Cerita Sex Bunda Bollywood – Perkenalkan namaku Jerry usiaku 18 tahun dengan tinggi badan 172 cm dan berat 70 kg. Aku sendiri adalah anak tunggal. Saat ini aku baru saja lulus dari salah satu SMA di kota Surabaya dan sedang belajar intensif untuk menghadapi ujian masuk Perguruan Tinggi Negeri.
Papaku bernama Martin Tan adalah seorang pengusaha keturunan Tionghoa berusia 41 tahun dengan postur tinggi 175 berat 72 kg. Sedangkan Bundaku yang bernama Asifa Khan adalah wanita keturunan Pakistan.
Ibuku berusia 39 tahun dengan postur tinggi 170 cm dan berat 68 kg bekerja sebagai Ibu Rumah Tangga namun juga memiliki bisnis online baju-baju perempuan yang ia jalankan dari rumah. Percampuran darah Tionghoa-Pakistan inilah yang akhirnya berpengaruh pada fisikku.
Tersange Cantik. Itulah kata pertama tiap teman-temanku melihat Bunda. Mereka selalu berkomentar seperti itu karena paras Bundaku memang rupawan seperti artis Bollywood. Di usianya yang mendekati 40 tahun, kulit Bunda masih terlihat kencang, juga putih dan mulus.
Buah dadanya menonjol besar berukuran 36D, pantatnya bahenol, hidungnya yang mancung, sedangkan rambutnya pendek sebahu sehingga lehernya yang jenjang terlihat begitu seksi.
Awalnya aku tidak menaruh perasaan apa-apa, namun semua berubah ketika aku nyelonong masuk ke dalam kamarnya pada suatu hari. Aku kaget sebab di dalam ternyata ibu sedang berganti baju.
Terlihat ia hanya mengenakan kutang hitam serta celana dalam hitam yang melekat pada tubuh seksinya. Pemandangan yang menggiurkan sekali.
Lama aku menatapnya. Begitu juga dengan Bunda. Kami sama-sama bengong karena saking kagetnya. Namun, aku sadar duluan. Begitu malu, aku pun langsung menutup kembali pintu kamarnya.
Tak lama, Bunda yang telah selesai memakai pakaian, keluar dan menghampiriku yang sedang duduk di kursi sambil menonton tv. Aku pun segera meminta maaf.
“Maaf, Bun. Tadi nggak sengaja.”
Dia tersenyum. “Iya, nggak papa. Bunda dah tau kok.” Ia berbuat seolah-olah kejadian itu tidak pernah terjadi sehingga membuatku menjadi lega.
Setiap pagi aku melihat Bunda menyapu dan mengepel rumah. Aku sering melihat dua susu montoknya bergelayutan indah di balik baju longgar berbelahan rendah yang sering ia kenakan. Sungguh pemandangan indah walaupun melihat hal itu membuatku tersiksa akibat harus menahan konak dan gelora birahi.
Jika Bunda sedang menyapu atau mengepel rumah, aku sering iseng. Sengaja aku biarkan kakiku berada di lantai walaupun berkali-kali Bunda menyuruhku menaikan kaki ke atas kursi, dengan sengaja aku tidak menuruti perintahnya.
Hal tersebut sering membuat Bunda agak kesal walaupun ia tidak pernah marah, ia hanya mencubit pahaku jika aku sudah berbuat demikian. Aku sih senang-senang saja dicubit olehnya karena jadi punya alasan untuk membalas.
Kalau dua mencubit, kubalas dengan menggelitik pinggang Bunda sampai akhirnya kami berdua duduk sambil tertawa bersama di sofa. Ketika aku menggelitik pinggangnya, ibu sering meronta ke sana ke mari sehingga jari-jariku bisa menyentuh susu montoknya secara tidak sengaja.
Aku tidak pernah menyangka bahkan tidak pernah merencanakan untuk bersetubuh dengan Bundaku sendiri. Selain seleraku lebih tertuju pada gadis muda seperti teman sekolahku Reva, aku pun menghormati ia sebagai perempuan yang sudah melahirkanku ke dunia.
Tapi ternyata apa yang aku bayangkan menjadi kenyataan, aku menggauli Bundaku hampir setiap hari, setiap ada kesempatan.
Kejadian awal bermula ketika Papa pergi dinas ke luar kota selama seminggu. Rumah jadi sepi, hanya tinggal aku berdua bersama Bundaku. Seperti pagi-pagi biasanya, ibu menyapu lantai dan mengepel rumah. Aku yang duduk sambil menonton tv kembali iseng dengan tak mau menaikkan kaki. Bunda yang menyaksikan ulahku itu langsung mengomel.
“Aduh, sayang, kamu bandel amat sih!” ucapnya sambil mengeluarkan jurus mencubit pahaku.
Aku yang mendapat serangan, tentu tak tinggal diam. Kubalas menggelitik pinggangnya. Bunda tertawa kegelian sambil menggelinjang tak karuan. Akhirnya ia memeluk pinggangku erat-erat dengan kepala berada tepat di perutku. Posisi demikian membuat kontolku yang sudah tegang dan keras tertindih oleh susunya yang montok.
Masih dalam posisi demikian, Bunda akhirnya menyerah dan memintaku menghentikan gelitikan. Aku pun berhenti. Ia kemudian melepas pelukannya pada pinggangku, lalu ia bersandar di kursi sambil terengah-engah kecapekan. Tampak keringat membasahi wajahnya yang cantik. Aku terpana melihatnya, Bunda nampak seksi dan bercahaya.
Ia mengusap-usap lembut kepalaku sambil tetap duduk bersandar. Aku pun tak tinggal diam, aku lap keringat di wajah dan keningnya. Ia tersenyum manis melebihi biasanya.
Tiba-tiba entah dorongan dari mana, aku berani mencium kening Bundaku sendiri. Yang aku rasakan, secara tiba-tiba aku menjadi sayang kepada Bunda dan menjadi ingin lebih dekat dengannya.
Mendapat perlakuan demikian, Bunda tidak marah. Malah ia menyentuh lembut pipiku dan tanpa kusangka diteruskan dengan mencium lembut bibirku. Mendapat rambu tersebut, aku pun balas mencium bibirnya sampai akhirnya kita saling berpagutan.
Awalnya memang ciuman biasa, tapi setelah cukup lama, tiba-tiba lidah Bunda menerobos masuk ke dalam mulutku. Hal tersebut tidak aku sia-siakan, cepat kuusap-usap lidahnya dengan lidahku dan mengenyot lidahnya lembut. Bunda melingkarkan kedua tangannya melingkari leherku, membuat tanganku mulai berani menjamah susunya yang montok.
“Sssssshhhhhh eeeehhhhmmmm…” desahnya.
Terasa hangat hembusan napas ibu saat ia melepas bibir bawahnya untuk menarik napas. Ciuman kami sudah semakin panas, juga bertambah liar dan basah.
Tak cuma bibir, aku juga mencium dan menjilati leher Bunda yang basah oleh keringat dan juga anting-anting emasnya yang cantik. Bunda menjadi semakin bernafsu, tangannya tak lagi melingkari leherku, melainkan sudah meremas-remas kepala serta rambutku.
Secara perlahan, kubuka kaos putih yang ia pakai. Tampak kutang hitam favoritnya yang pernah aku lihat tempo hari. Bunda hanya diam, pasrah, bahkan cenderung meminta. Segera aku jilati bagian atas susunya yang tidak tertutup kutang. Kuhisap dan kukenyot-kenyot perlahan hingga membuat Bunda menjadi gelisah karena birahi yang semakin memuncak.
“Buka saja, sayang!” Dia mendesah, memintaku agar segera menelanjangi dirinya.
Dengan tangan gemetar kubuka kutang itu untuk memudahkanku memainkan bulatan susunya. Kulit Bunda yang putih membuat areola yang melingkar di tengah susunya tampak menggiurkan; berwarna coklat muda kemerah-merahan.
Namun sayang, putingnya kecil sehingga hanya sedikit menonjol walaupun sudah menjadi keras di tengah susunya yang padat dan kenyal.
“Cuma mau megang? Nggak mau nyium?” tawar Bunda.
Mengangguk mengiyakan, aku langsung menghisap, menjilat, dan mengenyot-ngenyot dengan lembut susu serta putingnya. Bunda bergerak-gerak gelisah menandakan birahinya sudah semakin memuncak, sampai akhirnya tangannya sudah berada di atas kontolku di luar celana pendek yang kukenakan.
Bunda mengusap-usap kontolku sedikit kasar. Namun, walau mendapat perlakuan demikian, aku tetap liar memainkan lidah dan mulutku pada kedua susunya yang montok, kenyal, serta padat itu.
Bunda kemudian berdiri melucuti rok pendek dan menurunkan celana dalamnya sendiri. Tampak memeknya begitu tembem tanpa ada bulu sedikitpun.
“Wow, seksinya!” bisikku dalam hati.
Ia kemudian memintaku berdiri dan langsung menurunkan celana pendekku langsung beserta celana dalamnya, kontolku yang berukuran 20 cm sudah sangat keras kontan meloncat menunjuk-nunjuk ke depan. Tampak Bunda kaget melihat kontolku yang besar dan panjang, wajahnya memerah saat menatap.
“Cuma dilihat doang, Bun? Nggak pengen pegang?” tanyaku balik.
Bunda tersenyum. Masih dengan mata tak berkedip, ia mulai menyentuh dan mengusap-usap lembut batang kontolku. Dengan antusias ia memajukan wajah hingga kontolku menempel di bibirnya.
“Eehmm… Bun!” aku merintih saat ibu mulai menciumi batang kontolku. Dan, “Oouughhhh…” aku menjerit begitu masuk terkulum mulutnya.
Bunda semakin liar bermain dengan kontolku, ia terus menjilat dan memaju-mundurkan kepala. Ibu ternyata mahir juga sehingga kontolku tidak pernah menyentuh giginya. Tak terlewatkan kepala kontolku ia kenyot-kenyot lembut sambil tangannya meremas biji pelerku. Tampak ia begitu berpengalaman mengoral kelamin laki-laki.
Sempat muncul berbagai pikiran dalam otakku, “Aneh, Bundaku yang terlihat seperti wanita baik-baik, yang tidak suka keluyuran serta lugu ini, begitu pandai mengoral kontol. Apa mungkin ia sering menonton film bokep ya? Atau, ia mungkin sudah sering melakukannya!”
Melihat Bunda yang sudah kelelahan, kuminta dia agar duduk sambil membuka kakinya lebar-lebar. Ia pun menuruti kemauanku.
Terlihat memeknya yang tembem tanpa bulu. Aku segera menjilati memek itu dengan perlahan dan lembut, mulai dari liangnya yang kecil sampai itilnya yang menonjol kaku. Hampir seluruh kulit tubuh Bunda menjadi merah ketika aku semakin cepat mempermainkan lidah dan mulutku pada belahan memeknya.
“Aaaaaaaeeeeehhhhhh ssssshhhhh…” desah Bunda sambil tubuhnya tak bisa diam, terus bergerak kian kemari akibat mendapat sensasi nikmat pada lorong memeknya.
Kucoba mencolokkan jari tengahku ke liang memek yang sudah sangat basah itu, peret sekali dan agak sulit. Kugerakkan perlahan-lahan sambil mulutku terus mengenyot dan menjilat, itil Bunda kurasakan sudah sangat mengeras.
Dia semakin mendesah dan mengerang sambil tangannya mencengkeram agak kuat rambut serta kepalaku. “Eeeemmhhhh, ooouuuuuuhhhhh… eeessssshhhhhhh!” rintihannya membuat suasana semakin panas.
Aku terus menjilat, menghisap, dan mencucup itilnya berkali-kali, terkadang dengan kenyotan agak kuat, sedangkan jari tengahku sudah semakin leluasa mengocok liang memeknya. Perlakuan demikian berlangsung hampir 15 menit hingga Bunda mencapai orgasmenya.
“Aaaaaaaaahhhhh, ooooouuuuhhhhh…!” erangnya keras. Tangannya mencengkeram kuat kepalaku, menekan pada belahan memeknya yang berkedut-kedut hebat sambil tubuhnya menggelinjang ke sana-kemari.
Cairan kenikmatannya menyembur deras, membasahi tangan serta daguku. Perlahan kutarik jari tengah dari dalam lubang memeknya. Terdengar nafas ibu masih terengah-engah.
“Mau dilanjutkan, Bun?” aku bertanya.
Bunda hanya mengangguk, tak bisa bersuara.
Kuminta dia agar menungging. Tanpa banyak basa-basi, Bunda segera berbalik dan menekuk tubuhnya, kini dia menungging di sofa. Aku berdiri di belakangnya, tersenyum, merasa senang karena bisa leluasa melakukan penetrasi ke dalam liang memeknya.
Sambil tangan kananku mencengkeram pantat bulat Bunda yang bahenol, kuarahkan kontolku menuju lubang memeknya. Cukup sulit kepala kontolku memasuki lubang itu, terasa peret dan sempit sekali.
“Nggak bisa masuk, bun.” aku berkata.
“Dorong terus! Nanggung!” Ibu mendesah.
Dengan satu dorongan kuat, aku melakukannya. Bunda membantu dengan membuka belahan memeknya lebih lebar lagi. Kutusuk sekuat tenaga hingga kontolku melesak, terbenam di liang memek Bunda yang sempit.
“Aagghhhh…” kami sama-sama melenguh meski baru kepala kontolku yang masuk.
“Dorong lagi, sayang!” Ibu berkata.
Aku mengangguk. Dengan bantuan cairan memek dan sisa cairan orgasmenya, kontolku kembali meluncur masuk. Memek Bunda terasa mencengkeram kuat dan masih agak peret ketika kontolku sudah terbenam seluruhnya.
“Kamu sudah nggak perjaka lagi, sayang. Hihi…” Bunda tertawa.
Aku tersenyum. “Aku senang melakukannya bersama Bunda!”
“Nah, sekarang goyang. Puaskan Bundamu ini!” Dia meminta.
Dengan perlahan, aku mulai menggoyangkan pinggul. Awalnya agak sedikit kaku. Tapi dengan bimbingan Bunda dan arahan darinya, tak lama aku mulai lancar. Dari gerakan melingkar, aku pun mulai memaju-mundurkan kontolku secara perlahan. Menyetubuhinya!
“Aagghhhh… terus, sayang! Tusuk yang keras! Terus!” Ibu merintih, menggelinjang keenakan.
Begitu juga denganku, kurasakan liang memek Bunda sudah dapat menyesuaikan dengan kontol besar dan panjang milikku. Aku jadi lebih leluasa dalam menyetubuhinya.
“Eeeemmmm eeeemmmhhh… enak! Terus, sayang!” desah Bunda.
Aku semakin semangat memompakan kontol. Sambil berpegangan pada bokong bulat ibu, kutambah kecepatan ayunan sehingga bunyi plok plok plok menjadi kian gencar dan keras.
“Aaaaahhhhhhh, aaaaaeeeeehhhhhh… ssssshhhhh, ooooouuuhhhh!” desah ibu seiring gerakanku yang semakin cepat.
Kini kedua tanganku meremas-remas agak kuat pantat bulatnya, juga sesekali menyambar bongkahan payudaranya yang bergelantungan indah. Terdengar desahan dan erangan Bunda semakin liar membahana karena nafsu birahi, dia sepertinya tak peduli jika teriakannya akan terdengar oleh tetangga.
Tampak Bunda mulai menggoyang-goyangkan pantatnya. Dengan kecepatan penuh aku kocok terus memeknya dengan kontolku.
“Sayang, aku keluar! Aaaaaaooooouuuhhh, oooooouuuuuwwww, sssssshhhh!” erang ibu saat mendapat orgasme kedua.
Kuhentikan gerakan sejenak, kunikmati kedutan-kedutan memek Bunda pada batang kontolku yang masih terbenam kuat. Terasa kontolku seperti diremas-remas, sungguh nikmat sekali.
Bersambung…