Thursday, November 21, 2024

3 Tahun Sengsara

News Online Itil

Cerita Sex 3 Tahun Sengsara – Saat itu aku berusia 16 tahun. Keluargaku tinggal di sebuah daerah di Jawa Tengah. Kami memang bukan orang kaya raya, tapi setidaknya kami hidup berkecukupan. Aku berkeinginan untuk melanjutkan sekolah SMU ku di Jakarta.

Pada awalnya orang tuaku menolak, alasannya karena mereka menganggap hidup di Jakarta sangatlah sulit. Namun tekadku sudah bulat. Akhirnya aku berangkat dengan kereta menuju Jakarta.

Perjalanan sehari semalam ini memang membuatku pegal walaupun kereta cukup nyaman. Aku sulit memejamkan mata karena terus-menerus membayangkan gemerlapnya Jakarta. Namun niatku bukan untuk bersenang-senang, aku mau belajar, menuntut ilmu setinggi-tingginya.

Akhirnya kereta tiba di stasiun Gambir, kira-kira pukul 11 siang. Ternyata Jakarta sangat terik! Ini memang bukan pertama kalinya aku ke Jakarta. Pernah beberapa kali sebelumnya aku ke kota ini untuk keperluan keluarga dan liburan.

Cerita Sex 3 Tahun Sengsara
Cerita Sex 3 Tahun Sengsara

Tersange Tapi kali ini aku pergi sendiri. Dengan berbekal catatan rute angkutan umum, aku beranikan diri untuk mencari bus kota. Supir taksi dan ojek pun bertubi-tubi menawarkan jasa. Aku mau irit sajalah, lagipula hanya 2 kali naik bus, bisa lahh…

Bus melaju ke selatan Jakarta, tempat dimana tante dan om ku tinggal. Jalanan cukup lancar siang itu, jam 1 aku sudah tiba di rumah mereka. Tante dan om menyambut dengan ramah. Aku langsung diantar ke kamar tamu.

Mereka sudah memiliki anak berumur 3 tahun. Rumah ini memang tidak terlalu besar, namun cukup nyaman untukku. Hari itu kuhabiskan waktu untuk bermain-main dengan Dipo, anak tante dan omku.

Hari-hari sekolah sudah dimulai, ini adalah tahun ajaran baru, dan aku duduk di kelas 1 SMU. Suasana belajar disini tidak seperti di kampung.

Disini lebih ramai dan alat praktikumnya juga lebih lengkap. Aku sangat bersemangat sekali sekolah. Uang jajan rutin dikirim orang tuaku. Aku mengakali uang jajanku supaya bisa tersisa banyak karena ngga mungkin aku minta uang tambahan pada tante dan om ku.

Masa’ udah numpang, minta uang pula… Setiap hari aku juga membantu pekerjaan rumah. Hal ini ngga aku kerjakan dengan terpaksa, karena ini juga bentuk terima kasih kepada mereka.

Begitulah, setiap harinya kegiatanku, berangkat sekolah pagi-pagi, pulang jam 4 sore, bantu-bantu pekerjaan rumah. Bila ada keperluan diluar, aku usahakan untuk tidak pulang terlalu malam.

Kira-kira sudah 6 bulan aku tinggal disini. Dan mulai hari itu lah banyak kejadian yang menimpa diriku. Tanteku kini mempunyai usaha tempat makan yang buka dari jam 5 sore sampai jam 1 malam. Hampir setiap ku pulang sekolah, aku tidak bertemu tanteku karena dia sudah harus berada di tempat makan tsb jam setengah 5.

Jadi aku hanya akan bertemu dengan om ataupun Dipo, itu juga kalau Dipo ngga ikut pergi dengan tanteku. Pernah suatu ketika saat ku pulang sekolah, saat berganti baju di kamar, omku tiba-tiba membuka pintu.

Aku kaget dan reflek menutup tubuhku yang hanya memakai bra dan cd. Dan dia langsung bilang maaf dan pergi menutup pintu. Hari-hari selanjutnya kadang ku memergoki om yang sedang melihat paha ataupun toketku.

Bajuku di rumah juga ngga menggoda. Kaos dan celana pendek ataupun daster selutut. Suatu malam, om meminta tolong memijit punggung dan kakinya, katanya terkilir. Awalnya aku agak ragu, namun aku ngga mau dibilang membantah.

Posisi om sudah tengkurap di atas karpet. Aku pijit bagian punggungnya walaupun aku sendiri sebenarnya tidak tau bagaimana cara memijit yang benar.

“Aahh, enak banget pijitanmu, Vie.. Coba ditekan lebih kuat lagi dong”

Aku menurut saja.

“Pinggang om juga pegal, Vie, tolong bagian situ lebih lama yah”

Tanganku turun ke bagian pinggannya. Ku pijat dengan 2 tangan dan ditekan lebih keras.

“Enak banget, Vie, Kayaknya pinggang om udah ngga sakit lagi deh, kamu emang pintar.. Sekarang pindah ke betis dan paha om yah! Udah pegel bgt nih.”

“Ya om,” jawabku.

Pertama-tama ku pijat bagian pergelangan kakinya. Lalu pindah ke betisnya, turun lagi ke bagian pergelangan kakinya, bergitu berulang-ulang. Om memakai celana yang aga pendek setengah paha.

“Udah, Vie, sekarang yg bagian paha yaa”

Lalu kupijat bagian paha, sesuai kata om.

Itil V3

“Mmmmhhh mmmhh”

Berulang-ulang om mengaluarkan suara seperti itu.

“Sakit ya, om?

“Ngga kok, Vie, justru enak banget malah! Coba keatasan dikit, Vi..”

“Disini?”

“Naikan lagi dikit”

“Disini?”

“Iyaaa, enak bgt itu, Vi!”

Aku memijit paha bagian dalam, dekat sekali dengan selangkangannya om.

Sejujurnya jariku sudah mulai pegal, namun om belum minta berhenti, malah sepertinya dia keenakan.

Tiba-tiba dia membalikkan badan, lalu meminta aku memijat pahanya yg bagian depan.

Kulihat sedikit basah di celana om. Tapi aku pura-pura ngga melihat saja.

“Ayo pijat, kok malah bengong?”

“Ehhh ohh iya… Hehehe”

Sambil kupijat pahanya, kulihat om merem melek dan mengeluarkan suara desahan yg pelan.

“Vi, kamu punya pacar?”

“Loh kok nanya ky gitu om?”

“Yaa nanya ajaaa, ngga mungkin kan anak seumuran kamu ngga punya pacar. Tenang aja, om ga akan bilang sapa-sapa.”

“Mmmm ya ada sih om.”

“Terus kamu pernah ngapain aja sama pacar kamu?”

“Maksud om?

“Ahhh kamu pura-pura ngga ngerti! Apa pernah ciuman, atau apa? Sejauh mana gitu lohh maksut om.”

“Ehh mmm yaa biasa aja sih, om, cuma ciuman aja, sama pegang-pegang aja.”

“Hahaha om ngerti…”

Malam itu sesi pijitnya selesai sampai disitu. Begitulah hampir setiap malam om memintaku untuk memijitnya. Kalau pulang sekolah, kadang om suka memberi uang saku untukku, tidak dikasi ke tanganku, tapi langsung ditaro di kantong bajuku.

Jarinyanya kadang digerakkan dengan sengaja saat didalam saku baju, sehingga mengenai pentilku. Bagiku, uang 100ribu sangatlah banyak.

Suatu hari, aku pulang agak malam. Jam 8 aku tiba di rumah. Hanya ada om sedang menonton tv.

“Dari mana kamu?”

“Oh.. Aku abis dari nonton sama temen-temen, om.”

“Yawda sana cepet mandi, abis ini pijitin om ya”

“Iya”

Aku menutup pintu kamar dan agak sedikit sebel karena akupun lelah, tapi masih saja harus memijit. Kulepaskan kancing bajuku satu persatu. Kuturunkan risleting rokku.

Kini hanya bra dan cd saja yang menempel di tubuhku. Ku tatap tubuhku di cermin besar. Sebenarnya aku pulang malam karena tadi pacaran dulu. Kubuka kaitan bra, dan kutekan-tekan toketku perlahan. Ahh, toketku agak sakit karena tadi pacarku meremasnya dengan kencang.

Pentilku juga sepertinya jadi lebih mancung akibat hisapan tadi.. Kuperhatikan bekas gigitan pacarku di samping toket kiri.

Kuremas toketku perlahan dengan kedua tangan. Ahh nikmatnya… Andaikan pacarku bisa melakukan ini setiap hari. Kuperhatikan ekspresi wajahku saat ku remas toket ini. Kujepit perlahan pentilnya. Sungguh nikmatttt…

Tiba-tiba om membuka pintu! Sial!!! Aku memang lupa menguncinya! Dengan gelagapan kurain kemeja untuk menutupi badan.

“A.. aaa… Apaan sih om?! Kok ngga ngetok pintu dulu sihh?!”

Suaraku bergetar, aku sangat ketakutan. Terlebih lagi sekarang aku hanya pakai cd dan om melihatku penuh napsu.

“Ngga, om cuma pengen manggil kamu aja, kirain kamu ketiduran.”

“Ngga kok om, a.. aku inget, nanti ya a.. a aku mau mandi dulu!”

Suaraku makin bergetar, om tau kalau aku sangat ketakutan. Namun dia ngga beranjak dari pintu kamarku, malah melihatku semakin lama dengan matanya yang penuh napsu. Senyumnya terlihat licik!

Lalu dia melangkahkan kakinya kearahku.

“Ma mau apa?!”

“Vi, kamu terlihat cantik deh kalo ga pake baju. Om suka ngeliatnya..”

“Ng nggak!! Sana pergiii!!!”

Aku lempar segala yang ada di atas tempat tidurku. Tas, jam tangan, bantal, rok. Sulit sekali melempar barang-barang tersebut sementara tangan kiriku mempertahankan kemeja seadanya yang menutupi tubuhku.

“Sssh, Vi, jangan galak gitu doong”

Tiba-tiba dia menangkap tanganku, aku berontak sekuat tenaga, namun tetap saja aku kalah tenaga bila dibandingkan dia. Lalu dia memegang tanganku yg satu lagi. Kemejanya kini tersibak, toketku menggantung bebas dan dia tertawa.

Tubuhku dihempas ke tempat tidur sementara tangannya memegang tanganku. Dia menciumiku dengan paksa, aku berontak, kupalingkan wajahku ke kanan kiri. Dia menggigit kupingku dan aku tetap melakukan perlawanan.

PLAKKKKK….!!!

Sebuah temparan keras mendarat dipipiku. Perih sekali rasanya.

“Diam!!! Atau setelah ini om tampar lagi pipi kamu! Kalau masih ngga mau diam, om sundut toket kamu ini pake rokok!!!”

Aku hanya bisa menangis.

Bersambung…

1 2 3
Itil Service

Related Posts

Leave A Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *