Friday, November 22, 2024

Nafsu yang Tersalurkan ke Rekan Kerja

News Online Itil

Cerita Sex Nafsu yang Tersalurkan ke Rekan Kerja – Cerita Sex, Cerita Mesum, Cerita Nyata, Cerita Selingkuh, Cerita Porno, Cerita Dewasa Terbaru – Nafsu Yang Tersalurkan Kepada Rekan Kerjaku – Aku (Dika) merupakan salah seorang karyawan di sebuah perusahaan di Jakarta. Aku sudah menikah dengan seorang wanita bernama Rosa. Istriku mempunyai seorang adik laki2 yg juga sudah menikah dgn seorang wanita yg berasal dari Bali namanya Ida yg sekaligus menjadi selingkuhanku untuk beberapa waktu.

Sedikit aku mau cerita, pernikahanku kini sudah diujung tanduk yg dikarenakan aku ketahuan selingkuh. Untungnya teman selingkuhanku yg ketahuan kali ini bukan dgn istri adik iparku melainkan dgn teman yg aku kenal lewat medsos.

Pertengkaran demi pertengkaran dgn istriku tak bisa terelakkan. Aku terpaksa pindah ke tempat kost karena istriku selalu marah jika melihat wajahku. Dalam keadaan terlunta lunta mental dan tertekan seperti ini aku pun berusaha mencari pelarian dgn menginap di kantor ataupun merepotkan temanku lainnya dgn sesekali menginap di rumah mereka secara bergantian.

Mela adalah rekan kerjaku, seorang wanita kelahiran Medan berdarah Batak. Mela ini seorang alpha-woman-type, artinya seorang yg keras kepala dan cenderung egois. Usia Mela 30tahun. Dia memiliki wajah yg pas pasan, dia tidak suka berhias diri. Itu sebabnya pacarnya mutusin dia. Padahal kalo memakai make up Mela kelihatan lebih menarik.

Cerita Sex Nafsu yang Tersalurkan ke Rekan Kerja

Cerita Sex Aku dan Mela satu team dalam bekerja. Sekitar 2tahunan kita bekerja bersama, baik profesional ataupun urusan personal sudah sering kita bahas. Makanya ketika dia tahu aku bertengkar dengan Rosa, dia langsung bertanya “Kau apain dia?” dengan gaya khas anak bataknya. Kalau sudah pake gaya begini, mendingan dijawab dengan serius atau langsung cabut, sebelum diajak debat yang ujungnya ngabisin energi.

Akupun menerangkan secara garis besar apa masalahnya. Kata2 bodat pun keluar dari mulutnya ditujukan padaku. Aku hanya bisa tersenyum meringis, membayangkan bahwa rekan kerjaku pun bakal memusuhiku (aku mengerti kenapa, kan dia diputusin pacarnya. Jadi dimata dia, aku sama brengseknya dengan mantan cowoknya).

Setelah aku menceritakan masalahku Mela pun langsung mengacuhkanku. Untungnya kerjaan kami sedang tidak banyak dan mampu kuhandle sendiri. Tapi aku bertekad baikan sama dia, karena urusan kantor memang tidak boleh bercampur dengan urusan pribadi. Sangat mempengaruhi output dan kinerja.

Paginya saat di kantor sengaja aku membeli makanan cemilan. Berhubung meja kami bersebelahan jadi aku gampang untuk menawarkan cemilan tersebut pada Mela. Tapi Mela menolak dgn jawaban ketus dan mata melotot. Melihat itu aku jadi ketawa. Kuhimbau padanya untuk tidak melarutkan masalahku ke profesionalisasi kami. Dia menatapku dan menjulurkan tangannya ke bungkus chitato. Yah, setidaknya rekan kerjaku tidak memusuhiku.

Untuk meredakan bencinya, kubiarkan dia sepanjang pagi itu merepet dan memakiku atas tindakanku kepada Rosa. Tidak sekalipun kusanggah, tidak sekalipun kutepis. Suaranya sampai bergetar, air mata mulai memupuk di matanya. Aku hanya bisa bilang maaf berulang kali. Siangnya, suasana sudah mulai berubah karena dia mulai bertanya dimana aku tinggal.

“Kadang di kantor” jawabku
“Hah…lalu tidur dimana kau?” tanyanya.
“Tuh di kursi kursi kujejer bisa buat tempat tidur, yg penting punggungku nyandar aja” jawabku.
“Gila kau” katanya sambil menggelengkan kepalanya.

Padahal dia ga tau kalo tinggal di kantor dengan air bersih, listrik gratis, serta wifi dengan kuota gede itu menyenangkan. Kami pun kembali fokus ke kerjaan masing2.

Selepas istirahat, darah batak yang mengalir di tubuhnya kembali menghangat. Tapi tidak memanas, hanya interogasi kecil yang ingin dituntaskannya.

Mela : M
Aku : A

M : Kog tega banget kau ama istrimu
A : Bah masih belum jelas?
M : Bukannya gitu, ga habis pikir aja aku, kalian para laki laki ga ada puasnya nyakitin perempuan. Ngebuang bunga demi sampah di pinggir jalan
A : Yeaah semua udah terjadi mau gimana lagi… aku juga udah minta maaf… penyesalan kan datangnya terlambat kalo datangnya diawal namanya pendaftaran dong.

Berkat ucapanku yg sedikit ngaco, aku berhasil membuatnya tertawa. Mungkin karena aku belum “menyentuh” wanita selama 3 minggu terakhir, tawa dan ekspresi Mela membuat nafsuku tidak stabil. Wanita rekan kerjaku selama ini yang kuliat biasa saja, bahkan cenderung tidak menarik perhatianku, membuat insting lelakiku aktif. Tanpa sadar, aku memegang kedua tangannya yang bersila di pahanya. Kugenggam dan kutatap matanya sambil tersenyum.

Mela kaget dan langsung menarik tangannya. Aku kembali mengeluarkan perkataan ngacoku “Lumayan megang tangan cewek” sebelum dia berkata apa2. Mela langsung merespon “segitu pengennya ya?”, yang langsung kujawab “udah hampir sebulan loh. Bosen pake tangan sendiri”. Mela pun langsung melotot tajam “Jadi kau kira aku tempat pelampiasan?” dengan nada meninggi. Akupun langsung berkilah “enggak loh Mel. Bukan pelampiasan, kau tempat aku mencurahkan rinduku” disertai senyum seringaiku, berharap ini tidak jadi pembantaian umum.

Mela langsung menjawab “sama aja kampret” dan kembali menghadapi kerjaannya. Dalam artian lain, sebenarnya aku sudah di zona selamat karena berhasil mengalihkan pembicaraan kasusku ke mesumku. Namun, sekarang otakku dipenuhi pikiran mesumku. Aku ingin bersetubuh. Tepatnya, aku ingin memasukkan alat kelaminku ke lubang kenikmatan Mela. Kupandangi tubuhnya terutama di bagian payudara. Sadar aku memperhatikan dirinya, Mela balas menatap tajam dan sedikit membentak “apa?”

Pikiranku langsung cepat bereaksi. Mela adalah seorang alpha-type, dia ga akan segampang itu peduli, meskipun kepada rekan kerjanya sendiri. Pikiranku berlanjut, Mela sudah lama tidak pacaran. Ini berarti taruhan 50-50. Aku harus mencoba, batinku berkata.

“Ga kog, Aku cuma mau pijet2 badanmu aja” sergahku sambil mengarahkan kursiku ke belakangnya dan sekaligus memegang bahunya. Mela sedikit berteriak “apaan seh?” sambil menepis tanganku dari bahunya. Langsung sigap kutangkap tangannya. Mela langsung melotot tajam sambil berkata “Dika, aku marah… Lepasin ga?”.

Taruhanku sepertinya salah. Tapi otakku masih dipenuhi pikiran mesum. Dengan sedikit tercekat, aku mengeluarkan kata2.

“Mel, tolong aku Mel” sembari tidak menghiraukan perintahnya untuk melepaskan tangannya.
“Ga…lepasin Dik…” Mela menjawab tegas
“Bantuin aku gih Mel…cukup bantuin keluar sekali aja deh” kataku dengan penuh harap sambil tetap memegang tangannya.

Mela terdiam sejenak. Disaat seperti ini, aku tidak membiarkannya berpikir. Aku langsung menyambung perkataanku

“Janji ga sampe ngapa2in. Nanti aku bantuin kamu gantian deh” sambil menurunkan tangan kami berdua ke arah pahanya.

Aku memanjangkan jari kelingkingku kearah pahanya, sedikit membelai, berharap semoga rangsangan ini sampai. Mela tidak berkata apa2. Dia diam, seperti terpasrah. Aku celingak- celinguk liat keadaan, dan langsung menghambur ke depan memeluk Mela seraya berkata

Itil V3

“Makasih ya Mela sayang”.

Aroma rambutnya menelusuk hidung, bercampur dengan nafsu yang ingin segera kutuntaskan. Mela lantas berbisik padaku

“Jangan disini kita pindah yuk”. Akupun berdiri, memberinya kode untuk mengikutiku ke ruang kesehatan.

Ruang kesehatan kantor kami terletak di ujung lantai 2. Ruang ini sederhana, hanya ada tempat tidur rawat, meja dan kursi kerja dokter, kursi tunggu dan AC. Ruangan ini serba praktis, sering dipakai untuk tempat istirahat ataupun tempat kongkow. Dan seperti biasa, kunci ruangan ini selalu tertinggal di dalam. Mungkin memang ada pegawai atau pejabat lain yang memakainya seperti yang akan kulakukan. Tapi itu bukan urusanku.

Mela segera masuk. Aku langsung mengunci pintu dan mendekap dia dari belakang. Tangan kananku langsung menggerayangi payudaranya, sedang tangan kiriku membelai area wanitanya dari luar celana hitamnya. Kali ini putri tidak bisa terdiam. Suara lirihan kecil mulai terdengar di telinga kiriku. Mela langsung membalikkan badan dan menyambar mulutku dengan mulutnya. Bibir kami beradu, aku berusaha memasukkan lidahku ke mulutnya. Sedikit kuremas payudaranya barulah lidahku bertemu dengan lidahnya. Tangan kiriku bergerilya masuk kedalam celananya. Gila ya Mel, pikirku dalam hati. Kuyakin kau juga menginginkan hal ini. Kau juga merindukan diginiin. Buktinya dengan basahnya celana dalammu.

Jari tengahku menerobos masuk ke liang vaginanya. Ciuman Mela mulai tak teratur dan terlepas. Desahan tertahan keluar dari mulutnya, yang memancingku untuk meneruskan foreplay ini lebih lanjut. Tangan kananku bergerak melolosi kancing kemejanya, hingga bra hitamnya terpampang dan tanganku bebas merabanya. Lidahku sekarang bergerak di leher kiri Mela, tangan kananku memilin dan meremas apa yang dapat di raihnya dibalik Bh hitam tersebut. Tangan kiriku tetap dinamis mengorek isi dalam lubang itu. Pikiranku dipenuhi dengan nafsu.

Kudorong pelan Mela kearah meja kerja dokter. Mela mengerti dan duduk diatas meja tersebut. Kutanggalkan celana Mela, kulepaskan celana dalamnya sehingga liang kenikmatan yang sudah basah itu terpampang di hadapanku. Mela membuka lebar kedua pahanya dihadapanku, hanya kemeja yang terbuka separuh dan Bh hitamnya yang melekat di badannya saat ini. Kumajukan kepalaku untuk melekatkan mulutku ke vagina Mela.

Sepertinya Mela juga mengharapkan ini, terbukti dengan dijambaknya rambutku ketika cairan vaginanya mulai kuisapi. Desisan desisan nafsu ini semakin membangkitkan gairahku.

Aku lalu menurunkan celanaku. Kuhisap kembali lidah Mela sambil melepaskan Bh hitamnya. Kupilin putingnya dan aku berbisik di telinganya “Enak sayang?”. Mela menggigit pundakku sebagai jawaban. Kuciumi lehernya, kupermainkan puting payudaranya, kutekan2 klitorisnya.

Sepertinya Mela akan membantuku keluar kali ini. Tangannya menggenggam k0ntolku, naek turun, dan mulai mengarahkannya ke vaginanya tanpa kuminta. Aku harus membantu Mela juga. Kudorong perlahan batangku, sekujur badanku dipenuhi kenikmatan duniawi itu. Kudorong terus sampai melekat kemaluan kami. Kutatap tajam mata Mela, kami kembali berciuman, dan Mela kembali menggigit pundakku.

Kami saling menyangga dan mengkait ketika aku mulai menggerakkan batangku maju-mundur. Setiap hentakan yang kulakukan dibalas dengan baik oleh goyangan Mela. Aku sama sekali tidak peduli dengan apa yang terjadi apabila kami ketahuan. Mela pun sepertinya sama. Bunyi meja berderit, desahanku, desahan Mela aku rasa dapat menjelaskan keadaan kami pada orang yang mungkin sedang tepat ada di luar ruangan. Aku tidak peduli.

Mela sekarang terlentang di atas meja, kaki kiri nya kuangkat ke pundakku yang barusan digigitnya. Kupacu kembali tempo tadi. Tubuh Mela semakin belingsatan. Tangan kiriku menekan klitorisnya. Gerakan Mela semakin tidak karuan. Aku tetap memaju-mundurkan batangku di dalam lubang yang semakin basah tersebut.

Kenikmatan ini ekstasi bagi kami. Mela sepertinya kelelahan setelah batangku dipijat vaginanya beberapa kali. Kedua kakinya kuangkat, kucium betisnya seraya kembali menghentakkan batangku. Aku hampir keluar. Kupercepat irama gerakan pinggulku sebisa yang aku mampu. Makin cepat dan tak terkendali, Mela sudah seperti kehabisan napas, deritan meja makin keras, aku mulai teriak, teriak kenikmatan yang kulepaskan seketika cairanku mengisi dalam lubang vagina itu. Aku goyangkan terus, meresapi sisa2 kenikmatan yang masih ada.

Lalu Mela bangkit duduk dan merangkul leherku, menciumku, dan berkata

“Enak ga Dika sayang?”.
“Enak banget Mel, makasih ya” Jawabku sambil tersenyum padanya.

Aku langsung mengambil tisu dan mengelap kemaluanku dan kelamin Mela. Mela sedikit merasa geli ketika kusentuhkan tisu itu ke vaginanya.

“Padahal tadi niatnya cuma pake tangan atau pake mulut. Ujung2 nya ngentot juga kita ya” ujarnya sambil tersenyum cemberut.
“Lain kali main di ranjang ya Mel, mau?” kataku sambil tertawa.

Mela hanya tersenyum mengangguk. Kami berdua bergegas memakai pakaian kami dan meninggalkan ruangan tempat pengalaman pertama kami, dengan disertai rasa was was dan teliti agar tidak ada bukti yang tertinggal.

Itil Service

Related Posts

Leave A Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *