Thursday, November 21, 2024

Tercengkram Oleh Kenikmatan

News Online Itil

Cerita Sex Tercengkram Oleh Kenikmatan – Aku punya rencana kembali ke Jakarta untuk urusan Imigrasi.
Sheena gembira mendengar aku akan kembali ke Jakarta. Tapi untuk ganti suasana,
aku usulkan untuk bercinta di tempat lain yang kami berdua belum pernah
kunjungi. Seteh pilih-pilih tempat dan disesuaikan dengan ukuran kantong kami,
kami lalu memilih Kuala Lumpur, sekalian meninjau Petronas Twin-Towers.

Jadilah aku terbang ke Jakarta. Setibanya di Jakarta, Sheena
langsung kukabari namun karena Sheena masih masuk kantor dan akupun sibuk
urusan imigrasiku, kami baru bisa janjian ketemu pada hari sabtu, padahal
esoknya hari minggu sudah musti berangkat ke Kuala Lumpur. 

Singkat Cerita, kami berdua bertemu di Cengkareng, tanpa
ciuman dan gandeng tangan, kami menuju counter check-in, tak lama kemudian kami
berdua sudah duduk di kursi pesawat yang siap berangkat ke Kuala Lumpur.
Setelah pesawat mengudara dan seat-belt sudah boleh dilepas, tangan Sheena
mampir di pahaku, otomatis batangku jadi tegang. Karena aku pakai Jeans, batang
kemaluanku jadi agak sakit. Ia rupanya sudah paham.

Cerita Sex Tercengkram Oleh Kenikmatan

Cerita Sex “Adikmu sakit ya Mas?” tanyanya bercanda sambil
mengelus-elus pahaku. Batang kemaluanku menjadi semakin tegang. Aku lalu
meminta selimut kepada awak cabin, bukan kedinginan karena AC, tapi supaya
tidak ada yang lihat aku melonggarkan ikat pinggang dan menurunkan resletingku.
Karena pakai selimut tangan Sheena menjadi lebih berani masuk ke celah
resletingku, akhirnya mencapai batang kemaluanku yang masih ditutup celana
dalamku yang sudah basah setempat.

Meskipun Sheena sungguh pandai dalam merencanakan
rangsangan, posisi kursi pesawat tidak memungkinkan berbuat macam-macam tanpa
‘bikin heboh’. Dengan terpaksa kutahan nafsu birahiku, tapi aku tetap mau balas
biar iapun jadi ‘susah’. Dari dalam selimut, tanganku mengelus-elus dadanya.
Sengaja aku tidak memasukkan jari-jariku ke dalam bajunya, cukup kuelus dari
luarnya saja. Setelah kulihat Sheena menjadi agak “tidak tenang”. Ia mendengus
pelan, “Enghh.. hh..”

Tanganku kuturunkan ke pahanya dan terus ke antara kedua
pahanya. Aku berhasil membuatnya merasakan rangsangan birahi yang aku tahu tak
bisa disalurkan. Ia cuma bisa mendesah, “Hhh.. hh.. hh..”

Setengah perjalanan sudah berlalu, kami berdua masih terus
saling meraba dengan tujuan merangsang pasangan masing-masing supaya pada
‘nggak tahan’ lagi. Tapi tiba tiba harus kami stop karena ada seorang wanita
meminta bantuan, rupanya TKW yang tidak tahu cara mengisi kartu registrasi
kedatangan untuk bandara Kuala Lumpur. Karena terganggu nafsu kami jadi hilang
dan kami berdua jadi senyum-senyum sendiri.

Tiba di Kuala Lumpur, kami langsung menuju hotel MLA di
sekitar jantung kota Kuala Lumpur. Seperti biasanya check-in, diantar oleh
pelayan hotel ke kamar, pasang tanda DO NOT DISTURB di gagang pintu, kunci
pintu.

“Sayang.. akhirnya sampai juga ya,” membuka keheningan.

Aku merasa badanku agak hangat dan sendi-sendiku agak linu
seperti mau sakit flu. Soalnya baru perjalanan jauh dari Brisbane ditambah
kemarin baru saja ML ‘keluar
bareng’ di Jakarta.

“Ehm..”

Aku tahu kalu ia sudah malas ngomong berarti aku harus tahu
diri jangan kaya NATO (No Action Talk Only) yang dulu. Kupeluk ia dengan lembut
dan mesra dari belakang, kedua telapak tanganku menelungkupi kedua buah
dadanya, kucium belakang telinganya lalu turun ke leher kanan, kukecup dan kusedot
lehernya.

“Enghh.. sshh..,” ia mulai mendesis, ia tak kuatir lagi akan
tanda merah di lehernya.

Ciumanku perlahan pindah ke leher kiri sambil kedua tanganku
mengangkat bajunya ke atas. Ia mengangkat kedua tangannya ke atas memudahkan
bajunya dilepas keatas. Bajunya kulemparkan ke kursi, aku lalu membuka bajuku
sendiri.

Aku tetap berdiri dibelakang Sheena, kini aku telah
bertelanjang dada sedang tubuh bagian atas Sheena hanya mengenakan BH. Kembali
kupeluk ia dari belakang, bibirku mencium telinganya, kedua tanganku bergerak
naik dari perutnya kebawah buah dadanya. Perlahan jari-jari tanganku menyelip
keatas kedalam BHnya, langsung menangkup kedua buah dadanya.

“Aduh.. Ari.. enak.. auuhh”

Tangan kiriku tetap terus menyelip di dalam BHnya sedang
tangan kananku bergerak keluar lalu ke punggungnya, melepaskan Klip BHnya.
Lepaslah BHnya, kini kedua tanganku bebas memutar-mutar kedua putingnya secara
bersamaan.

“Auh.. enghh..,” desisnya makin jelas terdengar. Sejenak
kemudian ia mendadak berbalik sehingga tanganku terlepas dari buah dadanya. Ia
lalu mencium dan melumat bibirku. Tanganku yang tadi terlepas sekarang telah
menemukan kembali kedua buah dadanya yang kini berada didepanku. Kuelus-elus
kedua buah dadanya lalu kupencet lembut putingnya dengan ibu jari dan jari
telunjukku.

Tanpa melepas ciumannya, tangan-tangan Sheena membuka ikat
pinggangku dan membuangnya ke kursi. Resletingku diturunkan, otomatis Jeansku
jadi longgar, lalu Sheena turun berjongkok di depanku menurunkan Jeansku yang
sudah longgar itu. 

Batang kemaluanku sudah mengeras, ujung kepalanya nongol
sedikit dari atas celana dalamku yang berwarna merah. Ia lalu menempelkan
hidungnya ke batang kemaluanku dari luar celana dalamku sambil jari telunjuk
kanannya disentuh-sentuhkan keujung kepala kemaluanku yang nongol dari celana
dalamku.

Dengan telunjuknya itu, ia oles-oleskan cairan beningku
hingga merata ke topi bajaku, lalu dipelorotkan celana dalamku akibatnya batang
kemaluanku mental kedepan seperti pegas dan mengenai hidungnya. Ia mendongak
dan memundurkan sedikit hidungnya sambil membuka mulutnya, otomatis kepala
kemaluanku jatuh kedalam mulutnya. Ia lalu menutup mulutnya dan menghisap
kepala kemaluanku sambil melirik keatas menatap mataku.

Oh.. nikmat sekali hisapan mulutnya itu. Tanpa memegang
batang kemaluanku, ia terus menghisap, mengulum dan pelan-pelan
memasuk-keluarkan kemaluanku. Sulit kunyatakan enaknya kuluman dan hisapannya.
Setidaknya 15 menit aku terlena dalam keadaan berdiri. 

Selang beberapa saat aku
ingin gantian kerjain dia, kuangkat, kugendong lalu kurebahkan tubuhnya
terlentang diatas ranjang. Aku sudah dalam keadaan telanjang sedangkan ia masih
memakai celana panjang meskipun bagian atasnya sudah tanpa busana lagi.

Aku lalu berjongkok disisi bawah tempat tidur, membuka ikat
pinggangnya, menurunkan resletingnya lalu menarik lepas Jeansnya. Celana
dalamnya kelihatan agak lembab, segera aku tarik turun lewat kakinya. kini
lengkaplah sudah ia telanjang bulat dihadapanku. Kutarik kakinya supaya
pantatnya rata dengan tepi tempat tidur dimana aku berjongkok.

Ia sudah dapat menebak apa yang akan kulakukan makanya iapun
membuka kedua pahanya. Aku tahu kemaluannya sudah ingin dijilati dan digelitiki
oleh lidahku, tapi aku memulainya dengan menjilati pangkal pahanya dulu, yang
kanan lalu yang kiri, kemudian malah naik keperut. Pantatnya bergerak-gerak,
iapun menggeliat dan mengerang, “Emmhh.. uusshh”

Itil V3

Aku masih belum mau menjilati vaginanya. Sambil menciumi
perutnya, kusibak bulu-bulu kemaluannya sehingga tampak belahan bibirnya. Jari
telunjuk kananku kumasukkan pelan-pelan kedalam lubangnya lalu pelan-pelan
kuputar-putar sedangkan ciumanku terus bergerak naik kedadanya.

“Auh.. aduh.. Ari.. kamu gila..”

Akupun jadi makin bernafsu, kusedot puting kanannya
sedangkan puting yang kiri kujepit dengan jari-jari tangan kiriku sementara
jari telunjuk tangan kananku masih tenggelam di dalam lubang kemaluannya. Sesekali
kurasakan cincin vaginanya menjepit jariku. Meski dalam keadaan terangsang, aku
masih bisa terkagum-kagum, bagaimana mungkin jari telunjukku sekecil ini bisa
dijepit sekeras ini. 

Kalau tidak merasakan sendiri rasanya aku sulit percaya.
Puting susunya terus kelumat, sedot dan di dalam mulutku kujilati ujungnya.
Sheena hanya bisa memegang rambut dan kepalaku sambil menahan kenikmatan yang
menderanya.

Kini kurasakan sudah saatnya mulutku kuturunkan dari buah
dadanya, sasarannya adalah celah diantara kedua pahanya. Kubuka kedua pahanya
lebih lebar lagi sehingga belahan vaginanya ikut sedikit membuka. Segera
kubenamkan lidahku membelah celahnya. 

Kali ini ia langsung menjerit “Awh..
uh..” mengejang, tak sadar badannya agak bangun membungkuk keatas. Lidahku lalu
menyapu belahannya itu keatas dan kebawah sambil kedua tanganku mengelus-elus
pangkal pahanya dan sekitar lubang kemaluanya, sesekali kutekan-tekan gundukan
bibir kemaluannya.

“Ouh.. Ari.. terus sayang.. uuhh.. sayang.. aduhh”

Seranganku kutingkatkan lagi, dengan jari-jari tanganku
kubuka lebih lebar lagi belahan vaginanya sampai kulihat bagian dalam
kemaluannya yang kemerahan. Segera kusapu lagi dengan lidahku.

“Aawww.. Ri.. aduh.. terus sayang..terus..aduh.. gila kamu
Ri..”

Rasanya hampir 20 menit mulut dan lidahku menempel dan
menyapu lubang kemaluannya, sudah waktunya bagiku untuk memasukkan penisku
kedalam lubang kemaluannya ini. Kemaluanku pun sudah mengeluarkan cairan bening
dari tadi. Aku lalu bangun berdiri tetapi agak berkunang-kunang karena terlalu
lama jongkok. 

Tanpa buang waktu lagi, kuarahkan penisku ke lubangnya yang sudah
basah akibat liurku dan cairan vaginanya. Bless.. masuklah batang kemaluanku ke
dalam vaginanya. Rupanya ia memang sengaja tidak ‘mengunci’ cincinnya itu
dengan begitu tidak terlalu sulit untuk menembusnya.

Dengan tetap berdiri di tepi ranjang, aku bergerak memompa
maju mundur. Lagi-lagi ia masih belum mau menggunakan cincinnya itu sehingga
aku masih dapat memompa maju mundur dengan cepat, tetapi erangannya makin keras
terdengar setiap batangku melesak masuk. 

Aku terus memompa dengan cepat tanpa
istirahat, aku berharap benar dengan gaya baru kali ini aku dapat membuatnya
‘keluar’ lebih dahulu. Harapanku rupanya cuma tetap jadi harapan, sudah lewat
25 menit sejak kumasukkan kemaluanku dan bergerak non-stop mengocoknya begini,
masih belum ada tanda-tanda ia akan ‘keluar’.

Karena ‘olah raga memompa maju mundur’ ini kulakukan
terus-menerus sembil berdiri, keringatku mulai keluar membasahi tubuhku,
pinggangku mulai capek, tapi kumantapkan niatku untuk bertahan mengocoknya. Aku
lalu bilang padanya, “Masih bandel juga ya? Aku pengen liat, kamu atau aku yang
keluar duluan.”

Baru selesai omong, tiba-tiba kurasakan sulit untuk maju
mundur karena batangku seperti dicengkram oleh cincin vaginanya. Auhh.. kini
giliran aku yang keenakan. Rupanya aku omong terlalu sesumbar sehingga ia ingin
‘memberi pelajaran’ padaku. Batang kemaluanku benar-benar seperti dicengkram
dan diremas, seret sekali masuk keluarnya. 15 menit kembali lewat, kini penisku
sudah mulai berdenyut-denyut rasanya kali ini kok aku bakal nggak kuat menahan
jepitannya.

“Kamu capek Say? sekarang gantian ya, lepas dulu dong, lalu
kamu naik kesini sambil sandaran kedinding ya.” Akupun mencabut batang
kemaluanku dari vaginanya. Tanganku ditariknya agar aku naik ke ranjang. Ia
lalu bantu mendorong agar aku bergerak menyandar ketembok dibelakang tempat
tidur.

Setelah aku duduk disisi atas tempat tidur sambil bersandar
ketembok Sheena naik ke pahaku, berjongkok lalu memasukkan batangku ke
vaginanya, lalu pelan-pelan menurunkan tubuhnya hingga duduk di selangkanganku.
Ujung kemaluanku rasanya seperti mentok ke dinding rahimnya.

Ia melingkarkan kedua tangannya ke belakang leherku lalu
bibirnya mencium dan melumat bibirku, kedua buah dadanya terasa menekan dadaku.
Kurasakan batang kemaluanku yang sedang terbenam menjadi tambah mengeras dan
berdenyut didalam kemaluannya. Cengkraman cincinnya kembali mendera batang
kemaluanku, kini iapun menambah serangannya dengan menaikturunkan tubuhnya sambil
‘cincin’ vaginanya menjepit kemaluanku sedang mulutnya mengunci mulutku. Kedua
buah dadanya menekan dan menggesek dadaku.

Dalam kurang dari 15 menit aku sudah dibuat megap-megap
menahan serangannya. Iapun berhenti naik turun untuk meberi aku napas, namun
cincin vaginanya tetap ia rapatkan. Aku sungguh heran, bagaimana ia bisa
mempertahankan kontraksi cincinnya non-stop selama itu. Ia tersenyum penuh
kemenangan, katanya “Kalau aku mau sekarang ini kamu sudah kalah”

Dalam hati aku mengakui bahwa ia benar. Akupun menjawab,
“Ok, akhirnya kamu menang.”

Aku masih heran kok aku bisa dikalahkan dalam total waktu
hanya sekitar 1 jam 30 menit, padahal biasanya ‘pertarungan’ku dengan Sheena
umumnya mencapai total 4 atau 5 jam, itupun selalu berakhir seri 1 – 1 karena
sama sama sepakat mengalah untuk ‘keluar’. Aku masih belum sadar bahwa aku
sudah mulai kena flu sejak tiba di Airport tadi dan sampai sekarang belum
istirahat.

Sheena mencium keningku, pipiku dan bibirku, sambil terus
mempermainkan cincin vaginanya. Jepit, longgar, jepit, longgar, mungkin
istilahnya empot ayam. Ia tidak menaikturunkan pantatnya karena ia sadar akan
kondisiku yang hampir di puncak, namun ia mau agar aku merasakan nimatnya
‘proses ke puncak’ tanpa sampai ‘kelewatan’.

“Udahan dulu ya, kita mandi yuk, kan dari Jakarta sampai
sekarang belum mandi,” tawarnya.

“Boleh.. biar istirahat dikit.. kamu nyalain dulu airnya ya
biar bath-tub nya terisi,” kataku.

Ia menaikkan pantatnya melepas batang kemaluanku dari
vaginanya lalu turun dari tempat tidur menuju kamar mandi dan menghidupkan kran
air di bath-tub. Aku kemudian bangkit juga menuju ke kamar mandi. Kulihat ia
sedang duduk di closet membersihkan vaginanya yang basah dengan campuran cairan
beningku dan lendir vaginanya.

Meski air dalam bath-tub belum terlalu dalam, aku langsung
masuk dan duduk berendam sambil bersandar pada dinding bath-tub. Batang
kemaluanku yang masih keras itu pelan-pelan melemas setelah terendam dalam air.
Sheenapun masuk ke bath-tub dan ikutan duduk berendam. 

Iseng-iseng tangannya
mengelus-elus batang kemaluanku untuk membersihkan lendir yang melekat di
batang kemaluanku. Elusan jari-jari tangannya membuat kemaluanku kembali
menegang. Ia tertawa kecil saat merasakan ‘anuku’ berdenyut mengeras di
tangannya. 

Setelah dilihatnya kemaluanku sudah bersih, ia bilang, “Coba mundur
dikit dong”. Akupun bergerak mundur dan bersandar pada ujung bath-tub untuk
memberi ruang yang lebih panjang baginya. Ia lalu mencabut sumbat bath-tub sehingga airnya pelan-pelan
berkurang. 

Setelah airnya hampir habis, turun hingga setinggi biji kemaluanku,
sumbatnya dipasang lagi. Kini batang kemaluanku berada di atas permukaan air
sedangkan biji kemaluanku setengah tenggelam. Tangannya kembali mengelus-elus
batangku, lalu ia mengambil posisi nungging di depanku. 

Pelan-pelan kepalanya
diturunkan dan mulutnya diarahkan ke kepala kemaluanku. Mulutnya membuka lalu
mencaplok kepala kemaluanku, tangan dan siku kirinya dipakai menunjang tubuhnya
agar tetap menungging sedang jari-jari tangan kanannya mengocok batang kemaluanku
maju mundur. 

Mulutnya sampai kempot menyedot kepala kemaluanku. Aduhh.. rasanya
sungguh luar biasa. Sesaat kemudian, jari-jari tangan kanannya bergerak maju
memegang pangkal batang kemaluanku sambil mulutnya bergerak maju-mundur. Nikmat
yang kualami sungguh tak terbilang.. ini adalah oral seks yang ternikmat dalam
hidupku. 

Sampai saat ini masih yang ternikmat bagiku. Mulutnya terus maju
mundur sampai batangku kelihatan memerah, kemudian fokusnya dialihkan ke
sekitar leher kemaluanku. Dihisap-hisapnya kepala kemaluanku sampai dilehernya,
digigit-gigit kecil belakang topi bajaku, lidahnya disapu-sapukan kelilingnya,
lalu kepala kemaluanku dicaplok dan disedot dengan kuat lalu dikulum-kulum. 

Lidahnya menari-nari didalam mulutnya menyentuh-nyentuh lubang pipisku. Setelah
itu kembali ia maju mundurkan mulutnya namun hanya sampai dilehernya saja,
tidak sampai kepala kemaluanku keluar. Rupanya Sheena ingin menunjukkan bahwa tidak hanya vaginanya
saja yang bisa ‘mengalahkanku’, ia ingin ‘mengalahkanku’ dengan mulutnya. 

Ia
terus-menerus menjilat, mengulum dan menghisap batang kemaluanku hingga aku
benar-benar merem melek dibuatnya. Tetapi pada dasarnya aku memang tidak pernah
bisa ‘keluar’ dimulut wanita jika tidak kupaksakan sendiri untuk ‘keluar’
(Istriku pernah menyedotku selama 45 menit hingga lehernya pegal dan aku tetap
tidak keluar), namun Sheena tak tahu akan kebiasaanku ini sehingga ia berpikir
aku pasti ‘keluar’ oleh serangannya.

Setelah hampir 20 menit non-stop menyerangku, ia melirikku
lalu melepaskan mulutnya dari kepala kemaluanku.

“Enak nggak?” tanyanya sambil tangan kanannya tetap memegang
batangku.

“Ini yang paling enak dari semuanya,” kataku.

“Naik lagi ke tempat tidur yuk.. tapi gendong ya.. capek
sih,” katanya.

Aku keluar dari bath-tub lalu menariknya agar bangun
kemudian menggendongnya ke ranjang. Kami sudah tidak perduli lagi bahwa tubuh
kami masih setengah basah.

Aku kembali berada diatasnya dengan posisi push-up, ia
membimbing batang kemaluanku masuk ke lubangnya, bless.. masuklah batangku. Ia
memekik, “Awk..” agak sakit karena masih seret. Aku terus memacu pantatku
menyodok lubang kemaluanku. Disetiap hentakan pantatku ia selalu heboh
“Awww..awww..”

Rasanya 15 menit berlalu, kemaluanku rasanya sudah berdenyut-denyut
lagi, artinya aku sudah hampir di puncak. Agar tidak kalah, aku kurangi ke
cepatanku lalu aku minta ganti posisi.

Sambil menjaga agar kemaluanku tidak lepas, kami berbalik,
kini ia berada diatasku. Sejenak ia hanya duduk saja diatasku tidak bergerak.
Ia rupanya menikmati denyutan batang kemaluanku. Kurasakan jepitan vaginanya
meningkat seakan-akan memeras batangku. Setelah hampir 10 menit kemudian. 

Ia
melihat aku sudah ‘hampir sekarat’ karena permainan jepitan vaginanya, ia lalu
meletakkan kedua lenganku ke atas kepalaku dan dipegangnya dengan kedua tangan
kanannya yang juga untuk menopang tubuhnya. Mulutnya diturunkan mencium bibirku
sambil pantatnya mulai dinaik-turunkan. 

Puting buah dadanya yang
bergantung-gantung menggesek-gesek dadaku menambah sensasi nikmat serangannya.
Saat kemaluannya ditarik sampai ke leher kemaluanku jepitannya dilonggarkan,
saat mau diturunkan dikeraskan lagi dan seterusnya.

Kini aku benar-benar ‘sudah sekarat’. Ia justru mempercepat
gerak naik turun pantatnya. Aku mencoba mati-matian bertahan, setiap kali
pantatnya diturunkan, aku mengejang dan mendengus “Enghh.. enghh.. enghh..
enghh,” tetapi aku tidak mampu bertahan lagi. 

Rasanya kurang dari 5 menit
setelah ia mempercepat naik-turun sambil menjepit, kemaluanku berdenyut-denyut
dan akhirnya, “Uhh..” pertahananku jebol, aku muncrat di dalam lubang
kemaluannya. Disaat kemaluanku berdenyut menyemprot air maniku, ia terus naik
turun dan mengeraskan cincin vaginanya. Lemaslah tubuhku, seluruh otot-ototku
rasanya terlepas dari tulangku, kenikmatannya betul-betul enak.

Sheena tidak langsung bangkit, ia hanya berbaring di dadaku
dengan batang kemaluanku masih menancap di vaginanya. Pelan-pelan batang
kemaluanku melemas. Campuran sperma dan lendirnya mengalir keluar dari
lubangnya, meleleh ke selangkanganku dan ke sprei ranjang. Ia menggeliat ke
telingaku dan berbisik “Satu nol ya..,” sambil tersenyum.

Pembaca, itulah hari pertama kami di Kuala Lumpur. Tubuhku
rasanya agak lemah, tapi aku masih saja berpikir “Ah tidak apa-apa, mungkin
sebentar lagi juga pulih.” Hari kedua dan seterusnya kami tetap hangat
bercinta. Sesekali aku masih bisa “menang” namun lebih banyak “kalah”.

Tubuhku sudah tambah lemah, aku akhirnya sadar sudah jatuh
sakit. Di hari ke delapan terakhir sesaat sebelum meninggalkan hotel menuju
bandara, aku masih nekat ‘menantangnya’ lagi dengan kekuatan terakhir, hasilnya
aku ‘kalah’ lagi. Aku sudah tak ingat berapa skor akhir kami, yang jelas aku
‘kalah’.

Dibandara kami berpisah, pesawatku berangkat dahulu kembali
ke Australia sedangkan Sheena sejam kemudian kembali ke Jakarta. Dipesawat suhu
tubuhku kian naik, otot-otot tubuhku rasanya linu dan tidak bertenaga. 7 jam
perjalanan cuma bisa di kursi saja tambah menyusahkan. Setibanya di rumah, aku
benar-benar jatuh sakit, sempat muntah-muntah pula. 

Untung waktu cuti kerjaku
belum habis sehingga tidak perlu ditambah dengan cuti sakit lagi. Tetapi yang
paling sebal, aku penasaran dikalahkan oleh Sheena, telak lagi. Seharusnya aku
istirahat terlebih dahulu setelah tiba di Kuala Lumpur hingga flunya hilang
dulu dan tidak langsung ngajak ‘perang’, toh masih ada hari-hari esoknya.

Sayangnya aku tidak dapat membalas kekalahanku karena itulah
terakhir kalinya aku bertemu dengannya. Pada kedatanganku ke Jakarta yang
berikutnya, aku tidak dapat menemuinya. Kini Ia sudah pindah ke Kalimantan.
“Sheena” if you read this story then you should know that I could be better.
But any way, no excuses, I admit that you have won!

Itil Service

Related Posts

Leave A Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *