnya yang kemungkinan hanya di bulan Desember ini bertemu dengan yang namanya air, dua potong CD pun ikut basah akibat dicucinya tadi pagi. Benar2 hari yang menyiksa bagi Akmal, sudah dingin cuaca… tanpa CD pula.
Sepotong kain sarung yang lumayan kering cukuplah menghangatkan tubuh cekingnya sore itu. Tempat kos Akmal cukup strategis, walaupun bangunan peninggalan Belanda, tetapi letaknya terpisah dari perkampungan, karena dikelilingi oleh tembok tinggi.
Tersange Ibarat memasuki sebuah benteng pada jaman dahulu, letak kamar kos-kosan disekeliling bangunan utama yang di jadikan sekolah negeri. Suasana sekitar kos-kosan memang sedang sepi… penghuninya banyak yang pulang kampung, maklum liburan.
Sementara sebagian kamar dijadikan asrama sekolah yang juga kosong ditinggal penghuninya liburan, praktis Akmal merasa sebagai penjaga kosan, umpatnya dalam hati.
“Mas… jamu mas…” sapa tukang jamu gendongan membuyarkan lamunan Akmal.
“Eh embak… ujan-ujan ngagetin orang lagi ngelamun aja” sewot Akmal.
“Masnya ini lho… ujan-ujan kok ngelamun… tuh jemuran gak diangkat…” tanya mbak jamu sambil berjalan menghampiri beranda di mana Akmal duduk.
“Emang sengaja mbak… sekalian kena air” jawab Akmal sekenanya.
“Lho… kan sayang udah di cuci tapi kehujanan” kata mbak jamu keheranan.
“belum kok, belum di cuci” elak Akmal.
“Lha… kok aneh” protes mbak jamu,
“sekalian dicuciin sama ujan” saut Akmal.
“Dah laku jamunya mbak? tanya Akmal di sela-sela gerimis.
“Yah belum banyak sih, makanya mbok dibeli mas jamunya” pinta mbak Jamu memelas.
“Emang jualan jamu apa aja sih mbak” selidik Akmal sambil membenahi sarungnya.
“Ya macem-macem, ada galian singset, sari rapet, kunir asem, sehat lelaki, pokoknya banyak deh, dan semuanya hasil meracik sendiri lho mas” bangga mbak jamu sembari membersihkan air di sekitar kaki dan kainnya.
“Kalo badan pegel-pegel, jamunya apa mbak?” tanya Akmal,
“Ada tolak angin” seru mbak jamu.
“Ah… kalo aku biasa di kerokin mbak, kalo minum jamu doang kurang marem” kata Akmal.
“Mbaknya bisa ngerokin saya?” goda Akmal,
“Emang situ mau saya kerokin” kerling mbak jamu malu-malu. Akmal hanya tersenyum saja.
“Ngomong-ngomong… namanya siapa sih mbak” tanya Akmal.
“Saya Inah mas” jawabnya tersipu. Kalo di perhatikan… manis juga nih cewek… mana putih lagi kulitnya, gumam hati Akmal.
“Kalo mas siapa namanya?” tanya Inah membuyarkan lamunan Akmal.
“Saya Akmal mbak” jawab Akmal gugup. Keduanya bersalaman, gila… alus juga nih cewek tangannya, bathin Akmal.
“Gimana mas Akmal, mau saya kerokin?” tantang Inah memancing.
“Bener bisa ngerokin nih?” tanya Akmal antusias.
“Boleh” jawab Inah senyum.
“Tapi jangan di sini ya, bawa masuk aja sekalian bakulnya mbak” kata Akmal sambil bangkit berdiri menyilahkan Inah masuk ke dalam kos-kosan.
“Wah kos-kosannya bagus ya mas, ada ruang tamunya segala, ini kamar siapa aja mas kok ada tiga? selidik Inah sembari meletakkan bakulnya di pojok dekat bufet.
“Kamar temen, cuman mereka pada pulang kampung, tinggal saya sendiri jaga kos” jawab Aton.
“Kamar mas Akmal sebelah mana” tanya Inah,
“Itu mbak, paling pojok, paling gelap” kata Akmal.
“Ih ngeri ah… gelap-gelapan” goda Inah genit.
“Gak pa pa kok… aku dah jinak” canda Akmal sembari mengajak Inah menuju ke dalam kamarnya.
“Kok sepi mas?” selidik Inah sembari melihat ke kiri kanan. “Rumah sebelah juga pulang kampung sekeluarga, makanya sepi” jawab Akmal.
“Kamar mandinya di mana mas, aku mau cuci kaki dulu” tanya Inah.
“Itu di depan kamarku jawab Akmal sembari membereskan tempat tidurnya yang berantakan.
Akmal merebahkan badannya telungkup di atas kasur tanpa dipan, sementara Inah mengambil minyak gosok serta uang benggol untuk kerokan. “Mbak, jangan pake minyak ah… aku gak tahan bau dan panasnya” cegah Akmal.
“Trus pake apa dong mas? tanya Inah bingung. Akmal berdiri menuju meja rias, diambilnya sebotol Hand Body dan di berikannya kepada Inah. “Pake ini aja mbak.. wangi lagi” senyum Akmal.
Kemudian Inah mengambil posisi duduk di sebelah Akmal, disingkapkannya kain batik yg dikenakannya sehingga tampaklah betis mulus Inah. Wah mulus juga, mana banyak bulu halusnya nih tukang jamu sorak hati Akmal.
Tangan yang menempel di punggung Akmal juga dirasa lembut dan halus oleh Akmal. “Umurnya berapa mbak” tanya Akmal memecah keheningan mereka berdua. “Dua enam bulan besok mas” jawab Inah. “Beda dua tahun di atas dong dengan saya” kata Akmal sembari meringis kesakitan.
“udah rumah tangga mbak?” kejar Akmal. “Pisahan mas, suami saya kabur gak tanggung jawab” kata Ginah. “Lho kenapa?” sambung Akmal penasaran.
“Kecantol janda sebelah kampung” ungkap Inah cuek.
“Waduh… laki-laki bodoh tuh… sela Akmal sembarangan.
“Emangnya kenapa mas?” penasaran Inah.
“Gimana gak bodoh, punya istri manis, putih dan sintal kayak gini kok di sia-siakan” rayu Akmal.
“Ah… mas Akmal bisa aja” jawab Inah masuk dalam perangkap Akmal, sembari mencubit pinggang lelaki itu.
“Eh… geli ah mbak…” jerit Akmal sedikit mengelinjang.
“Laki-laki kok gelian… ceweknya cantik tuh…” goda Inah.
“Nggak cuman cantik… tapi banyak juga mbak” sombong Akmal.
“Huh… dasar… laki-laki…” cemberut Inah.
“Mbak… tadi jamunya apa aja?” tanya Akmal kemudian setelah adegan kerokan di punggungnya selesai.
“Kalo buat kondisi mas Akmal sekarang… minum Sehat Lelaki” jawab Inah, “Kasiatnya apa aja mbak?” kejar Akmal. “Selain ngilangin masuk angin, supaya badan gak lemes dan mudah loyo” jawab Inah.
“Mudah loyo…? maksudnya apa…? tanya Akmal kemudian.
“Ih masnya ini lho… kayak gak tau aja…” jawab Inah malu-malu. Akmal memutar badannya, sekarang dia telentang menghadap Inah yang masih duduk terpaku,
“Sungguh… saya gak tau mbak” aku Akmal.
Inah memalingkan wajahnya, terlihat semu merah di pipi Inah yang menambah manis rona wajahnya.
“Itu lho… buat pasangan suami istri kalo mau melakukan hubungan…” jawab Inah tersipu.
“Hubungan…? hubungan apa…?” tanya Akmal dengan muka bloonnya.
“Ahhh… mas Akmal ini lho… ya hubungan suami istri” jawab Inah sembari mencubit lengan Akmal.
“Bagi yang punya pasangan… kalo kayak aku gimana…? siapa pasanganku ya…?” kerling Akmal menantang Inah. Inah sendiri membuang mukanya, tetapi Akmal menangkap semu merah di wajah Inah.
Inah bangkit mengambil bakul yang tertinggal di ruang tamu, sekembalinya dia bertanya lagi kepada Akmal,
“Jadi nggak… Jamu Sehat Lelakinya mas?” tanyanya kepada Akmal.
“Sini dulu dong…” jawab Akmal sembari tangannya mempersilahkan Inah untuk duduk di sampingnya lagi.
“Kalo aku jadi minum… terus bereaksi… buat membuktikannya gimana kalo jamu buatan mbak itu benar-benar berkhasiat” goda Akmal.
“Ya sama pacarnya dong… maunya sama sapa?” pancing Inah gantian.
“Gimana kalo sama mbak aja… soalnya pacar yang mana juga bingung aku” tembak Akmal sekenanya.
“Jangan ah… entar kedengeran sama tetangga lho” jawab Inah tanpa nada penolakan.
Kemudian Inah mengambil botol dari bakul dan meracik ramuan Sehat Lelaki. Akmal bangkit dari tidurnya kemudian mendekati tempat Inah duduk, dibelainya kepala gadis itu dengan lembut.
“Jangan mas… genit ah… entar aku teriak lho” ancam Inah jinak-jinak merpati.
“Teriak aja… paling gak ada yang keluar… orang ujan-ujan begini… pada males orang keluar” tantang Aton. Kemudian belaian Akmal turun ke pipi Inah terus ke leher jenjangnya.
“Masss… geli ahh.. entar tumpah nih gelasnya” ancam Inah.
“Kamu cantik lho mbak… kok bodoh sekali ya bekas suamimu itu” rayu Akmal,
“Soalnya janda itu kaya mas… sementara aku kan cuma orang desa yang gak punya apa-apa” jawab Inah sembari memberikan gelas berisi ramuan jamu kepada Akmal.
“Nih… minum dulu ramuannya… ditanggung ces pleng…” jawab Inah tanpa di sadari.
“Hee… berarti mau dong ngebuktiin khasiatnya” tembak Akmal setelah meminum habis ramuan jamu tersebut.
“Eh… ya nggak gitu… nyobanya gak sama aku” elak Inah merasa di tembak Akmal.
“Sekarang pijitin bagian depannya dong mbak, khan gak imbang kalo cuma belakangnya aja yang di garap” pinta Akmal. “Depannya minta di kerok sekalian mas?” tanya Inah. “Nggak usah di kerok… pijitin aja” kata Akmal.
Pijitan Inah di dada Akmal, kembali membuat pemberontakan adiknya di dalam sarung. Tangan kanan Akmal kembali meraba pipi halus Inah, wanita itu terdiam. Kemudian Akmal menelusuri rabaan mulai turun ke leher Inah, perlahan tapi pasti dibukanya kancing kebaya Inah, Inah menoleh ke samping, dadanya bergemuruh, dirasakan semua bulu kuduknya berdiri, sensasi ini telah lama ia rindukan, semenjak bercerai dengan suaminya setahun lalu, tidak ada tangan laki-laki lain yang menyentuh tubuh sintalnya.
Akmal merasakan deru nafas Inah yang mulai tidak teratur, dalam hati Akmal bersorak… kena lo sekarang…! Dirabanya bukit kembar satu persatu. Akmal tidak mau terburu-buru, diraba dengan bra yang masih terpasang.
Rona wajah Inah semakin nyata, “Masss… jaaangaannnn… mass… nanti dilihat orang” erang Inah sembari menahan gejolak dalam dirinya tanpa menepis tangan Akmal. Akmal tidak menjawab, perlahan di bukanya kebaya Inah mulai dari pundak.
Inah mencoba untuk menahan tangan Akmal, kemudian Akmal bangkit dari tidurannya, Inah memiringkan wajahnya seolah takut berhadapan dengan wajah Akmal yang tinggal beberapa senti lagi darinya. Akmal meraih dagu wanita itu, perlahan dipalingkan wajah Inah tepat dihadapannya, kemudian Akmal mendekatkan bibirnya mengecup bibir Inah, Wanita itu menolak, tetapi hanya sesaat, kedua tangan Akmal memegang pundak wanita itu dan dilanjutkannya mengecup bibirnya, bergetar bibir wanita itu dirasa menambah nafsu Akmal, perlahan dibukanya bibir itu dan dikulumnya lidah wanita itu, terlihat Inah mulai menikmatinya sambil memejamkan mata.
Kedua tangan Akmal menurunkan kebaya yang dipakai Inah, tanpa perlawanan lagi. Sembari mereka saling berpagutan, dicarinya pengait bra di punggung wanita itu dan berhasil dibukanya, perlahan diturunkannya tali di atas pundaknya ke samping dan turun ke bawah. Akmal terhenyak tanpa melepaskan pagutannya, bukit kembar wanita itu masih kencang, bulat dan mengacung putingnya menantang, kemudian dirabanya kedua bukit itu disertai erangan kecil Inah.
“Masss… aku takuuutt…” erang Inah.
“Sssstttt… enggak pa pa kok… nikmatin aja ya sayang” ujar Akmal menenangkan wanita itu.
Kemudian Akmal mengambil tangan kiri Inah yang kemudian diletakkannya di atas sarung tepat di senjata Akmal.
“Mass… gak pake celana dalam ya…?” tanya Ginah sembari mengelusnya dari luar sarung.
Akmal hanya tersenyum, kemudian diapun berusaha untuk melepaskan kain yang masih dikenakan Inah. Setelah kain terlepas… Akmal tidak dapat menahan gelinya, “Kamu juga gak pake daleman ya…? tanya Akmal dengan geli.
“Memang rata-rata tukang jamu itu tidak memakai celana dalam mas” jawab Ginah ketus, giliran Akmal yang kaget dan melongo… Gila!!! Perlahan ditatapnya wajah Inah, perlahan tapi pasti tangan Akmal merenguh bahu wanita itu dan perlahan-lahan merebahkannya ke lantai.
Akmal mulai meraba kedua bukit kembar Inah, sementara wanita itu memalingkan wajahnya menghindar tatapan Akmal, di pegangnya tangan Akmal tetapi tidak bermaksud untuk melarang. Akmal memang pandai memanjakan wanita, walau dirasa tubuh wanita itu sedikit berbau ramuan jamu, tidak mengurangi nafsu Akmal untuk kemudian menjilatinya.
Dimulai dari leher jenjang wanita itu, kemudian perlahan turun pada dua bukit kembar, kembali lidah Akmal menyelusuri gundukan bukit itu satu persatu yang diakhiri dengan sedotan diujung putingnya.
Terdengar erangan wanita seperti kepedesan, kedua tangannya telah beralih ke rambut gondrong Aton dengan sedikit jambakan. Lidah Akmal meneruskan gerilyanya, turun ke arah pusar Inah, terlihat Inah demikian menikmatinya, kegiatan yang tidak pernah dilakukan suaminya dahulu, karena suaminya hanya memaksa bila ingin dipenuhi kebutuhan sahwatnya tanpa Inah merasakan nikmatnya berhubungan insan berlainan jenis.
Tangan Akmal kembali meremas bukit kembar Inah, sementara jilatan Akmal telah mendekati sasaran di sarang kenikmatan Inah. Luar biasa… bulu kemaluan Inah demikian lebatnya, menambah sensasi tersendiri buat Akmal. “Eh… masss… mau ngapaiiinn…? selidik Inah di atas sana.
Akmal tidak menjawab, tangan kanannya berusaha menyingkap bulu lebat Inah untuk menemukan kenikmatan gadis itu.
“Jangan masss… kotooorrr… achhh…” erang Inah menahan gejolak yang untuk pertama kali dirasakan sensasi itu.
Akmal hanya melirik ke atas, dilihatnya mata wanita itu terpejam kenikmatan.
“Masss… ediaaannn… uenakeee… ssshhh… aaahhh… emmmhhh masss…” jerit tertahan Inah sembari menjambak rambut Akmal.
Lidah Akmal menemukan klitoris Indah, dijilat, dipluntir dan sesekali dihisap lembut, sehingga tak lama membuat Inah kelojotan.
“Masss… gak kuaaat… mauuu pipp pisss…” teriak Inah sambil berusaha menyingkirkan kepala Akmal dari kemaluannya.
Akmal menolak dan semakin kuat membenamkan wajahnya kedalam kemaluan Inah.
Tak lama kemudian Akmal merasa kalau kepalanya sedikit sakit akibat jepitan paha Inah, tetapi di tahannya, karena Akmal tahu bahwa wanita ini mengalami orgasme yang teramat hebat dan dahsyatnya.
“Achhh… emmmhhh… masss…sss…sss acchhh…” jerit tertahan Indah mengiringi orgasme yang baru sekali ini dialaminya, seolah copot semua persendian di tubuhnya. Sensasi apa ini, yang tak mampu dicapai oleh pikirannya, karena tidak pernah di dapat dari mantan suaminya dulu. Inah terkapar kelelahan,
Akmal memeluknya, dielusnya rambut dan pipi Inah, sementara Inah kehabisan nafas, seakan habis puluhan kilometer dia lari…
“Gimana rasanya mbak?” tanya Akmal beberapa saat kemudian setelah Inah terlihat telah dapat mengatur nafasnya. “Masss… tadi itu rasanya seperti apa ya…? tanya Inah kebingungan disela nafas yang masih tersengal.
“Sssst… sudah tak usah diungkapkan… pokoknya dirasain aja ya…” jawab Akmal menenangkan Inah.
Beberapa saat kemudian Inah telah normal kembali pernafasannya dan bangkit duduk di samping Akmal. “Kok mas gak jijik sih nyiumin pepekku” tanya Inah yang membahasakan kemaluannya dengan pepek. Akmal tidak menjawab, malah dia bertanya pada Inah
“Inah bener… belum pernah merasakan seperti tadi ya?”
“Bener mas, soalnya suami Inah itu Peltu” jawab Inah.
“Peltu??? emangnya suami Inah itu aparat?” goda Akmal.
“Bukan… nempel metu…” jawab Inah tersipu.
“Ha… ha… ha…” tawa renyah Akmal.
Inah sudah tidak malu-malu lagi, perlahan tangan kanannya meraih senjata Akmal yang masih tegak berdiri,
“Mas… punyanya kok panjang begini ya” tanya Inah sembari mengelus senjata Akmal. Akmal tersenyum, diberinya ruang untuk Inah dapat sepenuhnya menikmati senjata Akmal.
Kemudian perlahan dan agak ragu, Inah mendekati senjata Akmal ke wajahnya, matanya melirik Akmal seakan meminta persetujuan Akmal, Akmal tersenyum dan mengangguk. Dengan tidak buru-buru, dimasukkannya kepala senjata Akmal ke dalam mulut Inah, Akmal terpejam merasakan sensasi bibir Inah sembari mengelus rambut wanita itu, luar biasa… katanya tidak mempunyai pengalaman, tetapi dalam urusan sedot-menyedot… rupanya Inah juga jagonya, bathin Akmal, mungkin ini yang dinamakan bakat alam, tanpa dipelajari sudah berjalan secara naluri.
Akmal masih bermain dengan pikirannya, sementara Inah mengulum senjatanya. Sosok Inah di mata Akmal seolah tidak bedanya dengan cewek-cewek kencannya, tetapi Inah mempunyai nilai plus. Di samping Inah hanya seorang tukang jamu, tetapi dalam merawat tubuh tidaklah kalah dengan cewek kuliahan, Kulit Inah putih bersih dengan bulu-bulu halus di sekujut tubuhnya, ketiak yang tidak dicukur tetapi rapi memberi kesan tidak jorok, sementara bulu kemaluan yang lebat sampai ke belakang.
Akmal terhenyak melihat Inah terbangun dari kulumannya di senjata Akmal. “Kenapa mbak?” tanya Aton, “Pegel mas mulutku, habis gede banget sih senjatanya” senyum Inah malu-malu. “Oke, sekarang mbak tiduran, aku masukin ya senjataku ke pepek embak” kata Akmal. Tanpa perlu menjawab, Inah merebahkan tubuhnya memasang posisi, kemudian Akmal mulai menusukkan senjatanya kedalam kenikmatan Inah.
“Auuu… pelan-pelan ya masss… masukinnya… maklum dah lama gak di pake?” meringis Inah merasakan moncong senjata Akmal memasuki lubang pepeknya. Setelah di rasa cukup masuk dan menyesuaikan di dalam lobang kenikmatan Inah, mulailah Akmal memaju-mundurkan senjatanya.
“Ssshhh… enaaak masss… terusss… yang dalammm masss…”erang Inah keenakan. Akmal mulai berkeringat, walau udara di kamar sebetulnya cukup dingin, mungkin karena jamu yang diminum tadi sudah bereaksi.
“Gila nih lobangnya mbak… adikku kamu jepit pake apa sih mbak” kata Akmal disela aktifitasnya memaju mundurkan senjatanya,
“Ah… mas Akmal ini lho.. sempet-sempetnya bercanda… enggak kok mas… barangku enggak ada alatnya… cuman bisa njepit aja” bangga Inah.
“Ini yang dinamakan orang ‘Empot Ayam’ ramuan Madura… khan ada jamunya juga mbak” kata Akmal.
“Iya mas… aku rajin minum juga… cuman gak tau namanya apa… soalnya itu jamu warisan nenekku yang memang masih ada keturunan Madura…” jawab Inah sembari merasakan sensasi kembali.
“Accchhh… masss… aku moo pippiisss lagiii… aahhh…” untuk kedua kalinya Inah melenguh panjang, pertanda telah sampai orgasme nya yang kedua.
Dijepitnya pinggang Akmal… dipeluknya dada Akmal, seolah mau melumat tubuh kurus Akmal, Akmal sedikit meringis merasakan jepitan kaki Inah dan pelukan tangan Inah di tubuhnya, tetapi Akmal mengerti akan kenikmatan Inah, maka dibiarkannya wanita itu menjepit tubuhnya.
Setelah beberapa saat Akmal memberi waktu untuk Inah mengembalikan nafas liarnya, ia berinisiatif untuk merubah gaya, disuruhnya Inah untuk nungging membelakanginya, Akmal melakukan dogy style. Inipun sensasi lain yang dirasakan Inah, baru dengan Akmal ini ia merasakan indahnya persetubuhan.
Akmal pun merasakan sensasi lain dari jepitan lubang Inah, dengan posisi ini, lubang kemaluan Inah semakin dirasakan sempit, sedikit mengalami kesulitan bagi Akmal untuk memaju-mundurkan senjatanya, walau lubang Inah sudah sedemikian basahnya akibat orgasme Inah tadi.
Tangan Akmal memegang pinggul Inah, sedangkan Inah memeluk bantal sembari mengerang kenikmatan,
“tusuk yang dalammm… masss… ssshhh….
Akhirnya Akmal memacu semakin cepat dengan tujuan untuk mencapai puncak kenikmatan bersamaan, kali ini. “Masss… pippiiisss… lagi nihhh akuuu…” desak Inah,
“sabar sayang… mas juga mau keluar nihhh… ayuuukkk… aaahhh… Naaahhh” lenguh Akmal. demikian juga Inah yang semakin liar memeluk serta menggigit sarung Aton,
“aaacchh… emmmhhh… enghhh… masss…”
Keduanya terkapar di kasur dengan deru nafas yang saling berlomba, Inah memeluk Akmal, Akmal membelai rambut lurus Inah. Mereka saling mendekap, berpagutan, disela deru nafas mereka berdua, hujan deras di luar. Tetapi di dalam kamar telah terjadi kehangatan yang dahsyat. “Mbak, gimana rasannya dengan gaya kayak barusan tadi?” tanya Akmal memulai pembicaraan.
“Sungguh mas, baru kali ini saya merasakannya dan ternyata luar biasa, seperti pengen mengulang terus dan terus” jawab lugu Inah.
“ha… ha… ha… kayak iklan aja nih…” gelak Akmal.
“Kalo mas Akmal udah berapa cewek yang mas Akmal puasin?” selidik Inah sembari memainkan puting susu Akmal,
“Hemm… berapa ya…” jawab Akmal seolah berpikir,
“tau ah… saking banyaknya”. “dasar laki-laki buaya” geram Inah sembari mencubit dada Akmal.
“Trus… kebanyakan cewek-cewek itu juga puas mas…?” tanya Inah sedikit cemburu,
“seperti jawabanmu bila kamu di tanya sama orang, pasti jawabannya… Luar Biasaaa…” jawab Akmal geli sembari mencubit mesra hidung Inah.
“Mas Akmal gak punya cewek yang diseriusin ya?” kejar Inah lagi, “mana ada yang bisa serius dengan aku… kebanyakan cewek yang deket sama aku juga paling-paling minta dipuasin nafsunya” elak Akmal.
“Nakal ya mas Akmal ini…” gemes Inah sembari mencubit senjata Akmal.
“Ha… ha… ha… memang itu yang mereka inginkan.. kebanyakan mereka nggak kangen sama aku,,, tetapi kangen sama burungku… ha.. ha… ha… canda Akmal sambil terkekeh renyah.
“tapi suatu saat nanti… pasti lah aku cari pendamping yang setia… mungkin seperti kamu mbak… selain manis, putih, pintar memijit dan piawai dibidang jepit-menjepit…” aku Akmal sembari memeluk dan mengelitik payudara Inah.
“Gombal…” jawab Inah sembari berusaha melepaskan diri dari dekapan kelitikan Akmal yang sengaja menyenggol payudaranya.
“Mas… aku ke kamar mandi dulu ya, lengket rasa sekujur tubuh nih… pinjam handuknya boleh mas? tanya Inah sembari bangkit menuju kamar mandi, “Tuh di depan kamar mandi… handukku warna merah” jawab Akmal.
Memang diakui Akmal bahwa jamu ramuan mbak Inah memang terbukti khasiatnya, Akmal merasa cairan yang dikeluarkannya begitu banyak dan kental, serta pegal-pegal di badannya seketika hilang tak dirasa. Entah membayangkan sensasi apa yang ada dalam tubuh Inah, Akmal merasa senjatanya bangkit berdiri kembali, gila nih jamu… dah minta jatah lagi adik gua.
Akmal bangkit dari tidurannya dihampirinya Inah yang sedang berada di kamar mandi,
“lho… kok gak ditutup pintunya mbak?” tanya Aton geli dan melihat Inah sedang jongkok mengguyur air di sekujur tubuh mulusnya.
“Katanya gak ada orang… makanya gak aku tutup pintunya, lho… kok sudah mengacung lagi mas senjatanya?” goda Inah sembari melihat kemaluan Akmal yang tegak berdiri.
“Iya nih… tanggung jawab lho mbak… gara-gara jamunya nih… adikku minta jatah lagi” protes Akmal.
“Aduh kacian… sini-sini mbak angetin…” bujuk Inah sembari meraih kemaluan Akmal dan segera dikulumnya.
“Ahhh… sssttt… enak mbak” lenguh Akmal sembari mengelus rambut Inah, slruuup… slruup… ck..ck..ck.. bunyi mulut Inah terganjal kemaluan Akmal.
Setelah beberapa saat dirasa cukup oleh Akmal, dipegangnya pundak Inah, dibimbingnya Inah untuk berdiri, kemudian diputarnya tubuh Inah membelakanginya, dengan tubuh basah Inah, Akmal memeluk Inah dari belakang. Dicumbunya leher wanita itu dan dijilatnya rambut kalong Inah, sementara kedua tangannya menyusup dari bawah ketiak Inah dan menuju kedua bukit kembar Inah.
Inah merasa tersanjung, diangkatnya kedua tangannya dan dipegangnya kepala Akmal sembari melenguh kegelian “Masss… ennaaakk… ssshhh… geliii masss…” Puting susu Inah mengencang, mengeras disela jemari Akmal. Dia memang lelaki hebat yang bisa memanjakan wanita kagum hati Inah serasa melambung ke langit ke tujuh belas…
“Mbak… coba membungkuk sedikit… pegangan di bibir bak mandi… kakinya direnggangkan sedikit ya sayang” pinta Akmal yang dituruti Inah dengan sedikit bingung. Kemudian Akmal jongkok di belakang Inah, kedua tangan Akmal meraba pantat Inah dan membelahnya layaknya membelah durian tetapi perlahan dengan perasaan.
Kemudian Inah menjerit kecil, setelah dirasa ada benda basah tetapi hangat menyentuh lubang duburnya, ditengoknya kebelakang, ternyata Akmal sedang bermain lidah di lubang duburnya. Inah kaget, tetapi menikmati sensasi lain yang tak kalah luar biasanya, Inah merasa geli yang tidak tertahan tetapi nikmat, dengan tidak sengaja Inah menggoyang-goyangkan pantatnya ke kiri dan ke kanan karena kegelian.
Ceplak… cepluk… bunyi lidah Akmal menjilati lubang dubur Inah yang diselingi turun ke arah lubang kenikmatan Inah yang sudah terlanjur banjir. Tanpa di sadari Akmal, tangan kanan Inah berpindah ke selangkangannya sendiri, dipijitnya klitoris Inah sendiri.
“Masss… enaakk… masss… emmmhhh… ” erang Inah sembari menggigit bibir. Kemudian Akmal bangkit berdiri, diciumnya bibir Inah dari samping sembari berkata
“Enak mbak… emmmhhh…”, “Enaakkk masss… jawab Inah malas. Kemudian Akmal kembali ke belakang Inah,
perlahan tapi pasti dimasukkannya kemaluan Akmal ke lobang kenikmatan Inah.
“Ssshhh… masss… yang dalaaamm yahhh…” rintih Inah masih dengan posisi setengah terbungkuk.
Plok… plok… plok… bunyi suara maju mundur Akmal memompa yang mengenai pantat Inah membuat suasana menjadi semakin panas., sekarang dengan bercampurnya lend*r kenikmatan Inah dan air dari bak mandi, dirasa Akmal tidak begitu sulit seperti tadi di kamar tidur.
Hujan di luar kosan masih deras… sehingga erangan Inah tidak begitu terdengar, kalah dengan derasnya hujan yang turun di atas kamar mandi yg tertutup seng. Irama jatuhnya hujan di atas seng, teriakan nikmat Inah semakin menambah irama Akmal dalam memacu tusukan senjatanya pada lubang kenikmatan Inah, Inah semakin liar bergoyang, ke kiri ke kanan, ke atas bawah, kadang membuat gerakan memutar seolah memeras kejantanan Akmal.
“Masss… Inahhh nyampeee lagiii masss… ssshhh… aaahhh” lenguh Inah mencapai klimaksnya. Akmal menarik erat pinggul Inah, didorongkannya kemaluan Akmal ke dasar lubang Inah semakin dalam sembari ditahan di dalamnya sembari dirasakan beberapa kedutan liang kenikmatan Inah yang berkontrasi meluapkan gairah orgasmenya, benar-benar empot ayam nih cewek… sorak hati Akmal, Inah KO keempat kalinya.
Dicabutnya batang kemaluan Akmal, dan sekarang posisi bergantian. Akmal duduk di tepi bak mandi, sementara Inah jongkok di hadapan Akmal. Kemudian Inah memasukkan kemaluan Akmal ke dalam mulutnya,
mengulumnya dan memaju-mundurkan batang kemaluan Akmal. Inah marasa kondisi Akmal tak lama lagi mendekati klimaks, Inah mau memberi service dengan tetap mengulum kemaluan Akmal serta membiarkan Akmal mengeluarkan orgasmenya didalam mulutnya,
Dan “achhh… ssstttt… mmmbaaakhh… aagghhh… aku keluaaarrr…” dengus Akmal mencapai puncak, sembari memegang kepala Inah serta mengacak-acak rambutnya, senjata Akmal tetap di dalam mulut Inah, hingga tetes mani terakhir dan langsung ditelannya.
Sensasi luar biasa dirasakan Akmal sembari melihat bagaimana Inah mengulum penisnya seperti seorang anak kecil mendapat sepotong es krim kesukaannya. Setelah beberapa saat, di sela nafas yang muali teratur, Akmal bertanya kepada Inah “Enak mbak…?”, “he-eh… asin tapi gurih mas…” senyum Inah puas sembari membersihkan sisa sisa lend*r dengan lidahnya di sekitar batang kemaluan Akmal dan menelannya.
“Baru ini pula aku merasakan sperma laki-laki, ternyata gurih ya mas ya…” pengakuan Inah sembari terus mengelus dan memijit batang kemaluan Akmal. Setelah selesai keduanya membasahkan tubuh masing, saling menggosok, meraba dan membersihkan cairan sabunnya.
Keluar dari kamar mandi, Inah menuju meja rias di dalam kamar Akmal, sementara Akmal berjalan ke dapur guna memasak air untuk membuat teh manis hangat. Sesekali diliriknya Inah dari dapur ke dalam kamar, Inah duduk membelakangi Akmal sembari mengeringkan rambut dengan handuk tanpa sehelai benang pun menutupi tubuh sintalnya.
Melihat pemandangan itu, Akmal terpana dari tempatnya membuat teh, gila perfect banget tuh body batin hatinya, orang gak akan nyangka bahwa tukang jamu memiliki body yang aduhai, apalagi barangnya… bisa memijit pula… mungkin karena setiap hari berjalan dan membawa beban di punggung, yang tanpa disadari sudah merupakan olah raga sex… masih dalam pikiran Akmal melihat pemandangan Inah dari belakang.
“Mbak… nih teh hangatnya… aku cuman bikin satu buat kita berdua ya… biar tambah mesra… bukannya pelit lho” canda Akmal sembari membawa teh hangat yang diletakkan di atas meja rias. Akmal meraih kursi dan duduk di sebelah meja rias yang sedang dipakai Inah untuk mengeringkan rambut, dipandanginya Inah dari sisinya duduk.
“Ah… mas… kok ngeliatin Inah terus sih… Inah kan malu…” celoteh Inah manja sembari mencubit pipi Akmal. Akmal hanya tersenyum dan mendekati bibir wanita itu serta mengecupnya dengan mesra. Ketika Inah menyisir rambutnya, otomatis siku tangannya terangkat ke atas dan memperlihatkan ketiak Inah yang ditumbuhi bulu tetapi tidak lebat sehingga tidak memberi kesan jorok.
Akmal meraih ketiak Inah, dielusnya bulu-bulunya, “gak pernah dicukur ya mbak”. “Mana sempet mas… gak ada waktu ngurusin diri” bela Inah.
Akmal kembali memperhatikan Inah menyisir rambutnya, begitu pandangan Akmal ke bawah, dilihatnya payudara Indah bergoyang ke kiri kanan, menambah pemandangan menjadi panas kembali. “Mbak… adikku bangkit lagi nih…” bisik Akmal sembari memberi kode liwat tatapannya ke arah kemaluannya.
“Ihhhh… tuh kan… baru percaya sama ramuan jamuku…” gemas Inah sembari mencubit dan mengelus kemaluan Akmal. “Gimana kalo mau minta jatah lagi” harap Akmal, “Aduh… khan udah mandi mas, lagian aku capek banget nih sampe berasa copot semua tulangku mas” elak Inah.
Tetapi Inah bangkit dan berjongkok di depan Akmal, “Ya deh… ini tanggung jawabku… aku kulum lagi aja ya mas… kasian klo gak bisa tersalur” jawab Inah memberi solusi.
Akmal hanya tersenyum sembari melihat lagi Inah mengulum kemaluannya, dielusnya rambut Inah. Inah memang cepat bisa, sedotannya membuat Akmal tidak dapat bertahan lama, dan memang ini yang dimaui Akmal, karena ia berpikir bila hanya dia yang bermain tidaklah terlalu nyaman. “Mbak… achhh…” jerit Akmal mengiringi orgasmenya kali ini yang seperti tadi langsung ditelan habis Inah.
“Kok cepet keluarnya sekarang mas?” tanya Inah tersenyum. “Sengaja, habis klo main sendiri gak enak lah rasanya, makanya aku kosentrasi supaya cepet keluar” bela Akmal. “He… he… he… khan masih ada besok lagi mas…” kata Inah sembari membersihkan kemaluan Akmal dengan tisu yang berada di atas meja tersebut, sembari mencium mesra pipi Akmal.
“Udah… tidur sini aja mbak, aku kelonin deh” rayu Akmal melihat Inah mulai memakai bra kain dan kebayanya setelah dia membersihkan diri di kamar mandi sekali lagi. “Endak ah mas… gak enak sama teman kos saya” jawab Inah mengelak ajakan Akmal.
“Tapi besok… kalo saya kangen sama mas.. boleh ya saya main ke sini…” pinta Inah memelas, “Oke aja… kalo pas saya ada di kosan, biasanya sih suka keluyuran” jawab Akmal seenaknya. “Sekarang saya tinggalin lagi jamunya ya mas, siapa tau ada yang butuh kehangatan mas Akmal lagi he… he… he…” canda Inah setelah dia selesai memakai semua pakaiannya sembari mengangkat bakul berisi jamunya.
“Berapa semuanya mbak…?” tanya Akmal sembari membuka dompet untuk membayarnya. “Sudah mas… saya kasih gratis… soalnya saya sudah dapat kepuasan yang selama ini gak saya dapetin” tolak Inah halus, “Yang bener nih mbak… mosok dah disuruh ngerokin sama ngelonin… kok gak mau di kasih uang sih?” protes Akmal.
“Alaaahh… saya tau kantong Mahasiswa… paling juga recehan doang isinya… ha… becanda lho mas… serius kok mas… aku yang terima kasih… mas Akmal bisa mengerti perasaan wanita, salam aja ya mas buat temen kencan mas yang lain” goda Inah sembari pamitan keluar kamar.
“Eh… sebentar mbak!” seru Akmal setelah memakai kain sarungnya kembali, Inah berhenti, kemudian Akmal mendekati Inah memeluk wanita itu dan memberi kecupan lembut di bibir Inah sembari menyelipkan sejumlah uang ke dalam bra Inah dan berkata “Sekali ini jangan menolak ya mbak… saya bersalah jika tidak memberi ini mohon jangan anggap sebagai imbalan jasa… tetapi rasa sayang saya dan sebagai rasa terima kasih buat embak”.
Inah terpaku dan menatap Akmal, tak dinyananya bahwa lelaki ini selain ganteng, pemberi kepuasan dan baik hati terhadap wanita, ah… seandainya…. Inah tidak mampu melanjutkan impiannya yang dianggap mustahil bagi dirinya, tak terasa menetes air mata harunya.
Akmal mengusap air mata Inah dan mengecup kening Inah, “Sudah ya sayang… gak usah nangis… semoga besok kita bisa lebih panas lagi” goda Akmal menghibur Inah. “Ma kasih ya mas” pamit Inah meninggalkan kos-kosan Akmal.
Akmal terpaku melepas kepergian Inah, hujan baru saja berhenti, waktu menunjukkan pukul sepuluh malam, gila dari jam lima sore tadi kita berdua main bathin Akmal. Tetapi Akmal merasa klo tubuhnya dalam kondisi puncak, dahsyat sekali ramuan mbak jamu tadi ya pikir Akmal, besok kalau bertemu, aku akan minta lagi ah, pikir Akmal sembari menutup pintu kos-kosan dan kembali ke kamarnya untuk tidur.